Dibalik Panggung Acara

2 0 0
                                    

Usai memimpin acara hingga selesai, keduanya pun membelah kerumunan. Semua netra tertuju padanya, saat makhluk berlawanan jenis itu bergandengan. “Ciee, awas jadian ya,” teriak seseorang yang dikenal sebagai thaller yang memiliki selera humor tinggi.

“Dih, apaan sih, Jo. Kita cuma jalan-jalan aja. Iya kan, Beruang Kutub?” Gia memberi kode pada pria yang kini berhadapan dengannya. Sedangkan sang pria memasang senyuman nakal.

“Siapa bilang? Kita langsung tunangan.” Sang pria mengerling nakal. “Iya kan, Jo?”

“Astagfirullah, Beruang Kutub. Aku serius!” Gia kesal bukan main, lalu menghela napas panjang. “Mimpi apa sih aku semalam, sehingga dibecandain kayak gini?”

“Siapa yang bercanda sih, aku serius Gia.” Usai menjawab pertanyaan Gia, sang pria menyambar pergelangan sang gadis. “Ya, sudah. Ayo kita pergi sekarang!”

“Sukses ya, Nik. Jangan lupa traktirannya, nanti malam.” Juanda melambaikan tangannya ke arah Niki, dan pria itu pun merespon dengan senyuman yang semakin melebar di bibir tipisnya.

“Yoi, aman Bro!” sahut Niki setengah berteriak, kini jarak mereka semakin jauh. Kedua pasangan itu telah menghilang dari pandangannya. Juanda turut merasakan kebahagiaan temannya–Gia. Sosok gadis yang sangat tegas dan penuh prinsip.

“Jo, kira-kira Gia beneran cinta sama tuh cowok?” tanya Arsya yang berdiri di sebelahnya.

“Ya iyalah, dia itu pria yang dicintai Gia sebelum Putra.”

Juanda membenarkan pertanyaan temannya, sedangkan Arsya meragukan jawabannya. “Masa sih, bukannya Gia cinta banget sama Putra? Bayangin Bro, tiga tahun tidak sekejap.”

“Perasaan gak ada yang bisa nebak, Sya. Mungkin aja tuh cewek tersihir sementara waktu.” Juanda melangkah, meninggalkan sahabatnya. “Dah, gak usah dipikirin. Yuk, kita makan!”

“Eh, gak bisa gitu dong, Jo. Aku belum selesai ngomong sama kamu.” Arsya berteriak, pria bertubuh kurus itu berusaha mengimbangi langkah Juanda, hingga akhirnya dia tak sengaja menabrak seorang gadis. “Eh, maaf ya, Zi. Aku gak sengaja.”

“Iya, gak apa-apa Arsya. Kamu udah makan belum?” tanya Zia dengan ramah.

Arsya menggeleng. “Belum, ini lagi mau makan sama Jo, kamu enggak makan?” tanya Arsya kepada gadis yang dia tabrak hingga direspon dengan gelengan.

“Belum, Sya. Aku gak ada teman, gimana kalau aku gabung aja sama kalian, boleh?” tanya Zia.

“Boleh, dong. Apa sih yang enggak buat Zia yang cantik,” ucap Arsya seraya mengedipkan netra secara bergantian.

“Dih bisa aja. Ya sudah, ayo!”

Keduanya melangkah menuju meja panjang yang terhidang berbagai makanan lezat, lengkap dengan minuman dan cemilan.

Sementara, Gia tak henti menatap pria yang berjalan di sebelahnya. Gia tak tahu bahwa diam-diam Niki memperhatikan dirinya. “Kenapa lihat-lihat, naksir?”

Seketika Niki menghentikan langkahnya, menatap ke arah sang gadis. “Kamu mulai naksir ya, sama aku? Atau masih ada rasa cinta buat aku?”

“Apaan sih, Kak? Gak lucu, lagian kakak kayak gak ada kerjaan lain selain memperhatikan gerak-gerikku. Aku salah ya, kalau memperhatikan kakak?” Sang gadis mengerucutkan bibirnya, menatap tajam pada pria yang sedang berhadapan dengannya.

“Kenapa cemberut coba? Minta dikuncir tuh bibir?” Niki membungkukkan tubuhnya, menyamai tinggi badan sang gadis. “Atau mau aku cium tuh bibir?” Niki mengerling nakal, membuat Gia kesal dan memukul seluruh tubuhnya, termasuk dibagian pundak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Happy Thalasemia DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang