Sudah dua bulan semenjak kematian satu-satunya wanita di keluarga Itoshi. Sekarang Rin dan Sae sedang berjuang mengerjakan selembar kertas ujian akhir semester.
Rin sangat fokus sekali, dia mengerjakan selembar kertas ujian itu dengan hati-hati dan tepat, berniat untuk mendapatkan nilai bagus agar dapat sekolah di SMP yang sangat ia impikan.
Banyak sekali soal-soal susah menurut Rin tapi tak sedikit juga yang mudah karena dia sudah belajar dari sore hingga malam di bantu dengan Sae tentunya.
Dua jam sudah berlalu dan Rin berhasil menyelesaikan semua soal-soal ujiannya. Kini ia bersiap untuk pulang tapi tiba-tiba ada sekelompok remaja yang datang ke kelas Rin dan diyakini Rin tau siapa mereka.
Remaja tersebut adalah OSIS yang sedang mempromosikan sekolahnya dan Rin tau bahwa jas yang di kenakan oleh remaja OSIS itu dari sekolah yang dulunya adalah sekolah Sae. Ya, Sekolah Menengah Pertama yang Rin impikan.
Mata Rin sungguh berbinar, melihat gaya bicara mereka yang sangat elegan sama seperti sekolahnya. Rin mendengarkan seksama tentang sekolah yang sedang di promosikan.
"Jadi ayo segera daftar di SMP Melati, jika kalian mengikuti gelombang pertama kalian akan mendapatkan diskon sebesar 50% dengan total harga 3 juta aja loh," ucap salah satu OSIS tersebut dengan ramah.
"Dan jika kalian mengikuti gelombang kedua, tenang aja temen-temen kalian tetap dapet diskon 20% dengan harga 5 jutaan aja lohh!" sahut OSIS yang lainnya.
"Terus buat gelombang ketiganya sayangnya ga dapet diskon ya teman-teman, jadi kalian bayaran full gitu. Jadi ayo segera daftar biar kalian dapet diskon gede di gelombang pertama!"
Tak lama salah satu OSIS membagikan selembar kertas pendaftaran yang tidak wajib di isi dan brosur sekolah mereka. Rin menatap selembar kertas yang di berikan kakak yang menurut nya cantik.
Rin membaca dengan cermat brosur yang sudah di bagikan, Rin begitu tertarik masuk di SMP Melati karena ekstrakurikuler bola nya yang sangat juara, juga dengan kelas intensif yang sangat menarik baginya.
Kata Sae dulu yang sudah masuk di kelas intensif dia bisa mengenal banyak teman yang bukan dari negara nya sendiri. Jadi Rin berusaha keras untuk masuk di kelas intensif tersebut.
Sejujurnya Rin tidak tertarik dengan mempunyai teman yang bukan dari negara asalnya, dia hanya ingin mengikuti jejak kakaknya agar ia merasa pantas dan setara dengan Sae.
Dulu orang tua mereka sering sekali membanding-bandingkan Rin dengan kakaknya, entah dari segi nilai maupun fisik. Jadi ia sangat berusaha keras untuk di akui seperti kakaknya juga supaya tidak malu jika bertemu dengan orang dan di tanya 'apa kamu sudah lebih dari kakakmu?'
Rin berjalan dari kelasnya menuju gerbang bersama temannya, karena seperti biasa Rin akan pulang tanpa di jemput karena tau kakaknya sangat sibuk.
Tapi tak di sangka mata hijau itu melihat seorang anak SMA berambut merah muda sedang tersenyum kearahnya.
"KAKAK!" rin tersenyum lebar lalu meninggalkan temannya dan berlari memeluk kakaknya.
Sae yang merasa tubuh nya di peluk oleh makhluk kecil reflek terkekeh dan berjongkok menatap sang adik.
"Gimana tadi ujiannya? bisa?" suara lembut itu keluar dari pita suara Sae.
"Gampang kok, tapi ada yang susah juga soalnya belum pernah di ajarin sama bu gurunya," sae menggandeng Rin dan berjalan kearah pulang sembari mendengarkan cerita dari adiknya.
Sae tersenyum mendengarkan betapa cerewetnya adik nya ini. Tak lama di tengah perjalanan Rin bercerita tentang OSIS dari SMP Melati yang mendatangi sekolah nya Rin. Sae juga mendengarkan penjelasan Rin yang hampir sama seperti yang di jelaskan oleh OSIS tadi.
Sae sedikit tertegun saat melihat brosur pendaftarannya, ia tidak pernah berpikir bahwa biaya masuk SMP akan semahal ini.
Sae dulu adalah anak yang sangat berkecukupan karena ayahnya yang bisa di bilang kaya, tapi kenapa semenjak orang tua mereka meninggal Sae harus repot repot bekerja sana-sini untuk menghidupi dirinya dan Rin? apakah mereka berdua tidak di beri warisan dari kedua orang tuanya?
Flashback On
"Jadi disini saya akan membacakan surat warisan yang sudah di tulis oleh Tuan Itoshi beberapa tahun yang lalu. Disini tertera bahwa Sae dan Rin mendapatkan warisan yang cukup seimbang dengan masing masing mendapatkan 50% harta warisan."
Sae duduk di tengah orang yang sudah berumur yang tengah membahas masalah harta warisan. Jujur Sae merasa kesal, ayahnya baru di kubur sekitar 10 jam yang lalu dan mereka sudah membahas harta warisan.
Karena kesal ia tidak terlalu memahami apa yang di ucapkan oleh laki-laki tua yang sedang membaca map yang entah isinya apa, yang Sae tau itu adalah data dari harta warisan sang ayah.
"Tapi pak, disini Sae dan Rin masih belum cukup umur untuk mendapatkan harta sebegitu banyaknya, apa tidak lebih baik saja saya selaku adik dari ayah mereka akan membawa harta tersebut untuk sementara dan besok jika Sae sudah berumur 18 tahun saya akan memberikan harta tersebut kepadanya,"
Sae memutar bola mata malas mendengar perkataan tersebut, karena sebetulnya Sae tidak suka dengan orang yang mengaku sebagai adik dari ayahnya. Sebab Sae tau jika pamannya ini adalah penggila harta.
"Maaf pak, tapi disini tertera tidak akan di berikan kepada siapapun karena harta ini milik Sae dan Rin,"
"Pak, saya ini adiknya, saya yang lebih tau kakak saya dari pada anda yang hanya membaca map tidak berguna itu. Sedari kecil kakak saya selalu menitipkan Sae dan Rin kepada saya, itu artinya saya adalah orang yang bertanggungjawab atas Sae dan Rin ketika kakak saya meninggal."
Sae sedikit menekuk alisnya tidak paham dengan ucapan pamannya ini, apa hubungannya dengan sering menitipkan dia kepadanya akan menjadi tanggungjawab saat ayahnya meninggal? dan sejak kapan Sae dan Rin di titipkan ke dia?
Itu adalah kalimat pertanyaan yang terus berputar di kepala Sae. Orang ini benar-benar tidak mau kalah dalam urusan harta.
Selang beberapa jam Sae mendengarkan perdebatan tersebut, harta warisan akhirnya jatuh ke tangan pamannya dan akan di kembalikan ke Sae saat dia berumur 18 tahun. Itupun jika harta nya masih ada atau bahkan sudah habis.
Dan dimulai dari saat itu Sae harus bekerja keras untuk mendapatkan uang demi pengobatan Ibunya di rumah sakit. Mahal memang tapi untung saja pamannya ini masih berbaik hati memberikan uang warisan ayahnya untuk pengobatan Ibunya, tidak banyak memang, hanya 50% saja tapi Sae bersyukur setidaknya bebannya sedikit berkurang dalam membiayai pengobatan ibunya.
**✿❀○❀✿**
Hai segini dulu ya, maaf kemarin niatnya mau publish tapi ternyata ada masalah keluarga. Tapi udah clear kok. Semoga suka ya.
Oiya kalian kalo aku buat ch telegram kalian mau join ga? isinya nanti tentang perkembangan cerita ini atau kalo ada cerita baru aku konfirmasi di ch itu juga biar bisa komunikasi sama kalian sih, hehe.
![](https://img.wattpad.com/cover/368735927-288-k710376.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji di Ujung Waktu || Itoshi Brothers
Short StoryKarakter milik Muneyuki Kaneshiro dan Yūsuke Nomura. Bagaimana cerita seorang anak yang baru menginjak usia 16 tahun harus berjuang tanpa orang tua demi membahagiakan sang adik tercinta? Apakah takdir akan berpihak kepadanya atau malah mempersulit...