05. Gatal?

72 32 129
                                    

Happy Reading

"Itu bukannya pacar lo, Ki?" tanya Amel sambil menyeret Kia untuk ikut melihat suatu pemandangan romantis.

Kia yang melihatnya langsung menampilkan wajah suram, ini bukan pertama kalinya ia mendapati pemandangan seperti ini, namun tetap saja rasanya menyayat hati.

Fenomena sejoli yang sedang bermesraan di lapangan sekolah, si cowok dengan baju basket dan peluh keringatnya. Sedangkan si cewek, setia mengelap keringat cowok di hadapannya dengan mesra, sembari keduanya saling melempar senyuman layaknya pasangan yang dimabuk asmara.

Kedua mata Kia mulai panas, gemuruh cemburu layaknya pasangan pada umumnya membuncah. Rasanya tidak terima, namun bibir kelu untuk mengatakan sesuatu walaupun satu kata.

Jika yang melihat mereka merasa sakit maka berbeda dengan mereka yang sudah mulai semakin asik bermesraan di sana. Beberapa siswa yang mengetahui bahwa Gilang adalah pacar Kia, mulai melirik Kia dan Gilang bergantian kemudian ditutup dengan tatapan terheran-heran.

"Gak mau disamperin, nih?" tawar Amel yang meratapi nasib temannya.

"Engga, buat apa?"

"Mungkin mau lo arak tu jacil keliling sekolah."

"Jacil, apaan?" tanya Kia merasa kaget dengan kata-kata legend yang baru ia dengar.

"Jalang kecil," cetus Amel dengan menarik bibir membentuk senyum sinis sembari menatap Bella yang jauh jaraknya dari mereka.

Kia terkekeh geli mendengarnya, sematan itu memang sangat amat cocok untuk seorang Bella yang selalu bersikap gatal kepada pacarnya. Berkedok kakak adik, titipan wasiat sahabat ayah. Kia sudah muak dengan hal itu. "Maka dari itu, gua gak mau nyamperin mereka. Yakali gua mau ributin satu cowok sama tuh jalang, gak level!"

"Buta kali Gilang, padahal cantikan lo dari si jacil itu."

"Bukannya ... jalang gak harus cantik ya? Jalang itu cuman harus menggatal saja." Kia memang tak kalah cantik, tapi hanya kalah gatal.

"Menyala bestie-ku!"

«✮ 𓆩♡𓆪 ✮»

Dentuman musik dance memenuhi ruangan yang tak lain adalah sebuah club. Semua orang yang berada di sana saling berjoget ria, namun tidak dengan segerombolan perempuan yang duduk di sofa besar sambil mengobrol santai disertai candaan, dengan disuguhkan gelas-gelas wine di meja di hadapan mereka.

"Ngomong-ngomong, gimana kabar adek lo, Rin?" tanya salah satu mereka yang berambut pirang dengan tiba-tiba.

"Adek gua fine-fine aja, kenapa?"

"Lo masih ngekang dia?" tanya yang lain dengan nada penasaran.

Mereka adalah Karina and the geng. Mereka datang ke club hanya untuk menghilangkan kesetresan. Terkadang juga berbagi suka duka kehidupan satu sama lain, tak heran jika mereka mengetahui apa yang dilakukan Karina kepada adiknya.

Karina diam tidak menjawab, ia tidak suka topik ini. Yang mana ia pasti akan dipojokkan dan menerima kritik dan saran dari mereka. Ia menatap segelas wine di hadapannya lalu meneguknya hingga tandas dan menaruh kembali ke meja dengan kasar.

"Kemaren gua liat adeknya Karina jalan kaki, kayaknya dari sekolah sih," tutur Mika yang melihat Epan secara tidak sengaja di jalanan kota.

"Terus, gimana mukanya? Masih diitemin?" Pertanyaan itu terlontar dengan mudahnya. Karina hanya memutar bola matanya malas, namun ia masih diam tak mau bicara.

"Iya, anjirrr."

Teman-teman Karina serempak menoleh ke arah Karina, yang ternyata juga menatap mereka dengan tatapan tajam. "Sampe kapan, lo giniin adek lo, Rin?" celetuk Gisel yang termasuk dari mereka.

"Kalian gak usah ikut campur masalah gua dan adek gua!" geram Karina sambil menunjuk mereka dengan nada memperingati.

"Gak di sekolah, gak di cafe ... Lo suruh dia itemin muka. Sampe kapan, Rin? Sampe kapan lo giniin dia?" Kini Dini ikut angkat bicara. Ia tidak mau temannya menjadi kakak jahat yang nantinya dikhawatirkan membunuh mental adiknya sendiri.

Karina Anggeline Pradana—pemilik Taste Pradana's Cafe yang merupakan peninggalan orang tuanya, namun adiknya dipekerjakan sebagai pelayan dengan riasan hitam. Dengan alasan ia ingin mengajari adiknya untuk merintis kesuksesan dari titik nol.

Teman-teman Karina juga mengetahui bahwa Karina seorang kakak yang posesif bahkan sudah masuk kategori over. Dari dulu ia tidak suka jika adiknya dekat dengan orang lain selain dirinya, pesona adiknya yang tak terbantah pun membuatnya takut jika adiknya berpaling kepada orang lain jika ada yang mendekatinya. Itulah alasan kenapa ini semua terjadi.

Karina pun sering mengancam adiknya jika tidak menaati perintahnya. Teman-temannya pun pernah membawanya ke psikolog, namun tidak ada hasil apapun.

"Lo gak takut kalau adek lo bakal terluka atas keegoisan lo ini?" Karina yang mendengar pertanyaan itu hanya menatap acuh. Hatinya seakan buta, telinganya seakan tuli dengan semua kenyataan dan nasehat yang ditujukan kepadanya.

«✮ 𓆩♡𓆪 ✮»

Suara gemercik air terdengar dari kamar mandi beberapa menit. Tak lama suara air berhenti lalu diakhiri suara knop pintu terbuka, menampilkan tubuh pria remaja yang tegap dan gagah. Dada bidang, tubuh atletis, kulit putih, dan jangan lupa parasnya yang mampu membuat kaum hawa tergila-gila.

Pria itu mengacak rambutnya yang basah sambil mengeringkannya dengan handuk lalu menatap kaca yang memperlihatkan pantulan dirinya yang rupawan.

Ia mendekat ke arah kaca, sambil menatap lekat sosok yang ada di kaca yang tak lain adalah dirinya. Menatapnya sambil tersenyum tipis, tak lama kemudian ia memasang wajah datar dan memukul tembok kamarnya dengan keras.

Ia berjalan mendekati jendela, ia baru sadar bahwa siang telah berganti malam dan sepertinya kakaknya belum pulang. Ia sangat yakin bahwa kakaknya pasti akan pulang larut malam, karena sedang ada acara berkumpul bersama teman-temannya.

Segera ia keluar dari kamarnya lalu mencari keberadaan kakaknya, memastikan ketiadaannya di rumah. "Yes!!" ia berteriak sambil mengepalkan tangan ke udara.

Tak mau berlama-lama, ia bergegas mengeluarkan motor spotnya dari garasi,  kemudian menaikinya tanpa tujuan entah hendak kemana. Ia hanya ingin menghirup angin malam di luar rumah, ia merasa sangat muak dikurung di rumah.

Dengan kecepatan standar, ia mengendarai motor kesayangannya sambil menikmati semilir angin yang menerpa tubuhnya. Rasa bahagia dan tenang merayap dan menyelimuti hatinya.

Ia menginjak rem mendadak, kala melihat seorang gadis yang akhir-akhir ini hadir dalam pikirannya. Gadis dengan setelan sweater hitam dan celana jeans, terkesan tomboy tapi tetap imut di matanya.

Gadis itu sepertinya sedang membeli cilok di pinggir jalan, dan dia seorang diri tanpa teman mengantri. Pria itu mulai memarkirkan motornya dan berjalan ke arah gadis mungil yang menunggu pesanan ciloknya sambil memainkan ponsel di tangannya.

"Kia!"  

Suara barinton mendadak terdengar,  persis di samping telinga gadis itu, yang sukses menyebabkannya terlonjak kaget.

"ALLAHU AKBAR!" teriak Kia sambil memegangi dadanya dan melotot matanya. Ia menatap pria tampan yang menyerukan namanya tadi. Ia berfikir sejenak, ia tak kenal dengannya namun kenapa seperti pernah melihatnya.

Kia mendongak dan mengangkat satu alisnya, bergaya songong. "Sapa lo? Kita kenal? Jangan sok kenal, ya!"

Are You Mine?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang