Azan Magrib berkumandang, suaranya terdengar nyaring dari surau di dekat rumah. Berbarengan dengan itu, bising motor matik milik Bayu datang. Ia akhirnya pulang setelah seharian bekerja sebagai budak corporate.
Rahma berjalan dari dalam kamar, ia menyibak tirai anti nyamuk, sebelum langkahnya dipercepat menuju pintu utama di ujung sana.
Lelaki itu terlihat lelah setelah seharian bekerja. Apalagi wajahnya sangat kusam sebab asap knalpot dan debu jalanan. Semua demi mengidupi Rahma, istri tercintanya.
"Sayang, aku beli soto buat makan malem, nih," seru Bayu kala tatap mereka bertemu di ujung pintu.
Sontak Rahma melihat pada tangan sang suami yang menenteng keresek putih kecil, di sebelah kiri. Kemudian ia berjalan dan membawa makanan itu masuk ke dalam.
Biasanya perempuan itu selalu riang dengan apa pun oleh-oleh dari Bayu. Namun, detik ini tidak begitu. Pendarnya agak redup dan murung.
Suaminya sadar akan hal itu. Lantas ia membuka sepatu di depan teras dan berjalan cepat ke dalam rumah.
Setelah melepas ransel, jaket dan helm. Lelaki itu menghampiri istrinya yang tengah menata plastik soto di atas meja makan, di dapur. Dua tangan besarnya melingkari pinggang Rahma yang agak berisi.
"Kamu kenapa, hm?" tanyanya lembut. Bayu sesekali menghidu aroma leher sang istri yang agak kecut. Ya, udara akhir-akhir ini memang sangat panas. Berbeda dengannya yang seharian di kantor, tak merasakan hawa panas tersebut, karena di bawah kendali AC.
"Tadi ibu ke sini, Mas," jawabnya masih murung.
Rahma berjalan dari dapur ke arah ruang tengah. Ia duduk di atas karpet tebal berbahan beludru.
Bayu masih menyimak, menunggu kelanjutan kalimat yang terasa menggantung tak jelas.
Tiba-tiba, netra yang tadi redup kini nyalang menatap suaminya. Ada raut marah dan kecewa dalam kornea kecokelatan itu.
"Ibu? Kenapa Ibu?" tanya Bayu mencondongkan badan ke arah istrinya.
Rahma tiba-tiba menitikkan air mata, ia tak sanggup mengulangi kalimat mertuanya tadi. Bayu lebih bingung lagi. Lelaki yang tak paham apa-apa ini, harus menyaksikan istrinya bersedih hati.
Dengan rasa sabar yang tinggi, Bayu mengusap punggung Rahma dengan lembut. Bahkan ia mengecup pangkal kepala istrinya penuh kasih.
"Ib-Ibu, minta kamu nikah lagi. Iya, Mas?" Akhirnya Rahma bangkit menegakkan punggung seperti kesatria perang.
Pria itu terhenyak. Ia kaget.
Bayu tak mengira bahwa akan secepat itu ibunya memberitahu Rahma. Padahal kemarin baru rencana. Tidak, hanya keinginan sepihak Bu Astari padanya saja. Pun Bayu belum menjawab apa-apa sampai sekarang.
Suami dari Rahma Kencana tersebut menggeser tulang panggul ke kanan, binarnya mencucu melihat ke arah lain. Tak sanggup melihat istrinya.
"Kita omongin ini lain kali ya, Sayang?" pinta Bayu kemudian. Ia sudah lelah di kantor. Setidaknya malam ini lelaki itu ingin tidur tenang.
"Tapi kamu emang mau banget punya anak ya, Mas?" tanya Rahma dengan tatapan serius. Kini pendarnya tak lagi begitu terpukul. Kata-kata yang keluar dari sudut bibirnya pun mulai jelas.
YOU ARE READING
Istri Baru Suamiku dari Ibu Mertua
RomanceBayu Hardana dan Rahma Kencana sudah menikah selama delapan tahun lamanya. Namun, mereka belum juga dikaruniai anak. Sebetulnya Bayu dan Rahma sudah berdamai dengan hati mereka masing-masing. Tak apa hanya berdua sampai tua. Akan tetapi, berbeda de...