Arumi tak melanjutkan kalimatnya membuat Ali merasa geram.
Pasalnya saat ini Arumi malah tampak sibuk sendiri dengan dunianya, sedang melamun, bergumam sesuatu dan tertawa sendiri. Benar-benar aneh.
“Hey, Arumi. Selanjutnya apa?“ Sudah tak bisa ia bendung lagi rasa penasarannya. Ia benar-benar ingin tahu, ia juga ingin bertemu dengan Sil- dengan peri dan mencari tubuhnya.
Arumi tersadar dan menoleh langsung, tanpa rasa bersalah ia malah tersenyum lebar tanpa dosa. Membuat Ali harus ekstra menahan amarahnya yang kian memuncak.
“Haha, maaf maaf. Aku malah melamun,” Arumi menggaruk tengkuknya sambil cengengesan.
“Jadi, bisakah aku ambil selembar kertas itu?” Pinta Arumi menunjuk Ritual Paper yang memang berada tepat disebelah Ali terduduk.
Ali melihatnya, mengambil satu lembar kertas tadi dan memberikannya kepada Arumi.
“Terimakasih,” terangnya. Kini kedua tangan Arumi tengah sibuk dengan ketiga benda yang berada persis di hadapannya.
Pertama, ia memisahkan kelopak bunga mawar yang harum baunya dengan tungkainya. Lalu ia letakkan di plastik tadi.
Kemudian kertas yang Arumi genggam ia robek-robek menjadi bagian kecil. Sebelum iar merobek kertas itu, sang gadis bertanya kepada Ali, “berapa usiamu, Ali?”
“Huh, aku 18.” Gugupnya.
Sang gadis ber oh ria. Lalu Arumi merobeknya dengan sangat hati-hati, sangat presisi dan sama ukurannya. Terkumpul lah delapan belas potongan.
Ali kembali dilanda rasa penasaran. Untuk apa itu semua? Mungkin itu yang Ali pikir, hingga Ali bertanya langsung ke Arumi.
“Itu untuk apa?” Celetuknya tiba-tiba. Matanya bergantian menatap benda-benda tersebut.
“Hm? Oh, ini? Untuk memanggil peri Tara.” Jawabnya dengan senyum sumringah.
Peri Tara? Nama yang indah, identik dengan malam dan bintang.
Ali hanya menjawab dengan anggukan kepala.
“Yosh, selesai!” Arumi bertepuk tangan sambil tersenyum riang hingga memperlihatkan gigi putihnya. Dia benar-benar cantik. Lagi dan lagi, Ali merasa Dejavu saat menatap wajah cantik Arumi.
“Ali, mendekat lah, sini.” Ucap Arumi lembut, melambaikan tangannya mengajak Ali untuk mendekatinya. Sang lelaki patuh, ia bangun dari duduknya dan berjongkok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spirit Rail
Spiritual"Untukmu, raga dan jiwa yang telah pergi dari dunia." __Alingga Pradipta. Satu tahun, Astral Projections, waktu paling berharga dalam hidup seorang Ali. Lelaki kesepian yang sosok ibu dan ayahnya tak menyayanginya. "Ali, lupakan aku. Lupakan aku." _...