𝐏𝐫𝐨𝐥𝐨𝐠𝐮𝐞

55 7 1
                                    

"Ruang bawah tanah, jeruji besi, lumut-lumut di dinding ... kelihatannya tempat ini sudah ada sejak ratusan tahun lamanya," kata pemuda tersebut sambil mengamati lorong-lorong yang ada.

"Bukannya ini Dungeon? Benarkan? Akan tetapi, memangnya Dungeon masih ada di zaman ini, Nam?" timpal pemuda lain sambil memegang lentera di tangan kanannya.

"Sepertinya ... tidak."

"Stronghold." Seorang gadis berdiri di sudut ruangan. Wajahnya tidak terlihat dikarenakan pencahayaan yang kurang.

Stronghold? Apa itu? Kedua pemuda yang berada di depan tembok besar yang berisikan ukiran-ukiran bahasa aneh yang mereka tidak tahu hanya bisa termenung dan berpikir keras. Apa maksud dari perkataan gadis itu?

"Dari awal ... mengapa kita disini, Ang?"

"Eh.. kita dimana-" Senyap.

"Kita akan bertemu lagi nanti."

Suara samar-samar kini berganti dengan ocehan-ocehan familiar, seolah-olah ia kembali ke tempat semula. "Angga ... Angga! Woi, bangun sialan."

Seketika ia merasakan benda tumpul berat mengenai kepalanya. "Anjir, sakit bego!" kata Angga yang meraba kepalanya dengan cepat.

Kini jam pulang sekolah, beberapa siswa telah pulang dan sebagian lainnya masih membersihkan. Orang yang menghantam kepala Angga dengan buku tadi ialah Adit. Sedari lima belas menit yang lalu ia menunggu Angga untuk bangun.

"Lo kenapa sih? Akhir-akhir ini sering tidur di kelas. Lo ada masalah?" ucap Adit sambil menghela nafas panjang.

"Iya ada. Kepala gue benjol gegara lo." Angga menatapnya sinis.

"Seriusan? Lo ampe pucat kek gini, keringetan pula."

"Engga, gue cuma kelelahan, biasa tugas organisasi." Angga beranjak dari tempat duduknya dan menemukan Nama yang sedang menunggu mereka berdua di dekat pintu kelas.

Angga seketika teringat lagi akan mimpinya barusan. Sebenarnya ini bukan pertama kali ia memimpikan hal-hal aneh lainnya, hanya saja ... mimpi itu makin sering muncul bahkan di saat ia sedang melamun berjam-jam lamanya hingga tertidur.

"Lo taukan besok kita akan berkemah? Jangan bilang lo lupa lagi," seru Adit sambil berjalan mendahuluinya menuju pintu kelas.

"Iya, iya. Gue inget kok." Angga hanya bisa menghela nafas.

Semasa perjalanan kembali pulang ke asrama, mereka bertiga singgah terlebih dahulu ke supermarket untuk membeli bahan makanan dan cemilan untuk perkemahan mereka besok. Perkemahan yang berlangsung selama 3 hari 2 malam tersebut akan dilaksanakan di hutan yang tak jauh dari kota.

Nama berada di bagian mi instan, sedang menghitung berapa yang harus ia beli untuk persediaan makan mereka bertiga saat berkemah nanti. Angga kemudian datang dan berdiri di sampingnya.

"Nam, gue boleh ngomong sesuatu ngga?"

"Apaan?" katanya sambil mengambil mi goreng beberapa bungkus.

"Lo pernah mimpi hal aneh ngga? Semacam mimpi lo itu di tempat asing hanya saja itu mimpi berulang terus-menerus." Angga menatap Nama dengan serius.

"Lo kenapa sih, Ang? Gue ga ngerti dengan apa yang lo bilang barusan."

"Seriusan njir. Gue tadi mimpi, kita berdua di dalam ruang bawah tanah begitu." Nama yang mendengar hal tersebut memegang jidatnya.

"Ya ... itu cuma mimpi, Ang. Ga mungkin jadi kenyataan, lagian di zaman sekarang mana ada akses ke ruang tanah begitu mudah." Nama menepuk pundak Angga.

DaydreamingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang