Part 1: "Siapa Kamu?"

6 1 0
                                    

---

Rumah Sakit Bunda Dahlia, 2.44 PM

               "Hhh"

               "Naya—" Seseorang berusaha memanggilnya tidak sabar. Seolah tidak ada hari esok, lelaki itu tampak cemas. Sementara Perempuan yang dipanggil Namanya itu hanya memberikan pandakan heran dan kebingungan. Natharo Dintara Wikasa, lelaki yang kali ini terlihat berkeringat dengan wajah ketakutan. Tangannya sibuk menggenggam punggung tangan Perempuan itu.

               Lalu seorang perawat masuk dengan membawa beberapa perlengkapan medis, bukan hal yang biasa bagi Mereka. Mereka hanya menjalankan perintah dari Dintara. Lelaki yang sering disapa, Dokter Dintara. Perawat itu terkejut Ketika melihat pasiennya sudah siuman.

               "Wah—Nyonya Kinara sudah bangun. Sebentar—Saya akan bawa..." Niat perawat itu terhenti ketika Perempuan itu masih belum paham dengan situasi saat ini.

               "Anda siapa?" Matanya menatap lurus kearah Dintara. Dintara terdiam sejenak kemudian tersadar ada sesuatu yang aneh pada Perempuan itu. Tidak, Dia tidak hanya seorang Perempuan saja. Dia adalah Istrinya, Istri yang telah mengandung anaknya. Anak? Anak itu bahkan masih dalam perawatan intensif.

              "Naya, Kamu tidak ingat Aku?" Dintara berkata dengan hati-hati. Tetapi balasannya hanya dengan gelengan pelan. Terasa sedikit sakit diulu hati lelaki itu, Ia sudah mati-matian berdoa agar Istrinya bisa survive, tapi rasanya Ia ingin mengutuk dirinya sendiri karena merasa jawaban Tuhan terasa tidak adil dimatanya.

               Kinara Adiruna Tanasoedibjo, Perempuan yang perawakannya tidak terlalu berisi tetapi memiliki pipi yang sedikit chubby. Tidak memberi waktu lama untuk keheningan, Perawat itu mendekat kearah Kinara. Dintara pun lebih dulu mengambil stetoskop yang tergantung ditrolley emergency. Ia memeriksa kondisi Kinara secara mandiri. Kinara pun tidak terusik sama sekali, Perempuan itu lebih memilih diam.

              "Sarry, statusnya. Saya butuh hasil pemeriksaan CT-Scan atau—"

              "Maaf, Dok. Bukankah waktu itu Dokter melarangnya untuk dilakukan pemeriksaan—"

              "Bodoh. Mengapa Aku tidak ingat" Dintara mengumpat dalam hati. "Benar, kalau begitu siapkan untuk pemeriksaan CT scan dan MRI. Se-ka-rang." Ucap Dintara dengan penuh penekanan.

              "Kau siapa?" Tanya Kinara dengan wajah datar. Kepala Dintara terasa pening, masalahnya belum selesai dengan kondisi Istrinya, Ia pun harus ekstra sabar untuk menjelaskan semua keadaan ini kepada Naya-nya. Lelaki itu memiliki panggilan spesial untuk Istrinya. Naya.

              "Sebaiknya Kau istirahat. Akan Aku jelaskan semuanya Ketika semuanya sudah jelas ya, Aku butuh pemeriksaan lengkap dahulu." Tidak, Ia tidak boleh memberitahu bahwa Anaknya sudah lahir dalam keadaan premature. Kondisi Kinara pun tidak memungkinkan.

Ruang Radiologi, 07.10 PM

               Dibalik kaca yang sudah berlapis timbal, Dintara terdiam menyaksikan gambaran CT scan kepala dilayar monitor. Warna putih yang sebenarnya tidak begitu Ia pahami, Meskipun Ia seorang dokter, tetapi untuk memahami hasil ini perlu dengan penjelasan dokter spesialis radiologi.

              "Lihat titik ini? Ini adalah bentuk dari trauma. Apakah selama proses kehamilan, Istrimu sangat pemikir? Apakah Hormonalnya terguncang? Jika dilihat dari reaksinya, sepertinya Istrimu mengalami Amnesia Disosiatif"

             Dintara terdiam sambil menatap hasil CT Scan Kinara. "Aku pun tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, semuanya terasa begitu cepat." Dintara seperti berusaha memecahkan kepingan-kepingan puzzle.

Don't Break a Bird's WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang