Sepuluh

128 8 0
                                    

Sepuluh

Indira tiba di rumah saat petang, dia kemudian melihat ponselnya. Banyak sekali pesan dari Farhan yang menanyakan keberadaannya. Dia bahkan mengaktifkan mode silent ponselnya sejak perjalanan pulang tadi.

Setelah mandi, baru lah Indira mengatakan bahwa dirinya sudah di rumah. Farhan akan menjemputnya, itu sebabnya dia segera berganti pakaian dengan pakaian yang agak sopan. Sejujurnya jantungnya sangat berdebar mengingat ini kali pertama Farhan akan membawanya ke rumah, mengenalkan dirinya pada keluarganya.

Indira merasa tubuhnya yang lemas, kelelahan. Efrain seperti tak memberinya istirahat karena terus menggaulinya bahkan sampai mereka ingin pulang tadi dia masih melakukannya satu kali. Namun Indira tidak mungkin menolak ajakan Farhan untuk ke rumahnya. Dia tak mau Farhan membatalkan niat menikahinya.

Terlebih dia tak melihat masa depan dalam hubungan dengan Efrain, pria itu jelas tidak mau menikah. Dan juga dia yang kerap kali berganti pasangan membuat Indira yakin suatu saat jika Efrain bosan padanya mungkin dia akan dibuangnya seperti sugar baby yang lain.

Sebuah pesan masuk ke ponselnya ketika dia menunggu Farhan, pesan dari Efrain yang kembali mengiriminya, 'uang jajan.'

Indira mengucap terima kasih dan menghapus semua pesan dari Efrain, dia tak mau Farhan curiga jika tak sengaja membaca pesannya.

"Mau ke mana Ndi?" tanya ayahnya yang kini sudah bisa melihat lagi.

"Ke rumah mas Farhan, Pak. Katanya mau dikenalin ke keluarganya," ucap Indira.

"Oh syukurlah jika memang dia sudah memiliki niat baik, semoga hubungan kalian dilancarkan," ucap ayahnya. Indira tersenyum, tak pernah terbayang melihat ayahnya yang kini bisa melihat lagi. Merenovasi rumahnya yang sederhana itu. Dia mengecat ulang temboknya, memperbaiki jendela dan pintu yang rusak.

Sementara di depan televisi, ada dua adiknya yang bermain play station pemberian Indira, mereka tampak berbahagia memainkan permainan yang sebelumnya hanya bisa dimimpikan saja.

Keduanya bermain permainan sepak bola dan terlihat sangat senang, tawa riang tercetak di wajah mereka berdua. Suara motor terdengar di luar, Indira keluar dari rumah dan menyambut kekasihnya. Pria yang tingginya mungkin beda sepuluh senti darinya, rambutnya yang disisir rapih dan dia memakai sweater berwarna hitam dengan celana jeans dan sandal khas pria.

Farhan menyapa ayah Indira, dia pernah bertemu beberapa kali ketika berkunjung ke rumah Indira, namun dia baru menyadari bahwa ayah Indira kini sudah bisa melihat. Pria itu tersenyum ke Farhan. Wajah Farhan memang menyiratkan bahwa dia adalah pria yang baik dan bisa diandalkan.

"Pak, izin ajak Indira ke rumah ya, ada acara keluarga di rumah," ucap Farhan seraya berpamitan.

"Iya silakan, pulangnya jangan larut malam ya, besok kan harus kerja," ucap ayah Indira.

"Iya, Pak," jawab Farhan seraya menyalami ayah Indira. Dia pun membonceng Indira di belakang, yang ketika sudah keluar dari gang pun memeluk pinggang Farhan, menghirup aroma tubuhnya, meski tidak sewangi aroma tubuh dari parfum mahal milik Efrain, namun Indira merasakan kenyamanan, hanya hatinya cukup sakit mengingat dia sudah mengkhianati Farhan.

Seandainya saja waktu itu Farhan mau meminjamkan sedikit uangnya, mungkin dia tak akan melakukan hal seperti ini? Namun, Indira kemudian tersadar bahwa itu hanya alasan pembenaran belaka saja.

Di perjalanan, Indira meminta singgah ke toko kue. Dia membelikan kue bolu yang paling mahal di toko itu untuk dibawa ke rumah keluarga Farhan. Setelah menempuh perjalanan kurang dari satu jam dengan sepeda motor. Mereka tiba di rumah Farhan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Be My Sugar Daddy (Ongoing Karyakarsa dan wattpad)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang