23

5.4K 387 9
                                    

🏔️ Arjuna

Aku menghubungi Naga, dan benar dugaanku Rinjani datang menemuinya, Naga bilang dia sedang latihan di club basketnya jadi aku langsung saja pergi menuju kesana, benar yang Naga bilang karena saat aku datang aku sudah melihat mereka duduk bersebelahan di tribun penonton.

AKu bahkan belum cerita apa-apa tadi padanya saat kami tersambung ditelpon, tapi ketika Naga turun dan menuju ku, dia menepuk pundakku singkat dan berkata "Bilang aja apa adanya, Jani lebih suka kejujuran walau itu sakit, sekali bohong gak akan ada kesempatan lagi, good luck bro!"

Aku langsung berjalan menujunya dan dia nampak sedikit terkejut karena kehadiranku saat ini, aku mengambil duduk di sampingnya "Maaf kamu harus lihat semuanya," aku memulai pembicaraan yang serius.

"Yang tadi Ratih, mantan pacarku waktu di Jakarta,"

"Jujur aku gak tahu kenapa dia tiba-tiba datang, aku juga baru sampai di kosan bareng anak-anak, aku lagi di dapur dan tiba-tiba dia meluk aku dari belakang dan setelahnya yang seperti kamu lihat tadi,"

"Kenapa gak menghindar dari semua yang dia ciptakan?" tanyanya.

"Mas khilaf?" imbuhnya.

Aku menggeleng "Aku gak mau dia berpikir aku meladeni serangannya, makanya aku memilih untuk gak bereaksi, maaf kalau pilihanku buat kamu kecewa,"

"Ratih tipe perempuan yang ambisius, kalau kita gak terpengaruh sama apa yang dia lemparkan itu bisa bikin dia sakit hati dan marah,"

"Ngapain tadi dia kesana?"

"Ajak balikan,"

"Terus?"

"Ya aku gak mau, aku bilang aku sudah punya kamu,"

"Misal belum sama aku mas Juna mau balikan?"

"Gak,"

"Kenapa?"

"Karena memang bukan Ratih yang aku mau,"

"Terus kenapa dulu pacaran?"

"Mungkin karena dia partner kerja yang kompeten dan bisa bantu pekerjaan aku cepat selesai,"

"Maafin aku ya yang,"

"Apa lagi yang perlu aku tahu tentang kalian? biar sekalian sakitnya," deg, jantungku menjadi tidak santai detaknya tapi dia bertanya dengan cukup tenang.

Aku diam sebentar, aku memang berniat memberitahu hal ini pada Jani tapi menurutku belum dapat waktu yang tepat, tapi aku juga tidak boleh egois, aku tidak mau disaat dia semakin bahagia aku malah menyakitinya dengan sebuah kenyataan "Aku pernah tidur sama dia," kemudian hening, tidak ada diantara kami yang bicara, aku tahu dia semakin dalam kecewanya.

"Sampai hamil?"

"Gak, cuma sekali, itu pun dia menyiapkan pengaman," aku menjelaskan secara detail tapi garis besarnya saja, waktu kejadiannya adalah saat malam pergantian tahun, teman-teman kami mengajak party dan ternyata setelahnya Ratih membawaku ke sebuah kamar hotel yang sudah lebih dulu dia pesan tanpa sepengetahuanku.

"Dia yang pertama buat mas?"

Aku tahu ini akan membuatnya semakin membanding-bandingkan dirinya dengan Ratih, aku berlutut di hadapannya kemudian meraih tangannya "Iya, dia yang pertama, setelah itu aku sama sekali gak pernah mengulangi itu dengan siapa pun, tapi aku bukan pria pertama untuknya,"

"Jadi mas kecewa karena bukan yang pertama buat dia?"

"Bukan gitu, aku cuma mau bilang kalau bukan aku yang ambil keperawanannya, mungkin fokus kamu di poin itu,"

"Maafin aku yang, aku tahu ini sudah terjadi bahkan saat kita belum saling kenal dan memiliki hubungan, tapi aku mau jujur ke kamu, aku mau kamu ambil keputusan mau menerima aku atau gak setelah ini,"

"Kenapa mas milih bilang ini ke aku? kan mas bisa diam aja dan aku gak pernah tahu,"

"Iya benar, tapi rasanya aku akan merasa ganjal kalau gak coba jujur ke kamu, dan aku mau kamu tahu kalau benar-benar sudah selesai dengan dia,"

Rinjani meneteskan air matanya, aku akan mengusapnya tapi tangannya sudah mengahalngiku melakukan itu "Aku bisa sendiri!" tegasnya.

"Maafin aku yang, aku benar-benar sadar ini bisa membuat hubungan kita jadi aneh dan gak seperti yang sudah-sudah, tapi jujur aku sudah nyaman dengan hubungan ini,"

Dia tersenyum meremehkan "Nyaman? kita aja baru sebentar mas bisa menilai darimana sisi nyamannya? sama dia kamu lebih lama tapi ujungnya juga pisah kan?" aku mulai kehabisan kata harus menjelaskan seperti apa kenapa hubungan ku dengan Ratih akhirnya berakhir.

"Aku pernah bilang kan kalau dia yang memutuskan aku karena aku yang lebih dulu naik jabatan? selain itu ibu juga gak sreg dengan Ratih, aku gak tahu pasti bagaimana penilaian ibu padanya, jadi ketika dia minta kami pisah aku langsung mengiyakan,"

"Apa yang mas harapkan dari aku setelah mas mengaku begini?"

"Aku tahu aku gak bisa berharap banyak yang, aku akan kasih kamu waktu untuk berpikir gimana hubungan kita kedepannya, aku gak mau egois dan aku gak mau kamu memaksakan diri untuk terus sama-sama aku padahal aku sudah membuat kamu kecewa,"

"Iya, jujur aku gak masalah kamu melakukan itu di masa lalu mu, aku senang kok kamu jujur, toh selama hubungan kita kamu gak pernah macam-macam, kamu selalu jaga aku bahkan kamu gak pernah nunjukin gelagat mau ke arah selingkuh, tapi memang ternyata aku kecewa,"

"Aku gak bisa memastikan kalau besok-besok aku akan baik-baik aja, aku gak tahu apa besok kalau kita lebih serius dan melakukan hubungan itu yang kamu pikirkan tetap aku atau malah dia,"

"Aku tahu yang pertama akan selalu mendapat tempat khusus entah di hati atau memori kamu, aku gak bisa bayangin kalau aku selalu akan di nomor dua setelah semua ini,"

"Aku gak munafik mas, aku selama ini menjaga diri baik-baik demi mama dan papa gak kecewa dan demi aku bisa menghormati calon suami ku nanti, tapi kenapa kamu ternyata kayak gini?" tangisnya semakin jadi dan aku meraihnya, dia tidak menolak, sepertinya energi dirinya telah terkuras.

"Aku sayang kamu Jani, tapi aku juga gak mau nyakitin kamu dengan hal ini, pikiran manusia bisa menjadi lebih liar bahkan tanpa pemicu, aku sadar aku sudah kasih pemicu itu ke kamu, aku takut kamu gak bahagia sama aku, tapi aku juga gak mau ngelepas kamu,"

"Misal kita harus berakhir, aku maunya kamu yang memintanya, karena aku gak akan pernah mau mengakhiri hubungan kita ini,"

"Aku egois dan jahat ya? tapi memang aku merasa sudah menemukan tempat nyaman ku di kamu,"

Dia mendorongku untuk menjauh, aku tidak mempertahankan posisiku dan memilih mengikuti alur ini, aku cukup tahu diri "Aku gak tahu harus apa, aku gak bisa kasih jawabannya sekarang, aku cuma mau kita berjarak dulu setelah ini,"

"Berapa lama?"

"Gak tahu mas, aku bahkan gak bisa mikir saat ini, jangan menambah pikiranku!"

"Iya iya oke, maaf, maafin aku,"

"Aku mau pulang, bisa kamu minggir?" aku berdiri dan menyingkir dari hadapannya, tanpa apa-apa lagi dia langsung berlari menuruni tribun tanpa menoleh padaku bahkan Naga yang dari tadi menunggu kami di bawah tribun, aku yakin dia juga mendengar semuanya.

Mungkin aku sudah gila dengan mengaku seperti ini padanya, sudah egois lebih tepatnya tapi aku memang harus mengaku padanya agar tidak ada rahasia yang kemudian hari malah dia dengar dari orang lain yang bisa menambah lebih rasa sakitnya.

.

Juna Jani, I Love You Pak Kos!  (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang