• Mungkin •
Perseteruan mereka di ruang staff toko pastry di hari itu menyebabkan Hawa dan Damara saling berdiam diri.
Hawa dengan ego nya yang tinggi, dan Damara dengan perasaan tidak terima nya.
Okey, mungkin untuk dihari itu saja Damara masih bisa memaklumi jika Hawa mendiami dirinya dikarenakan mood swing nya dan karena ketidak hadiran Marchel si rekan kerja sang kekasih. Tapi, untuk hari-hari setelah nya?
Damara menghela nafasnya dengan lelah kala Hawa terus menghindari dirinya. Kamar tidur yang biasanya mereka tempati itu kini terkunci begitu rapat, seolah-olah Hawa kembali tidak mengizinkan Damara untuk tidur bersama nya.
"Yah, mungkin aku harus tidur di sofa lagi," gumam nya dengan manik amber nya yang terus menatap pintu kamar mereka dengan nanar.
Setelah mendaratkan punggungnya pada sofa, Damara dengan tak rela harus mengistirahatkan tubuhnya di sofa tersebut, meskipun dengan resiko jika di esok harinya rasa pegal akan menyerang tubuhnya.
Tak apa, daripada tidak tidur sama sekali, pikirnya.
Satu tangan kurusnya meraih remote televisi yang letaknya berada di meja depan sofa. Ia pun menyalakan televisi tersebut, dan menonton siaran apapun yang tengah terputar pada saat ini dengan tatapan kosong.
Tak lama kemudian dirinya mendengar suara pintu kamar mereka yang terbuka— menyebabkan Damara segera memejamkan kedua matanya, berlagak jika dirinya sudah terlelap.
Sayup-sayup telinga nya mendengar derap langkah kaki yang semakin mendekat kearahnya, disusul pula dengan sehelai selimut yang menutup tubuhnya dari dada hingga ke ujung kaki.
Cup.
Sebuah kecupan lembut mendarat di keningnya, disusul dengan bisikan penuh penyesalan dari Hawa. "Maaf."
Sungguh, Damara ingin sekali merengkuh Hawa saat ini. Namun, ia juga merasa sakit hati setelah Hawa menuduh dirinya yang cemburuan.
Maka yang bisa Damara lakukan hanyalah membiarkan Hawa yang kini mematikan televisi dan kembali berjalan menuju kamar mereka, sebelum akhirnya kembali menutup pintu kamar itu rapat-rapat.
Kedua matanya perlahan terbuka. Damara termenung dengan sepasang iris polos nya yang menerawang langit-langit ruang tengah mereka, dengan kedua tangannya yang sibuk meremat selimut pemberian Hawa.
Mungkin, tidak seharusnya Damara memancing amarah Hawa, kan?
Tapi, Damara benar-benar tidak bermaksud untuk membuat keadaan mereka seperti ini. Yang ia butuhkan hanyalah penjelasan dari Hawa terkait perubahan sikap nya, itu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mungkin | Niniz
De Todo[Newjeans lokal AU, Niniz; Pham Hanni & Danielle Marsh] . Hawa dan Damara mungkin terlihat sempurna, atau mungkin justru sebaliknya? ©hyewonjoo, 2024