Hari Senin adalah hari yang tidak di sukai oleh sebagian besar manusia yang menempati bumi. Setelah minggu ujian kemarin, Saka benar-benar merasa bahwa ia seperti ingin masuk sekolah setiap hari. Tentu bukan untuk belajar, melainkan agar ia bisa bertemu dengan Ica, dan hari Senin sudah bukan lagi menjadi hari yang di bencinya setelah ia memiliki gebetan.
"Oh, tumbenan butuh lamak daging? Mau buat apa?"
Saka menoleh sekilas ke arah Ibunya yang sedang bertelepon. Ia sedang menikmati sarapannya sebelum berangkat sekolah, dan kebetulan Ibunya juga sedang ada di dapur, membuatkan lauk makan siang untuk Saka sambil mengobrol di telepon.
"Oooh, yaudah nanti coba saya tanyain ke tukang daging langganan saya, bisa ngasih gak dia kalo lemak sapinya doang. Urusan uangnya gampang, nanti di transfer aja."
Melly mematikan teleponnya begitu pembicaraannya selesai. Ia menoleh ke arah sang anak yang baru saja menyelesaikan sarapannya.
"Ma, nanti aku pulang agak sore ya." ujar Saka meminta izin.
"Mau kemana? Kan ujian udah selesai?" tanya Melly yang sedang memindahkan lauk yang di masaknya ke dalam wadah.
"Hehe, aku punya gebetan, mau ngajak jalan dulu."
Melly menyunggingkan senyuman menggodanya. "Eleeehh, yang udah punya gebetan jadi gak betah di rumah nih?" goda Melly pada putranya.
"Ya betah lah, nanti aku jadi gelandangan kalo gak betah di rumah."
Saka memakai tasnya yang ia taruh di lantai, di sebelah kaki kursi. "Aku berangkat dulu ya, Ma." pamit Saka lalu sempat mencium pipi Ibunya sebelum pergi meninggalkan rumah.
Di perjalanan, Saka menaiki sebuah angkot yang biasa mengantarnya ke sekolah. Entah karena hari ini suasana hatinya sedang bagus atau memang ia sedang beruntung, tapi Saka merasa ia cukup banyak mendapatkan keberuntungan hari ini.
Pertama, angkot yang di tumpanginya sudah penuh dengan ia yang menjadi penumpang terakhir namun mendapat kursi di depan. Otomatis angkot langsung berangkat tanpa menunggu penumpang lain.
Kedua, jalanan yang sedang tidak macet. Ini sangat jarang terjadi di hari Senin apalagi saat jam berangkat sekolah atau kerja. Hanya sesekali angkot yang di tumpanginya mengetem hanya untuk menurunkan penumpang dan menunggu sebentar penumpang lainnya.
Dan begitu ia sampai di sekolah, bagai pucuk di cinta ulam pun tiba, ia langsung bertemu dengan sang pujaan hati yang baru saja turun dari Ojol yang ia tumpangi.
"Pagi Ica." sapa Saka dengan senyuman cerah saat mereka bertemu di gerbang sekolah.
"Pagi, Saka. Lagi seneng ya? Senyum sampe lebar begitu."
Saka yang mendengar hal itu pun tersenyum malu sambil menggaruk belakang kepalanya.
"Hehe, ya seneng lah. Pagi-pagi ketemu bidadari kayak kamu, siapa yang gak seneng?"
Ica menaikkan sebelah alisnya sambil tersenyum. Ia geli sendiri mendengar gombalan Saka.
"Apa sih? Geli tau. Udah ah, ayo ke kelas." balas Ica malu-malu namun juga masih merasakan geli di tubuhnya.
Mereka berjalan beriringan menuju kelas masing-masing. Kelas anak IPA ada di lantai 1 sementara anak IPS sebagian ada di lantai 1 dan sisanya di lantai 2, namun sialnya bagi Saka, kelasnya berada di lantai 2.
"Nanti makan bareng di kantin, mau gak?" tanya Saka sebelum mereka berpisah saat tiba di depan kelas Ica.
"Boleh, jemput ya?"
"Oke. Aku kelas dulu ya, bye Ica."
Ica hanya mengangguk sambil tersenyum. Saka berjalan dengan perasaan berbunga-bunga menuju kelasnya, mengundang perhatian ketiga temannya yang sedang main game bersama di kursi belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UP
Ficción GeneralMimpi buruk seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun bernama Saka adalah saat ia menemani Ibunya belanja di pasar dan bertemu dengan seorang tukang daging yang sangat tampan. Awalnya ia pikir itu adalah anugerah, namun ia tak pernah meyangka bahwa...