Dua

235 14 0
                                    


Dua

Indira sudah menyiapkan keperluannya untuk menginap di Bali selama tiga hari, dia membawa tas ransel besar. Jangan tanyakan tentang koper, karena dia jelas saja tak memilikinya. Dia juga sudah menyiapkan makanan untuk seharian ini. Kini dia menghampiri Izan yang menatap dirinya dengan pandangan pilu.

"Kakak berangkat kerja dulu ya," ucap Indira. Irvan yang memakan snack yang dibeli di warung dekat rumah itu tampak asik menikmati makanannya. Indira bahkan membayar lunas hutang mereka pagi tadi sehingga tak ada celotehan yang terdengar dari ibu pemilik warung itu lagi.

Kemarin dia membayar biaya perpisahan dan ujian Izan, uangnya masih tersisa dan dia akan mendapat uang lagi nantinya.

"Maafin Izan ya Kak, karena Izan kakak harus kerja padahal ini hari libur kakak," tutur Izan merasa bersalah. Indira memegang bahu adiknya, tinggi tubuhnya bahkan sudah melampaui tinggi Indira.

"Enggak apa-apa, lagi pula kakak juga butuh uang untuk kita semua. Lihat-lihat bapak ya kalau bapak butuh sesuatu, mata bapak kan kurang jelas melihatnya. Kakak pergi selama tiga hari, kakak tinggalin uang di dompet pouch kamar kakak untuk beli makanan atau minuman selama kakak pergi, jaga Irvan ya," ucap Indira mengacak rambut adiknya. Izan hanya mengangguk.

"Izan janji, nanti kalau Izan sudah kerja, Izan balas semua kebaikan kakak," tutur Izan seraya mengangkat wajah menatap kakaknya. Indira hanya mengangguk pelan. Ojek online yang dipesannya sudah datang. Dia pun berjalan menuju abang ojek itu dengan tatapan mata sedih. Dia tak menyangka akhirnya dia kini resmi menyandang gelar ani-ani atau sugar babby seperti yang diucapkan teman-temannya dulu ketika menggodanya.

Indira melambaikan tangan ke arah dua adiknya ketika dia sudah dibonceng di sepeda motor matic itu. Sepanjang perjalanan menuju mall dia merasakan kegelisahan, namun ada rasa lega sekaligus. Karena dengan uang ini dia bisa membebaskan keluarganya dari hutang di warung, juga bisa membayar biaya sekolah adik-adiknya.

Dia sempat berkilah, selama ini dia melakukan karena cinta namun kini karena uang. Seharusnya tidak ada perbedaan, kini dia tidak dirugikan sama sekali tidak seperti sebelumnya kan?

Indira menghampiri Efrain yang sudah menunggu di dekat lobby, Efrain mengerutkan kening melihat penampilan Indira. Jeans belel dengan jaket tebal, juga tas ransel. Apa yang dia pikirkan? Dia menarik napas panjang dan memaksa senyumnya.

"Sini aku bawa," ucap Efrain. Ransel Indira sepertinya berat.

"Makasih, Mas," jawab Indira menyerahkan ransel itu.

"Kamu enggak punya koper?" tanya Efrain. Indira menggeleng.

"Kita beli koper kecil dulu ya," ucapnya kemudian. Indira hanya mengekor. Efrain langsung menuju penjual tas dan koper, tanpa banyak tanya diambil koper yang bisa dikendarai. Pasti wanita itu senang, lagi pula mereka akan sering bepergian nantinya.

Setelah membayar, Efrain mengajak Indira ke toilet dan di satu sudut mereka memindahkan barang-barang Indira dan memasukkan dalam koper berwarna pink itu.

"Ini yang bisa dikendarai ya?" tanya Indira. Efrain hanya mengangguk seraya menyeret koper itu.

"Kamu kasih alasan apa ke keluarga kamu?"

"Kerja sampingan," ucap Indira, ya ketika dia berpamitan pada ayahnya pun dia mengatakan bahwa dia ada kerja sampingan ke Bali.

"Kalau gitu kamu harus pakai baju seperti orang kerja dong," ucap Efrain. Indira menggeleng, nanti uangnya akan terpotong kan? Koper tadi saja cukup mahal. Bagaimana kalau dipotong dari uang bayarannya? Sedangkan dia memiliki banyak hal yang ingin dilakukan termasuk mengajak dua adiknya jalan-jalan.

Be My Sugar Daddy (Ongoing Karyakarsa dan wattpad)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang