Suasana malam yang dingin terasa lebih dingin dari biasanya. Itu yang dirasakan anak remaja yang baru memasuki kelas 10 SMA.
Dia duduk di sofa dengan mata yang menatap kosong kearah televisi yang sedang menampilkan berita di malam ini.
"Di duga kecelakaan terjadi akibat pengendara truck yang sedang mabuk. Mobil dengan plat ***** mengalami kerusakan parah dan korban sudah dilarikan ke rumah sakit."
Itoshi sae adalah nama anak yang sedang menonton televisi itu. Ia memeluk erat boneka chibi maruko yang ia beli sewaktu kecil bersama ibunya.
Tak lama ia mendengar dering telepon rumahnya. Tanpa pikir panjang Sae langsung bergegas mengangkat telepon tersebut.
"Baik dengan keluarga Itoshi? Saya disini selaku polisi ingin memberitahukan bahwa Tuan Itoshi beserta istrinya sedang berada di Rumah Sakit Kamboja---"
Begitu banyak ocehan dari polisi tersebut dan Sae hanya mendengar beberapa langsung mematikan telepon tersebut dan bergegas menuju kamar sang adik, Itoshi Rin.
Dan disinilah mereka berada, di kamar nomor 254 yang berisi ibunya yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.
Ayah mereka dikabarkan telah meninggal saat mereka baru saja tiba di sana.
Rin sudah menangis sedari tadi di dekapan sang kakak.
"Kak, Bunda gapapa kan?" tanya nya masih sedikit terisak.
Sae yang sebenarnya butuh di tenangkan mencoba menenangkan sang adik dengan terus mendekap dan mengusap punggung kecil sang adik.
Hari-hari berlalu Bunda mereka dikabarkan koma dan entah kapan akan bangun dari tidur panjangnya.
Sae bersekolah seperti biasa sama halnya dengan Rin namun setelah malam itu Sae menjadi pribadi yang lebih pendiam dari biasanya dan terlihat sangat tidak terurus.
Beda dengan Rin, ia masih sering tertawa dengan teman sekolahnya untuk menghilangkan kesedihan yang ia alami, dan dia juga dirawat Sae dengan sepenuh hati. Dari menyiapkan air hangat di pagi hari, membuat sarapan untuknya, mencuci dan menggosok bajunya, semua yang dilakukan untuk memberi kasih sayang sementara saat Ibunya sedang berjuang dari komanya.
"Woi nanti di ajak anak-anak buat nongkrong," sae menoleh ke sumber suara dan itu adalah teman kelasnya. Jujur saja Sae tidak terlalu dekat dengan teman sekelasnya dan setelah kejadian di malam itu Sae semakin menjaga jarak lebih dari biasanya.
"Ga dulu, makasih." tolak mentah-mentah dari Sae yang langsung dihadiahi tatapan marah dari sang lawan bicara.
"Ya elah, dasar yatim piatu! Ada ga ada lo juga ga ada bedanya. Mending lu kerja aja sampe mampus demi bayar biaya rumah sakit ibu lu yang ga lama lagi juga bakal mati."
Sae sangat marah dengan perkataannya apalagi dengan suara ketawa yang menurutnya pantas untuk di musnahkan. Ia bangkit dari tempat duduknya dan langsung saja memukul rahang teman kelasnya itu.
Tak lama Sae dan temannya tadi sudah berada di ruang BK dan mendapatkan surat peringatan serta poin untuk masing-masing dari mereka.
Sae menghela napas kasar dan mengusap wajahnya. Sungguh hari ini membuat mood Sae yang sudah buruk semakin buruk lagi.
Jam sudah menunjukan pulang sekolah, tapi Sae bukanlah siswa biasa yang akan pulang ke rumah atau pergi bermain. Setelah pulang sekolah jadwalnya adalah pergi bekerja hingga malam untuk mendapatkan uang demi membayar pengobatan ibunya di rumah sakit.
Setelah mendengar ejekan dari sang teman kelas kini ia harus menghadapi senior nya yang sangat hobi sekali mencari cari kesalahan Sae.
"WOI BOCAH! itu meja nya ga bersih tolol, lo bisa ngelap meja ga sih?!" teriaknya membuat kuping Sae seakan hampir tuli. Jika Sae bisa Sae akan menjambak rambut yang di kuncir ponytail itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji di Ujung Waktu || Itoshi Brothers
Short StoryKarakter milik Muneyuki Kaneshiro dan Yūsuke Nomura. Bagaimana cerita seorang anak yang baru menginjak usia 16 tahun harus berjuang tanpa orang tua demi membahagiakan sang adik tercinta? Apakah takdir akan berpihak kepadanya atau malah mempersulit...