Part 2: "Dimana Anakku?"

3 0 0
                                    

---

                  Dada Kinara seakan berhenti, degup jantungnya tidak beraturan. "Anak? Jika benar Aku memiliki Anak, apakah lelaki yang sedang sibuk mengompres dadaku ini adalah Suamiku?" Kinara masih terdiam seakan bergemelut dalam pikirannya sendiri. "Tidak, Jika memang Dia suamiku, mengapa Aku tidak mengingat apapun? Atau Dia hanya berperan sebagai Ayah dari Anakku? Melihat sikapnya yang tidak berpendirian, Aku tidak yakin bahwa Kita suami istri." Gumamnya lagi.

                "Berhenti berpikir keras, Aku pun sama bingungnya dengan keadaanmu. Kau mengalami hilang ingatan. Kau baru melahirkan dua hari yang lalu. Diusia kandunganmu yang masih 8 bulan, Anak itu harus dilahirkan cepat karena gawat janin." Penjelasan Dintara tidak tergesa-gesa sama sekali.

                "Anak itu? Apakah Dia bukan Anakmu?"

               "Kau tidak perlu khawatir, meskipun terlahir premature. Ia sudah dirawat dengan baik diruang NICU." Tambahnya lagi.

               "Apakah Aku boleh melihatnya?" Mata Kinara seakan memohon untuk bisa terwujud keinginannya. "Aku seperti ibu yang jahat, harusnya Aku bangun tepat waktu agar bisa memberinya Asi." Perasaan apa ini? Rasanya sakit sekali...

               "Aku yang jahat, Naya. Maafkan Aku" Gumamnya. "Nanti, setelah dirimu benar-benar pulih." Dintara menjawab dengan lembut. Satu tangannya mengusap kepala Kinara.

               "Jika Aku memiliki Anak, lalu Kau? Apakah Kau suamiku?" Tanya Kinara dengan penasaran.

               "Ya, Aku suamimu."

               "Maafkan Aku, Aku tidak mengenalmu dan menganggap Kau orang yang tidak sopan." Kinara menangis dan memeluk Dintara dengan erat. Tangisan itu adalah tangisan rasa bersalahnya karena tidak mengingat siapapun disini.

Mengapa Kau yang harus minta maaf, Naya...

2 Hari Kemudian...

                Kinara sudah berkemas, Ia berjalan menyusuri Lorong rumah sakit yang sangat pekat dengan wangi alkohol. Dintara mengarahkannya keruang NICU, Ia bisa menyaksikan Anak itu secara dekat berkat Dintara. Badannya sangat mungil dan merah pekat. Pencahayaan incubator dengan beberapa selang yang melekat pada tubuh tidak mengusik ketenangan bayi mungil ini. Bayinya tertidur dengan pulas.

                Getaran tubuh Kinara semakin tidak terkendali, wajahnya merah menahan tangis. Ia berusaha kuat didepan anaknya. Dintara berusaha menenangkannya.

                "Mari Kita pulang, biarkan baby ini istirahat." Dengan berat hati Kinara harus meninggalkan bayinya itu sendirian dalam inkubator.

                Dalam perjalanan pulang, Kinara baru menumpahkan air mata yang sudah Ia pendam. Dintara mewajarkan keadaan ini karena bagaimanapun Kinara baru mengalami musibah yang membuatnya terpisah dengan bayi ini.

Rumah Besar Keluarga Wikasa, 10.22 AM

                 Dintara mengawali jalan sampai kerumah utamanya. Kinara benar-benar seperti baru pertama kali datang kerumah ini. Saat melewati ruang utama, terpampang foto keluarga besar Suaminya. Mengapa Ia begitu yakin? Karena tidak ada dirinya didalam foto itu. Ini terkesan foto keluarga inti dari Dintara saja.

                 Suasana terasa sepi dan mencekam, hanya ada satu pelayan didalam rumah ini. Tampaknya hanya dirinya dan Dintara yang tinggal dirumah ini.

                 "Dintara—" Dintara berhenti lalu menoleh kearahnya.

                 "Apa hanya Kita yang ada dirumah ini?"

Don't Break a Bird's WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang