ERLANGGA [24]

2.6K 143 17
                                    

Tandai kalau typo and happy Reading 🌳

Beberapa saat kemudian, seorang pria paruh baya memasuki ruang tamu dengan tas medis di tangan. Wajahnya tampak ramah, langkahnya tenang—penuh kehati-hatian, seperti seseorang yang sudah terbiasa menghadapi banyak luka; yang terlihat maupun yang tersembunyi.

Langga yang tengah berbaring di atas kasur menatapnya penuh tanya. Zeyvan yang berdiri di dekatnya segera angkat bicara.

"Ini dokter pribadi keluarga," katanya singkat. "Dia cuma mau pastikan kamu benar-benar baik-baik saja."

Pria itu mendekat sambil tersenyum hangat.

"Nama saya Arvind,"ucapnya, mulai membuka tasnya. "Teman lama Zeyvan—percaya atau enggak, saya masih hidup setelah lima belas tahun temenan sama dia. Orangnya sedingin kutub utara, kamu tau sendiri."

Zeyvan hanya menghela napas malas, sedangkan Langga terkekeh kecil, membenarkan ucapan dokter itu.

Arvind ikut terkekeh, lalu beralih menatap Langga.
"Boleh saya periksa sebentar?"

Langga hanya mengangguk, Langga mengubah posisinya menjadi duduk agar memudahkan sang dokter. Ia diam saat tubuhnya diperiksa. Dengan gerakan hati-hati, Arvind membuka bajunya, memeriksa bekas luka yang tampak mulai memudar.

"Sudah mulai membaik," gumam Arvind

"Tapi nanti tetap rajin oles salepnya, ya. Jangan bandel."

Langga menunduk, tak menjawab. Tapi sorot matanya cukup jadi jawaban.

Sambil membereskan alat-alatnya, Arvind melirik sekilas ke arah Zeyvan yang berdiri di sisi kasur, tak bergeming dari tempatnya sejak tadi.

"Eh, Van…" bisiknya sambil menyikut ringan, "lo baik-baik aja? Baru kali ini gue lihat lo sedekat ini sama manusia lain… selain laptop dan meja kerja, maksudnya."

Zeyvan melirik malas. "Pulang, Vin."

Arvind tertawa pendek. "Oke, oke. Tapi serius… bocah ini pasti istimewa banget sampai lo begini."

Zeyvan menatap Langga sebentar—dalam, nyaris tak bisa diartikan dengan kata-kata.
"Dia lebih dari sekadar istimewa. Lo gak akan ngerti."

Arvind terdiam sejenak. Tatapannya melunak sebelum akhirnya ia berpamitan dan meninggalkan ruangan. Begitu pintu tertutup, suasana kembali sunyi. Hanya suara rintik hujan yang tersisa di luar jendela dan detak jarum jam yang terasa lambat.

Langga masih diam, menyandarkan kepala ke bantal sambil menatap jemarinya sendiri. Napasnya teratur, tapi sorot matanya kosong. Zeyvan bergerak pelan, lalu duduk di tepi kasur, mendampingi.

"Langga," ucapnya pelan. "Kalau kamu mau cerita… aku di sini."

Langga tak menjawab. Diamnya bukan penolakan, hanya belum siap. Zeyvan mengerti. Ia tersenyum kecil, mencoba menawarkan ruang lain.

"Ingin cari angin sebentar?"tawar Zeyvan

Langga menoleh. "Boleh?"

"Tentu. Tapi… cuma sebentar."

Langga mengangguk semangat. "Ayo."

Mereka menyusuri koridor panjang menuju taman belakang. Bunga-bunga liar tumbuh bebas di sana, seolah tak peduli pada aturan. Langit masih mendung, namun belum hujan. Angin sore berembus lembut, membawa hawa sejuk yang menyentuh kulit seperti selimut ringan.

Beberapa bodyguard berseragam hitam tampak berjaga dari kejauhan. Tak mencolok. Mereka tahu diri, menjaga jarak agar tak mengganggu momen yang sedang terjadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ERLANGGA(Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang