Seorang pria gagah dengan setelan jasnya melangkah menyusuri lorong The Reeve Hotel Kuta. Perempuan berambut panjang mengikutinya sambil mencatat beberapa hal di sebuah buku kecil.
"Besok rapat dan training gabungan akan dimulai bukan?"
"Benar, Mr. Arvemo. Malam ini perwakilan dari masing-masing hotel mulai berdatangan."
"Pastikan rapat dan training ini benar-benar tepat sasaran. Jangan sampai hanya memboroskan uang perusahaan."
"Baik, Sir. Akan saya sampaikan pada penanggungjawabnya."
"Satu lagi, saya ingin bertemu langsung dengan perwakilan dari The Reeve Jakarta dan Yogyakarta. Saya harus menganalisis langsung, kenapa The Reeve Hotel Jakarta omzetnya hanya naik kurang dari 1% dibandingkan tahun lalu."
"Baik, Mr. Arvemo."
Arvemo Grayson Bowman, pewaris tunggal Bowman Group sekaligus CEO dari Bowman Group Asia. Ia cukup dikenal sebagai pebisnis muda yang paling berpengaruh. Arvemo-lah yang membuat Bowman Group mampu mengembangkan sayapnya keluar Amerika. Hingga saat ini The Reeve Hotel, yang berada di bawah naungan Bowman Group, sudah tersebar di seluruh Asia dan benua lainnya.
Tidak hanya dalam hal bisnis, ketampanan pria itu bahkan mampu membuai perempuan mana pun. Darah Amerika dari ayahnya dan darah Indonesia dari sang ibu bercampur menjadi satu dan mengalir di tubuhnya. Fisik yang gagah dan wajah yang tampan, sungguh memberikan perpaduan yang mengagumkan. Apalagi dengan bola mata biru yang dituruni dari ayahnya, memberi pesona tambahan bagi pria itu. Namun dari pembawaannya, sudah terlihat kalau pria itu adalah pria yang dingin. Bahkan tatapan para perempuan sama sekali tidak ia pedulikan.
"Katakan pada Nick untuk mempersiapkan segalanya, saya tidak mau meeting yang akan kita adakan tiga hari lagi berantakan. Pastikan juga laporannya sudah saya terima besok pagi," ucap Arvemo sambil melihat jam yang melingkar di tangannya.
Seketika langkah Arvemo berhenti saat sesuatu menabrak tubuhnya.
"A-Anda tidak apa-apa, Sir?" tanya Alrita pada atasannya.
Arvemo hanya diam dan menatap dingin sosok perempuan berambut hitam panjang yang berada di hadapannya. Perempuan itu mengelus keningnya yang baru saja terantuk tubuh Arvemo.
Dasar perempuan zaman sekarang. Pasti perempuan ini berjalan sambil menatap ponselnya, batin Arvemo saat melihat ponsel yang terjatuh karena tabrakan tadi.
Tak ada sedikit pun niat dalam dirinya untuk meminta maaf atau sekadar berbasa-basi pada perempuan itu. Baginya, tabrakan tadi adalah kesalahan perempuan itu, jadi bagaimanapun nasib perempuan tersebut, bukanlah urusannya. Toh, bagi seorang Arvemo Grayson Bowman, semua perempuan sama saja. Perempuan yang ada di sekelilingnya hanya mengincar harta dan statusnya sebagai CEO Bowman Group. Arvemo bahkan sudah muak dengan segala cara busuk yang dilakukan para perempuan itu. Memberi mereka sedikit perhatian hanya akan membuat mereka besar kepala.
"Sampai kapan kamu mau berdiam di situ? Jangan menghalangi jalan," ucap Arvemo dingin.
Viona yang sedang berjongkok untuk mengambil ponselnya, seketika langsung terkejut mendengar ucapan itu.
Apa-apaan orang ini. Sombong sekali ucapannya!
Viona bangkit berdiri, hendak membalas ucapan pria itu. Namun saat matanya menatap mata pria itu, seketika ia terdiam. Tatapan tajam pria itu membuat Viona langung mengatupkan bibirnya.
"Ma-maaf," cicit Viona sambil berdiri dan memberikan jalan pada pria itu. Hanya kata itu yang mampu keluar dari bibirnya.
Arvemo meninggalkan lorong itu tanpa sedikit pun menoleh. Viona hanya bisa menatap sosok itu sambil terdiam. Baru kali ini ia bertemu pria seperti itu. Ia mencoba menenangkan kembali ketegangan yang sempat ia rasakan tadi. Entah kenapa aura pria itu sangat menyeramkan.
Jangan-jangan keturunan setan, batin Viona.
Viona mencoba mengalihkan pikirannya dari pria itu. Baru saja ia hendak melangkah ke lift, ia teringat kalau belum membalas pesan dari mamanya.
"Re-retak...," gumam Viona saat melihat layar ponselnya sedikit retak. Ia yakin kalau tadi ponselnya baik-baik saja. Pasti karena ponselnya terjatuh tadi.
"Arggghh!! Nyebelinnnnnnnn!" teriak Viona sambil mengentak-entakkan kakinya ke lantai.
Viona benar-benar merasa kesal pada pria itu. Pria dingin menyebalkan plus ganas yang ia temui tadi. Memang ia akui kalau tadi ia salah karena tidak melihat ke depan. Viona terlalu fokus pada ponselnya karena hendak membalas pesan dari Mama. Tapi Viona yakin kalau pria itu juga pasti tidak memperhatikan jalan, makanya mereka bisa tabrakkan. Sialnya, kini ponselnya-lah yang menjadi korban.
"Baru malam pertama saja sudah sial begini, ck ck ck ... pokoknya lihat saja, kalau ketemu lagi, pria itu akan kumintai pertanggungjawaban. Ini semua juga, kan, karena dia, masa cuma aku yang dirugikan," sungut Viona.
Kruuuukkkk
Viona langsung memeluk perutnya saat sinyal dari tubuhnya itu berbunyi. Karena terlalu kesal, Viona lupa kalau tadi ia sudah lapar dan hendak makan.
Sudahlah, lupakan saja sejenak. Saatnya sekarang makan dan menikmati makanan restoran mewah. Yah, walaupun mood-ku jadi jelek karena pria tadi.
"Ms. Viona?" seorang pria berusia tiga puluhan menyapa Viona saat ia tiba di depan pintu restoran.
"Pak Nyoman?" tanya Viona mencoba memastikan.
"Ya, silakan. Saya akan antarkan ke meja Anda."
Viona mengikuti langkah pria tersebut. Meja yang sudah disediakan untuk Viona berada di dekat jendela. Dari sana Viona dapat melihat pemandangan malam di luar.
"Sebentar lagi makanan Anda akan dihidangkan," ucap pria itu.
"Tunggu, Pak. Perwakilan yang lain di mana?" tanya Viona, melihat ia hanya duduk sendiri di meja itu.
"Setahu saya, belum semua tiba di sini. Beberapa yang sudah tiba ada yang sudah selesai makan, ada juga yang masih belum turun." Pria itu lalu meninggalkan Viona. Viona asyik memperhatikan setiap ornamen yang ada di ruangan itu.
"Silakan," ucap seorang pelayan sambil menghidangkan makanan untuk Viona.
Mata Viona dimanjakan dengan makanan mewah di hadapannya.
Secara refleks ia mengeluarkan ponselnya, tentunya ia tidak boleh lupa untuk mengabadikan makanan ini dan mengirimkannya pada Citra. Sahabatnya itu pasti akan sangat tergiur melihat foto makanan yang akan ia kirimkan. Seketika ekspresi Viona langsung berubah saat ia melihat retakan di layar ponselnya.
Menyebalkan, sungut Viona dalam hati.
Langsung saja ia menyantap makanan di hadapannya sambil menikmati suasana restoran yang sangat romantis. Tatapan Viona terpaku seorang pria dan wanita yang sedang duduk berdua, menikmati makan malam. Viona dapat menebak kalau mereka berdua adalah sepasang kekasih atau suami istri.
Kapan, ya, aku bisa merasakan hal itu? Duduk berhadapan dengan pria yang kucintai. Menikmati malam dan suasana romantis berdua.
Khayalan Viona melambung tinggi. Viona bukannya belum pernah berpacaran. Saat SMA dia sudah pernah satu kali berpacaran, sekitar tiga bulan. Setelah putus, Viona memutuskan untuk fokus pada study-nya. Toh, baginya hidup masih panjang, ia harus bisa memprioritaskan apa yang menjadi fokusnya saat itu.
Tidak ada penyesalan sedikit pun di hati Viona karena memutuskan untuk fokus pada study-nya. Baginya semua itu membuahkan hal yang manis. Lihat sekarang, ia bekerja di sebuah Hotel besar dan mempunyai pendapatan yang stabil. Pasangan hidup? Ia yakin akan bertemu dengan orang itu suatu saat nanti. Saat itulah ia yakin hatinya akan berlabuh ke tempat yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry My CEO (Cetak)
Romance[PART 7 - END SUDAH DIHAPUS KARENA SUDAH DITERBITKAN] Karena sebuah accident aku bertemu pria itu. Pria yang tiba-tiba memintaku berpura-pura menjadi pacarnya di hadapan kedua orangtuanya.Pria yang ternyata CEO dari tempatku bekerja. Bahkan keesok...