4. Awal Keberangkatan

1 1 0
                                    

"Kompas??!"

Elania menganggukan kepalanya sembari mengamati kompas tersebut. Namun tiba tiba terdengar ketukan pintu dari balik pintu kamar mereka.

Tok tok tok

"dek, ini kak Neuron!" ucap Neuron dari balik pintu.

Dengan cepat Elania dan Ziena langsung menyembunyikan kompas tersebut dan bersikap seolah tidak terjadi apa apa.

"masuk saja kak!"  Sahut Ziena.

Neuron pun membuka pintu setelah mendapat izin dari Ziena.
"Maaf, tadi ada apa ya.. sepertinya kalian berteriak? " tanya nya.

"Ohh... anu itu kak.." gumam Elania, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ada kecoa terbang kak! " sahut Ziena, asal.

"Iya kak ada kecoa terbang! terus terbangnya ke muka aku, makanya reflek teriak, iya gitu! hehe" jawab Elania, tanpa dosa.

"Oalah.. kakak kira kenapa, soalnya dari tadi ada suara gaduh.. rupanya kecoa ya.." Gumam Neuron, ia tidak curiga karena kamar itu memang sudah lama tidak dipakai, jadi bila ada serangga seperti kecoa atau semacam nya itu wajar saja, pikirnya.
"Kalau gapapa, kakak tinggal kebawah dulu ya!" lanjutnya, dan kemudian bergegas meninggalkan kamar tamu.

"huft.. hampir aja!" ujar mereka berdua, serempak.

.
.
.
.
.
.
.

"Dasar kebo! bangun woy, ini dah pagi!" gerutu Fasia, membangunkan Livia yang masih terlelap.
"Eunh 5 menit lagi Fas.. cape banget ini gue" gumam Livia,  kemudian berbalik membelakangi Fasia.
"kita lagi di rumah orang bege! jangan lu bertingkah seolah ini di kosan kita!" sindir Fasia sambil mencubit pipi Livia.

"Awww!" pekik Livia, memegang pipinya yang memerah.
"Seenak jidat lu tidur kaya gaada beban! kita harus cepet cepet pergi dari sini terus cari temen temen yang lain!" tegas Fasia, kemudian Livia menyadari situasi mereka saat ini dan langsung terduduk.

Tok tok tok

Terdengar ketukan dari balik pintu.
"Anak-anak" ucap nenek tersebut, dari balik pintu.

"Iya tunggu sebentar nek" sahut Fasia, kemudian segera membukakan pintu.
"Ada yang bisa dibantu nek?" tanya nya.

"Makanan sudah siap, mari sarapan bersama!" ajak Nenek itu sambil tersenyum, dan Livia berjalan kearah Fasia sambil mengusap mata.
"Oh iya..maaf ya nek, gara gara kami nenek jadi kerepotan.." jawab Fasia, ia merasa tidak enak hati karena sudah merepotkan orang asing, apalagi orang tersebut sudah berumur.

"Tidak kok, nenek malah senang karena ada orang yang datang ke rumah nenek, jadi nenek tidak kesepian!" sahut nenek itu, yang kemudian berlalu ke dapur.

Kemudian Fasia dan Livia bersiap dan bergegas menuju dapur untuk sarapan.

Makan yang banyak ya cu, kalian kan akan melakukan perjalanan jauh dari sini.." ujar nenek itu, membuka pembicaraan.

"Oh iya, nek!" sahut Livia, sambil makan dengan lahap.

Setelah sarapan mereka pun pergi keluar dan segera berpamitan untuk melanjutkan perjalanan.

"Oh iya cu, nenek juga sudah siapkan bekal untuk kalian selama 1-2 hari.. itu sisa semua persediaan makanan yang nenek punya, semoga mencukupi ya.. jangan khawatir, setelah 1-2 hari kalian melakukan perjalanan, kalian akan menemukan sebuah desa yang ramai penduduk.. kalian bisa berkunjung di desa itu untuk beristirahat!" jelas nenek itu.

"Dan satu lagi, di hutan ini ada banyak binatang buas, jadi kalian hati hati ya cu.. kalian bisa mengambil tongkat kayu ini sebagai senjata untuk berjaga jaga! " lanjutnya nenek itu, ia memberikan Fasia dan Livia 2 tongkat kayu, dan bekal mereka sebelum berangkat.

"Siap! terimakasih nek!" sahut Fasia dan Livia, serempak.

"Terimakasih untuk semuanya ya nek, sekali lagi maaf kalau kami merepotkan" ujar Fasia, ia merasa tidak enak hati karena nenek itu memberikan semua persediaan makanannya.

"Sama sama cu, hati hati ya!"

"Iya nek! kita pergi dulu ya kalau begitu!" ucap Livia.

Setelah itupun mereka pergi menjauh dari rumah nenek itu, untuk melanjutkan perjalanan yang masih panjang. Berharap mereka bisa bertemu dengan teman temannya dan segera pulang.

Di tengah perjalanan.

"Hei Fasia tunggu dulu! istirahat sebentar dong" rengek Livia, terduduk di tanah.
"Kalo kita baru berjalan sebentar terus istirahat, kapan sampainya kalo begitu? bisa bisa bekal kita habis sebelum sampai di desa!" cibir Fasia, dengan mata yang menatap tajam kearah Livia.
"Yaudah iya!" jawab Livia, ketus.

.
.
.
.
.

"Akhirnya! aku bisa mengambil tubuh ini, hahaha!" Terdengar tawa jahat, dari seorang perempuan yang memiliki perawakan seperti Iora, bukan.. itu memang tubuh Iora, tetapi..

"Uh.. aku??" desis seorang perempuan yang melihat tubuhnya ada didepannya..

Bersambung..

Travel In Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang