Cicitan beberapa burung terdengar dibalik rimbunnya daun pepohonan yang basah karena embun disana.
Dilangit timur, mentari pagi membawa warna kekuningan samar menembus awan tipis, yang nampaknya cukup merata untuk menutupi langit yang seharusnya mulai membiru. Mungkin, karena angin berhembus begitu tenang pagi ini.
Rumah besar itu masih sepi, karena beberapa dari penghuninya masih terjerat mimpi.
"Siapa yang ngambil?"
Danu yang bagun paling awal bertolak pinggang melihat piring putih yang sudah kosong diatas meja, roti panggangnya telah hilang dan hanya meninggalkan sedikit jejak selai coklat. Bahkan jus buahnya juga tersisa setengah.
"ARGA BANGG! ARGA!!" Remaja enam belas tahun itu menyembulkan kepalanya dari tangga menuju lantai atas, Arga tersenyum lebar sambil menunjukkan secuil sisa dari barang curian itu. Arga dengan cepat melahapnya habis kemudian berlari masuk kembali kedalam kamar.
Melihat senyum itu, Danu hanya menghela napas kesal. Jika tahu bocah itu sudah bangun, Danu tidak akan santai meninggalkan sarapannya walau sebentar.
Kemudian langkah kaki terdengar dibalik punggungnya, disusul oleh suara santai, "Gue mau manggang juga nih, sekalian gak?" Tawar Mahen pengertian meski tanpa menoleh, kedua tangannya sibuk menyiapkan roti tawar.
"Boleh deh, sialan si Arga. Baru di tinggalin sebentar udah di samber aja" gerutu Danu pelan, ia mendudukkan diri di kursi sambil menunggu Mahen selesai.
"Anan juga mau ya Bang hehee" Anan tersenyum selagi kakinya melangkah keluar dari kamar mandi dan pergi ke meja makan. Wajah manisnya terlihat lembab dan segar dengan sedikit poni yang di kuncir tegak, lucu.
Pada akhirnya, Mahen memanggang untuk semua anak-anak asuhnya dan memanggil mereka untuk sarapan bersama, termasuk Arga untuk kedua kalinya.
"Hari ini ada yang punya jadwal?" Tutur Bian setelah menelan satu gigitan roti panggang di mulutnya.
Setelah beberapa saat diam, mereka menggeleng pelan. Bagaimana pun, meluangkan waktu di hari minggu sudah seperti aturan tak tertulis di rumah ini, karena hari-hari sebelumnya mereka selalu di sibukkan oleh tugas sekolah masing-masing. Hal itu membuat mereka memutuskan untuk menghabiskan minggu bersama agar semakin akrab dan kompak.
"Minggu ini enaknya ngapain lagi ya Bang?" Celetuk Arga dengan mulut penuh roti.
Banyak hal berulang sudah mereka lakukan bersama disaat minggu seperti ini, membuat itu terasa biasa dan sedikit membosankan. Mereka butuh sesuatu yang baru.
Mereka kembali terdiam sebelum melirik heran pada Eksa yang menyantap sarapan dan terus menatap ponselnya dengan serius. Biasanya dia yang paling banyak ide dan semangat, tapi kali ini Eksa seperti tenggelam dalam dunianya sendiri.
"Lihat apa sih?"
Tanpa aba-aba, Raja yang nampak sedikit kesal mengambil alih ponsel hitam itu. Eksa yang kaget hanya melirik tanpa bicara.
Raja membaca dalam diam tulisan besar yang menjadi judul beberapa artikel yang sejak tadi membuat Eksa sibuk membacanya.
PEMBULLYAN YANG BERUJUNG KEMATIAN, PIHAK SEKOLAH MENUTUP KASUS SEBAGAI PERISTIWA KECELAKAAN.
DIDUGA TAK INGIN TERLIBAT, KEPALA SEKOLAH SMA CAHAYA HARAPAN MENGUNDURKAN DIRI SETELAH LEBIH DARI 10 TAHUN MENJABAT.
"Kalian penasaran gak sih siapa pembunuhnya?" Eksa berucap santai sembari menatap teman-temannya.
"Penasaran juga mau ngapain? Ini udah lima tahun yang lalu" sahut Raja pelan. Ia meletakkan benda itu ke atas meja, layarnya masih menyala memperlihatkan deretan artikel tersebut.