2. Mungkin, kita masih bisa mempertahankan ini.

178 34 3
                                    

• Mungkin •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• Mungkin •















































































































Damara itu orangnya ceria dan tak pandai membohongi seseorang melalui ekspresi wajah nya. Jika ia merasa bahagia, pasti wajah nya akan terlihat berseri-seri. Begitu pula sebaliknya. Jika ia merasa marah, pasti perasaan itu akan terlihat begitu ketara sekali di wajahnya.

Maka dari itu, Hera yamg mendapati rekan barista nya ini yang tampak tersenyum tanpa henti itupun tak merasa kebingungan. Ia tahu sekali pasti sesuatu hal baik menghampiri gadis bule itu sebelumnya.

"Bahagia banget nampaknya," celetuk Hera sehabis dirinya meletakkan cangkir-cangkir kopi yang baru saja ia cuci itu di rak khusus pengeringan.

Tentu senyuman Damara menjadi semakin lebar dibuatnya. Tak jarang ia terkekeh kecil, lengkap dengan bulan sabit yang terbentuk di kelopak matanya, senyuman khas seorang Damara si mentari dari Australia. "Abis dapat jatah cium dari Hawa," balasnya, membuat Hera yang mendengar itupun langsung berlagak ingin muntah. 

Ayolah, padahal sebelumnya Damara tampak seperti orang yang di tinggal nikah. Namun, kali ini Damara malah tampak seperti orang gila.

Hanya karena sebuah ciuman Damara bisa terlihat seperti ini?

Maka yang bisa dilakukan Hera di detik berikutnya pun hanya menampilkan wajah jijiknya, dan kembali memfokuskan diri untuk melanjutkan pekerjaan nya sebagai seorang barista.

Sedangkan Damara, dirinya diam-diam masih membayangkan betapa lembutnya bibir Hawa yang mendarat di kedua labium merah merekah miliknya. Bisikan lembut dari suara manis Hawa yang khas pun turut menyapa indera pendengaran nya.

"Semangat kerja nya, ya? Makan malam nanti biar aku yang masakin."

Itu yang Hawa bisikan, sebelum akhirnya sang kekasih kembali memberikan kecupan perpisahan kepada Damara yang hendak pergi bekerja paruh waktu di cafe nya, dan Hawa yang hendak berangkat menuju kampus nya. Ah, mungkin perubahan sikap yang Hawa berikan kepada dirinya kemarin hanya dikarenakan perempuan mungil itu tengah lelah menghadapi dunia perkuliahan nya. Dan, untung saja Damara bisa memaklumi nya.

Maka Damara pun kembali melanjutkan pekerjaannya sebagai seorang barista paruh waktu itupun dengan semangat yang membara.

Oke, kita tinggalkan Damara yang masih kasmaran itu seorang diri dan beralih ke Hawa yang tengah mengais ilmu di bangku perkuliahan nya itu.

Hawa si anak Sastra itu tengah termenung kala dosen nya tengah memberikan penilaian hasil dari presentasi sekelompok mahasiswa yang tengah berdiri di depan kelas. Pikiran nya terbang entah kemana, meninggalkan raga nya yang masih terduduk— tenggelam diantara manusia-manusia yang tengah berjuang menaikkan derajat keluarganya.

Mungkin | NinizTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang