Part 3

72 17 0
                                    







“Riasan anda sudah selesai tuan”

Renjun menelan ludah, dengan pair jantung berdebar hebat. Ia perhatikan lamat penampilannya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Berbalut tuxedo putih yang dipesan langsung oleh keluarga Jung untuk acaranya hari ini.

Ia mematut dirinya sendiri di cermin. Menatap sosok yang sudah begitu kuat berdiri hingga detik ini. Sosok yang selama ini menyimpan banyak duka, dan rasa sakit yang harus ditelan sendiri. Meski begitu, pada kenyataannya hari ini bukanlah akhir dari segala duka itu, melainkan sebuah pintu akan lara yang baru.

“Saya permisi tuan” Ucap seorang wanita yang baru saja selesai merias wajah Renjun, dan pergi meninggalkan Renjun sendiri di ruangan itu.

Lagi-lagi sepi yang menjadi teman Renjun kini. Ia tidak bisa berbohong bahwa tidak ada rasa bahagia yang hinggap di asanya walaupun seharusnya hari ini menjadi hari yang indah. Ia tidak bisa bohong bahwa setiap detik yang terus berjalan membuatnya takut, dan ingin berlari dari semua kenyataan yang harus ia jalani saat ini.

“Renjun ...”

Renjun segera berbalik, memeluk sosok yang baru saja memanggil namanya. Menyalurkan ketakutan, dan kekhawatiran yang ia rasakan. “Haechan ...”

“Maaf ... Maafkan aku karena tidak bisa menolong mu, maafkan aku karena harus membuatmu berkorban”

Haechan mendekap erat manusia yang menjadi cinta pertama dalam hidupnya. Manusia yang seharusnya bersiap di altar untuk menjadi pasangannya. Manusia yang selalu ia perjuangkan, namun harus ia lepas begitu saja, bahkan belum sempat untuk dirinya mengucapkan kata cinta yang selama ini terpendam.

Diantara keduanya tidak ada satupun yang bisa menahan air mata mereka yang luruh. Baik Haechan maupun Renjun sama-sama dibanjiri kristal bening yang mengalir deras sebagai perwujudan dari rasa sedih yang mendalam.

Haechan melepaskan pelukan lebih dulu, ia tangkup pipi Renjun sembari menatap sosok tercintanya dengan lamat. Ia usap air mata yang membasahi pipi si manis. “Untuk yang terakhir kali Renjun, katakan jika kau ingin pergi. Katakan jika kau tidak ingin menikah, lalu aku akan membawamu dari sini”

“Hm? Ayo katakan sesuatu Renjun ... Katakan jika kau ingin pergi, katakan jika kau tidak ingin menikah dengannya”

Haechan berucap dengan penuh rasa frustasi. Renjun menggeleng, dengan air mata yang semakin deras. Kemudian ia kembali memeluk Haechan dengan erat. Hati Haechan semakin remuk melihat betapa hancurnya Renjun saat ini. Tubuh ringkih itu bahkan bergetar dalam dekapannya.

“Renjun ...”

Keduanya terisak dengan sesal, dan lara yang mendalam. Semua sudah terlambat, kali ini tidak ada satupun lagi yang bisa Haechan upayakan untuk membawa Renjun bersamanya. Hari ini ia harus merelakan cinta pertamanya pergi.

“Tuan-tuan, maaf acaranya akan segera dimulai. Tuan Renjun akan segera ke altar”

Dengan berat hati pelukan hangat keduanya terlepas. Haechan mengusap air mata Renjun yang masih mengalir deras. Perias kembali, dan membantu merapikan penampilan Renjun.

Hancur, melebur sudah hati Haechan. Kali ini ia harus benar-benar melupakan cintanya. Haechan perhatikan semua hal yang Renjun lakukan di ruangan itu, sebelum ia antar ke ruang upacara pernikahan. Rasanya setiap langkah yang Renjun lakukan begitu menusuk Haechan.

Hingga waktunya kini tiba, Haechan antarkan Renjun. Ia antar seseorang yang begitu ia cintai untuk memasuki ruang upacara pernikahannya. Ia tatap lamat wajah Renjun sebelum pintu ruangan terbuka, karena begitu pintu itu sudah terbuka nantinya, ia tak akan sanggup menyaksikan runtun acara yang terjadi di sana.

By Your SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang