26

5.4K 348 2
                                    

🗻 Rinjani

Beberapa hari berlalu tanpa aku bertemu dengan mas Juna, aku sengaja pulang ke rumah mama dan papa setiap hari, karena memang aku belum siap jika harus berpapasan barang sebentar dengan mas Juna.

Aku menyibukkan diri dengan interview pekerjaan dan menyiapkan barang-barang kedai ku sebelum buka, sampai sore ini mama memanggilku untuk ngobrol santai di ruang TV.

Aku melihat papa yang ternyata sudah di rumah dan sibuk bermain PS "Eh udah balik anak papa?" Seketika papa meletakkan mainannya itu dan ikut sibuk memperhatikan ku seperti mama.

"Apa ada yang perlu kamu obrolin bareng kami dek?" Tanya mama.

"Mas Naga sudah cerita ya?" Mama menggeleng "Mas gak mau cerita soal hal yang lagi kamu hadapi, menurut mas bukan ranah mas cerita itu ke mama, makanya sekarang mama tanya ke kamu langsung,"

"Kamu bisa cerita ke kami dek kalau kamu nyaman," sahut papa.

Aku menyandarkan tubuh lelahku di sofa ruang TV ini, aku menatap kedua orang tua ku sebelum akhirnya menceritakan hal yang sedang aku hadapi.

"Aku sama mas Juna lagi jeda,"

"Karena?"

"Aku kecewa sama kenyataan yang mas Juna sampaikan,"

"Apa itu dek? Kalau kamu boleh tahu,"

"Mas Juna pernah tidur sama mantan pacarnya yang terakhir, dan kemarin cewek itu datang ke kosan mas Juna tanpa mas Juna duga, dia mencium mas Juna tapi mas Juna pilih diam, katanya kalau mas Juna beraksi apa pun itu malah membuat cewek itu merasa diladeni,"

"Aku gak nyangka aja sebelumnya," imbuhku pada akhirnya.

Mama dan Papa saling melempar pandangan, sepertinya mereka hati-hati sekali dalam menanggapi hal ini "Putusnya kenapa kalo mama boleh tahu?"

"Ceweknya yang mutusin, karena mas Juna naik jabatan duluan,"

"Mereka satu kantor?" Aku mengangguk.

"Dek sorry banget ini mama harus tanya, ceweknya pernah hamil anak Juna?" Aku menggeleng.

"Dari cerita yang aku dapat mas Juna melakukannya cuma sekali itu pun karena mas Juna sedikit mabuk, tapi dia pakai pengaman,"

"'Terus jeda kalian ini maksudnya buat apa dan sampai kapan?"

"Aku belum tahu pa, mas Juna kasih aku waktu untuk berpikir dan mengambil keputusan,"

"Apa kamu sudah dapat jawabannya selam beberapa hari ini?"

"Aku masih bingung ma,"

"Kamu bawa dalam doa gak?" aku mengangguk.

"Tanyakan ke diri kamu sendiri dulu dek, apa hal ini benar-benar bisa memperngaruhi hubungan kalian ke depannya? kalau bisa diatasi ya diatasi, kalau memang tidak bisa dipaksa ya kamu jangan pura-pura kuat," ujar papa.

"Menurut papa sama mama gimana?"

Papa berdehem sesaat "Kalaua papa sebagai laki-laki yang dulunya pernah brengsek ke mama kamu, papa berharap kamu bisa memaafkan Juna, bukan mewajarkan yang dia perbuat tapi hal itu terjadi kan karena beberpa faktor yang gak bisa kita duga sebelumnya terlebih kejadiannya sebelum kalian memulai hubungan kan?"

"Tadi sempat terlintas di pikiran papa, apa ini karma yang papa dapat ya karena waktu itu bertindak di luar batas ke mama, tapi ternyata Juna di bawah pengaruh alkohol dan mantannya bisa saja mengambil kesempatan itu kan?"

"Tapi kalau kamu memang merasa gak seharusnya dapat laki-laki kayak Juna ya papa gak mempermaalahkan pemikiran mu itu dek,"

Mama melirik ke papa untuk memastikan papa telah menyelesaikan dalam mengutarakan opini nya itu "Kalau mama pribadi selalu dari dulu menanamkan hidup tiap orang tuh urusan orang itu masing-masing, mama gak bisa handel hidup orang lain apa lagi sebelum kita mengenalnya kan?"

"Kalau misal hal itu terjadi ya mungkin itu sudah jalan yang harus Juna lalui dulu sebelum takdirnya bertemu kamu dek."

"Kalau Juna melakukannya hanya sekali, menurut mama memang dia gak niat buat mengulanginya lagi, bukti setelahnya dia menjaga diri biar kejadian yang sama gak terulang, poin pentingnya yang lain adalah gak sampai punya anak dek,"

"Mungkin mama akan langsung suruh kamu buat putus hubungan sama Juna kalau mereka sampai sempat punya anak, anak itu bisa banget buat perasaan seseorang berubah-ubah, mungkin kalau dulu mereka sampai punya anak dari hubungan semalam itu Juna akan lebih mempertimbangkan hubungan mereka ke arah yang lebih serius, tapi kalau Juna malah memilih mengiyakan putus ketika diputuskan menurut mama Juna memang gak berniat serius sama mantannya itu, astaga mama haus deh, bentar mama ambil minum dulu," mama beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pantry.

Aku melirik papa yang sedang tersenyum menatapku, papa langsung berpindah duduk ke sampingku dan disana dia merangkul ku "Gak apa-apa dek, dunia kalian gak akan berhenti hanya karena Juna mengakui kesalahan yang pernah dia buat, kesalahannya tidak dia sengaja juga kalau menurut papa."

"Kalian berhak memperbaiki diri masing-masing dan berkembang bersama selagi kamu sendiri merasa mampu menerima kekurangan Juna itu."

"Papa yakin selama ini kamu sudah menjaga diri denga sangat baik, papa gak akan mempertanyakan hal itu, tapi yang papa ingat tuh anak papa gak pernah namanya menyepelekan seseorang hanya karena mereka gak sesuai dengan penilaian kalian."

"Sakit banget pa rasanya," aku sudah terisak dan berusaha menghapus air mataku cepat-cepat, tapi jemari papa sudah mengambil alih lebih dulu "Papa tuh jarang lihat kamu nangis, jadi papa gak mau menyepelekan perasaan kamu terkait hal ini dek,"

"Tahu gak, manusia yang paling menyedihkan itu adalah manusia yang merasa dirinya paling benar dan sempurna, kamu bukan manusia yang seperti itu kan dek?"

"Kalau pun nantinya kamu memutuskan untuk gak lanjut lagi sama Juna, ya papa gak masalah, yang penting kamu gak memandang Juna rendah, kamu harus ingat hal-hal baik yang sudah dia lakukan dan ciptakan untuk menghidupkan hubungan kalian selama ini, papa senang kamu sama Juna, kamu jauh lebih bahagia dan produktif,"

"Tugas papa dan mama ya sampai disini, cuma kasih pandangan dari sudut kami masing-masing, selebihnya ya kamu sendiri dek karena kamu sudah dewasa dan legal untuk mengambil sebuah keputusan,"

"Dunia manusia tuh gak akan berhenti hanya karena dia sudah gak perawan atau pun perjaka, mau buka segel kapan yan terserah pribadi masing-masing sudah include tanggung jawabnya kan, dan ngomong-ngomong soal segel, berasa segel LPG gak sih dek?" papa tertawa sambil menjawil ujung hidungku.

"Papa ih!" aku mencubit perut sampingnya, selalu saja ada hal absurd yang dia sisipkan dalam pembicaraan.

""Ih orang benar kok!" dia tidak terima.

"Papa malah gak akan kasih kalian restu kalau tiba-tiba kamu diperkosa sama Juna, gak akan ada ceritanya kalian lanjut pelaminan walau kamu hamil anak dia kalau caranya salah seperti itu,"

"Kalau itu terjadi baru namanya dia seorang kriminal dan gak pantas jadi pendamping anak papa, yang ada anak papa trauma seumur hidup!"

"Tapi Pa, kalau aku lanjut mungkin aku akan kepikiran soal mas Juna yang melakukan hubungan itu sama mantannya, itu juga gak sehat kan?"

"Ke psikolog mau?" tawar papa tiba-tiba.

"Apaan sih?"

"Eh serius papa dek, kalau bisa dibantu ya kita cari bantuan, jangan pernah anggap remeh soal mental, papa paling gak suka,"

"Sebelum kamu semakin jauh berpikiran liar dan nantinya bisa membuat kamu merasa insecure ya kita atasi di awal aja, mau?"

Aku mempertimbangkan ide ini, kemarin Olin juga sempat memberi saran ini tapi menurutku kenapa lebay sekali, tapi kalau papa yang bilang memang banyak benarnya "Aku pikirin dulu pa,"

"Oke kalau gitu, papa tunggu jawabannya,"

"Kamu masih kontak-kontakan sama Juna?"

"Masih, cuma gak sering,"

"Jangan kamu biarkan dia merasa bersalah terus menerus kak, dia pasti juga punya pekerjaan yang harus diselesaikan, jangan sampai kamu menghalanginya, ya?"

"Gak susah kok jadi orang baik, jadi lakukan ya!" aku mengangguk dan papa memberiku ciuman di puncak kepala.

Juna Jani, I Love You Pak Kos!  (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang