Part 4

106 22 3
                                    









Sepasang iris itu berpendar, menelisik seluruh sudut ruangan. Mencoba mencari informasi di mana dirinya kini berada. Kepalanya begitu berat, disertai pening luar biasa. Sudah 5 menit lamanya ia berdiam diri dengan tubuh yang masih terbaring entah di ranjang milik siapa.

Pakaiannya lengkap, tidak ada hal yang mencurigakan dari tubuhnya, hanya saja kepalanya masih berdenyut nyeri. Haechan usak rambutnya, lalu merematnya pelan begitu frustasi sebab tidak mengingat apapun yang terjadi padanya kemarin. Hal apa yang telah membawanya hingga berakhir di ruangan ini, Haechan tidak ingat apapun tentang itu.

Ia memeriksa ponselnya yang ternyata sudah berada di nakas samping ranjang itu. Beberapa notifikasi terpampang di sana. Pesan dari kedua orang tuanya, juga panggilan yang tidak terjawab. Ia juga melihat notifikasi dari Renjun yang menanyakan di mana keberadaannya.

“Sial, apa yang terjadi padaku semalam” Ujarnya dalam keheningan ruangan bernuansa kelabu itu.

Belum usai kebingungannya, Haechan dikejutkan dengan suara pintu terbuka, yang membuatnya kini alihkan perhatian sepenuhnya pada pintu itu.

“Sudah bangun rupanya, kau pasti pening mengingat betapa mabuknya kau semalam”

Seorang laki-laki yang tidak Haechan kenali, tampak memasuki kamar itu berjalan mendekat ke arahnya. Siapa dia? Haechan sama sekali tidak mengenal lelaki itu. Di mana mereka bertemu, dan apakah dia yang membawa Haechan ke tempat ini?

“Tidak ingat siapa diriku?” Lelaki itu terkekeh melihat ekspresi Haechan yang menatapnya dengan dahi berkerut. “Bagus, lebih baik jangan mengingatnya jika kau tidak ingin malu”

Sial, apakah Haechan melakukan sesuatu yang buruk, dan memalukan? Tingkah gila apa yang sudah dia perbuat kemarin. Haechan semakin frustasi rasanya, mengapa ia tidak mengingat apapun.

“Aku Jaemin, kita bertemu di club semalam” Ujar lelaki itu memperkenalkan diri.

“Maaf Jaemin–ssi, apa aku berbuat hal gila?” Tanya Haechan. Perasaannya berdebar, kekacauan apa yang sudah ia perbuat.

“Tidak segila itu, tapi cukup berani. Jangan terlalu dipikirkan, kau tidak mengacau”

Haechan menghela nafasnya lega setelah mendengar penjelasan Jaemin. Syukurlah jika ia tidak mengacau. Kebiasaan Haechan ketika dirinya mabuk berat, ia pasti akan lupa hal apa yang dilakukan olehnya. Hal ini pula yang seringkali menjadi bencana.

Ia ingat bahwa kemarin dirinya begitu kacau setelah pernikahan Renjun. Haechan pergi tanpa arah, bahkan tanpa memberi kabar kepada kedua orang tuanya. Setelah itu dirinya mengunjungi club, dan memesan beberapa minuman. Ia benar-benar kacau, namun dirinya tidak mengingat hal apa yang terjadi setelahnya ketika ia mabuk di sana.

“Ponsel mu berdering berulang kali, tapi aku tidak berani mengangkatnya, jadi kubiarkan”

Haechan mengangguk, mendengar apa yang Jaemin ucapkan. “Terima kasih telah membawaku ke sini, jika kau mengalami kerugian tolong katakan padaku, aku akan menggantinya”

“Tidak, tidak ada kerugian yang ku alami. Kau bisa pergi setelah makan, dan membersihkan dirimu. Pelayan ku sudah menyiapkan makanan juga pereda pengar untuk mu”

“Aku berhutang padamu Jaemin–ssi”

Setelah mengatakan itu, Haechan membuka ponselnya. Menjawab pesan-pesan yang dikirim oleh kedua orang tuanya, kecuali pesan Renjun. Ia masih belum sanggup bahkan hanya untuk bicara lewat pesan singkat.

Di tempat lain, Renjun berkutat di hadapan meja rias. Meremat ponselnya, menunggu Haechan membalas pesannya. Ten, dan Johnny menghubunginya bahwa Haechan tidak pulang kemarin, dan tidak dapat dihubungi. Renjun khawatir, dengan segera ia kirimkan pesan singkat, dan juga beberapa panggilan untuk Haechan. Namun kakaknya itu tidak menjawab satupun pesan atau panggilannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

By Your SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang