08. Sendiri

10 0 0
                                    


******

Gilang dan teman-temannya ikut duduk di meja yang sama, setelah mendapat izin dari Kia untuk bergabung. Alih-alih saling mengobrol, ternyata hanya suara sendok berdenting yang menjadi backsound makan bersama mereka.

"Kok kalian diem?" tanya Hamka memecah keheningan.

Laura mendongak tanpa mau melepaskan sendok di genggamannya. "Terus lo mau kita makan sambil teriak-teriak. Gitu maksud lo?"

"Ya gak gitu juga!"

Gilang terdiam lama lalu beralih menoleh ke arah gadis di sebelahnya, sambil sesekali menarik senyum melihat pipi pacarnya yang terkadang mengembang kala mengunyah bakso yang disantapnya.

Sudah hampir satu tahun, ia berpacaran dengan gadis yang sedari tadi ia tatap dengan lekat. Gadis berambut panjang berwarna coklat yang dikuncir tinggi. Kulitnya putih bersih dan halus, bibir berbentuk love berwarna merah jambu, hidungnya runcing namun kecil, alis seksi, bentuk mata monoloid yang dihiasi bulu mata lentik dan jangan lupakan gigi gingsul serta lesung pipi di pipi kanannya yang sedikit chubby.

Kia yang sadar Gilang memperhatikannya pun menoleh. "Apa, liat-liat?"

"Kiw, ada yang kangen kayaknya, nih!" seru Tito dengan hebohnya.

"Wajar gak sih, kangen? Bukannya emang mereka pacaran? Ada yang mereka kangenin. Gak kayak yang sebelah," sindir Riyan dengan mencebikkan bibir.

Tito yang mendeteksi adanya sesuatu yang aneh pada kata-kata Riyan pun memicingkan mata. "Lo gak lagi nyindir gua 'kan, Yan?"

"Ternyata si Titol masih jomblo, toh," kelakar Amel yang memandang Tito dengan pandangan mengejek.

Tito menghela nafas, kala telinganya mendengar nama panggilan yang baru tercetus dari bibir gadis bermata tajam di depannya. Nama indah yang diberikan orang tuanya sejak ia lahir, menjadi rusak dan kacau.

"Btw, bukannya lo juga jomblo, Mel?" tanya Nihau dengan mengangkat alis tebalnya disertai tampang muka polos. Amel langsung memelototi Nihau yang mempunyai jiwa kelewat polos.

Tito yang mendengarnya pun seketika menyemburkan tawa. "Ngaca, Mel! Ngaca!"

Semua yang duduk di meja pun tertawa ria, begitu pula Kia yang ikut tertawa kecil mendengar obrolan konyol yang tidak berfaedah itu. Berbeda dengan Gilang, dia masih terpaku dengan gadis di sebelahnya.

Gilang mengambil tangan Kia untuk ia genggam, ada desiran aneh yang mengalir kala tangannya bersentuhan dengan tangan mungil itu. Rasa rindu merayap menyelimuti dirinya, ia amat merindukan kekasihnya yang sudah beberapa hari ini ia abaikan.

Waktu dan perhatiannya akhir-akhir ini tersita kepada Bella, sampai ia tak sengaja melupakan pujaan hatinya.

"Sayang!"

Kia pun menoleh, lalu mengangkat sebelah alis tanpa berniat untuk menjawab dengan mulut indahnya. Namun Gilang tidak merasa marah, karena ia mengetahui alasan kenapa pacarnya bertingkah seperti itu kepadanya.

Gilang berdaham demi menutupi rasa canggung yang mendominasi. "Minggu besok, aku jemput kamu."

"Mau kemana?"

"Aku sama temen-temen lagi ngadain double date minggu ini, so jadi aku ngajak kamu. Kamu mau 'kan?" ajak Gilang dengan tatapan memohon. Ia berharap semoga dengan itu, bisa memperbaiki hubungan mereka yang semakin lama semakin flat.

Kia yang sedari tadi menunjukkan ekspresi datar, mulai mengulas senyuman manisnya ketika mendengar ajakan sang pacar. Ia mengangguk antusias kemudian disambut dengan tangan Gilang yang terulur mengusap lembut pucuk kepala kekasihnya dengan penuh kasih sayang.

"I Love you Kia!"

«✮ 𓆩♡𓆪 ✮»

Suara deritan meja dan kursi terdengar sangat berisik di kelas 12 IPA. Pelakunya tak lain adalah remaja berkacamata yang terkenal pendiam yaitu Epan. Jika dilihat dari raut wajahnya yang kebingungan, ia seperti sedang dilanda suatu masalah.

Ia sedikit tergesa-gesa mengitari meja dan kursi di kelasnya, sembari mengedarkan pandangan dan terus mencari barangnya yang hilang entah kemana.

Sendirian ia mengeram frustasi, mencoba mengingat kapan terakhir ia meletakkan tasnya yang hilang setelah ia kembali dari kantin. Padahal ke kantin hanya sebentar untuk membeli camilan dan es teh saja, namun ia malah mendapati tasnya yang hilang dalam waktu sekejap mata.

Tidak mungkin jika tasnya terbang atau ada hal mistis yang mencurinya. Sekarang ia yakin, tasnya pasti disembunyikan oleh salah satu murid pengganggu di sekolah.

Suara gebrakan meja berasal dari pukulan tangan Epan, ini baru pertama kali mereka berani menyembunyikan barangnya. Dan ia sangat tidak menyukai miliknya disentuh tanpa seizinnya.

Ia mendaratkan tubuh ke kursi lalu meneguk es teh dan meredakan amarahnya. Ia harus segera mencari tasnya sebelum bel masuk berbunyi. Punggungnya ia sandarkan lalu mata pun ikut ia pejamkan, berfikir keras serta menebak siapa manusia yang kali ini bermain-main.

"Lagi kehilangan sesuatu yah?"

Pertanyaan dengan suara menggema itu,  langsung membuat Epan membuka mata dan seketika berdiri menatap sengit remaja di hadapannya yang ternyata tidak sendiri.

Mereka tertawa keras sambil menenteng tas hitam milik Epan. Sesekali mereka melempar tas itu dan berakhir dengan mengeluarkan isinya.

"Uppss ... tumpah isinya," ujar salah satu dari mereka yang dengan sengaja membuka resleting tas Epan, lalu mengeluarkan semua isi di dalamnya.

Tak cukup itu saja, mereka dengan riang menginjak-nginjak buku Epan yang berceceran di lantai. "Bajingan!"

"KEMBALIIN TAS GUA!" teriak Epan yang berusaha meraih tas dan bukunya, namun tak semudah itu karena jumlah mereka banyak sedangkan ia hanya sendiri.

"Lo mau tas lo?" tawar salah satu dari mereka yang berstatus adik kelas.

"Mana?" geram Epan yang mulai memerah wajahnya, menatap mereka yang semakin gencar menginjak buku dan alat tulisnya dengan sepatu kotor mereka.

"Cupu ternyata bisa marah juga ya?" ucap siswa yang berbadan gendut tinggi di hadapannya. Seketika itu pula suara tawa mereka kembali menggelegar. "Udah ... cukup sekian hiburannya, guys!"

Membully Epan menurut mereka adalah suatu hiburan tersendiri yang sangat menyenangkan. Rasanya tak lengkap kalau sehari saja tidak membullynya.

"Nih tas lo, ambil!" Mereka melemparkan tas itu ke lantai yang tak jauh dari Epan lalu meludahinya sebelum pergi.

Ia menatap nanar ke arah barang-barang miliknya. Tas hitam bersih kini menjadi kotor dan bau ludah para murid gila yang sudah pergi namun masih terdengar suara sorakan yang ditujukan kepadanya.

Epan mulai memunguti buku dan alat tulisnya yang tergeletak di lantai dan mengambil tisu di sakunya lalu mengelap tasnya yang penuh ludah. Hatinya terasa sakit menerima penghinaan teman-temannya, mau melawan pun ia rasa sudah tak mampu.

Sudah dua tahun ia dikekang oleh kakaknya dan itu mulai mengikis rasa berani yang ia punya. Dulu ia adalah pemberani namun berbeda dengan sekarang, ia lelah dan pasrah. Jikalau ia memberanikan diri melawan pun tak ada yang membelanya di sini, sebaliknya semakin maju semakin dibully.

"Epan, apa yang terjadi?" tanya gadis yang menjulang berdiri di depannya.

Ia mendongak mencari sumber suara lembut itu berasal. Hatinya menghangat kala mendapati Kia yang saat ini sudah ikut duduk dan mulai membantu memunguti barang-barang Epan yang kotor dan beberapa yang lain ada yang rusak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Are You Mine?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang