BAB 3

32 9 0
                                    

Menurut dokter pribadi Kawaki, tidak ada perubahan yang terlihat, tetapi setelah mendengar cerita dari ayahnya, dokter wanita seperti Sakura Uchiha merasa takjub, sementara di balik itu, aneh menurutnya di mana seorang anak seperti Kawaki tampak akrab, padahal semua orang di rumah sakit butuh waktu lama bisa berinteraksi dengan anak itu.

"Bukan tidak mungkin, tapi hal-hal seperti ini—sesuatu yang tidak terduga semacam itu mungkin saja akan terjadi. Sebagian besar perubahan itu dapat terjadi karena Kawaki sendiri.

"Tapi apa mungkin seorang wanita tak dikenal?"

Sakura memandangi Kawaki sebentar, lalu dia menghela napasnya. "Aku bilang itu mungkin saja akan terjadi."

"Jawaban itu membuat orang sepertiku agak bingung."

Walaupun tampaknya Naruto masih tidak terima, tetapi dia bisa apa. Harusnya dia berpesta di tengah kebahagiaan bahwa Kawaki mungkin saja akan seperti anak pada umumnya. Jangankan mudah akrab pada perempuan yang selalu lewat di depan rumah mereka, Naruto harusnya memikirkan bahwa mungkin saja Kawaki bisa menemukan teman seusia yang bisa diajak bercerita dan bercanda bersama.

Sesudah dari rumah sakit untuk melaporkan kemajuan atau keanehan pada Kawaki—dan yang mana pun bisa menjadi alasan yang masuk akal untuk datang ke rumah sakit—Naruto mengajak Kawaki ke toko buku. Lalu dia mengajak anak itu duduk-duduk di taman sambil melihat anak seusia Kawaki sedang bermain. Di dekat sana ada kelompok bermain yang dipenuhi anak-anak. Suara nyanyian merdu mereka terdengar sampai ke taman di mana mereka duduk bersama.

Namun lama di sana, tidak ada perubahan, dan tampaknya Kawaki tidak menyukai angin yang terus membuat rambutnya berantakan. Anak itu beberapa kali merapikan rambutnya dengan tangan mungilnya. Menyadari putranya tidak nyaman, Naruto segera menggendong Kawaki, lantas segera pergi dari taman itu.

Setelah sampai di rumah, Naruto menghubungi ibunya dan menceritakan semua keanehan yang terjadi itu. Dan daripada seperti dirinya, ibunya justru merasa itu kemajuan yang sangat menakjubkan.

"Anak-anak kadang mengenali emosi lawan bicaranya," kata Kushina dari seberang telepon. "Kawaki mungkin saja merasa nyaman, perempuan itu pasti mempunyai aura yang baik. Aku tidak sabar untuk kembali ke Jepang dan menilainya langsung."

"Menilai? Perilaku Kawaki?"

"Tentu saja wanita itu."

"Untuk apa?"

"Bagaimana kalau menawarinya pekerjaan? Kamu bisa sedikit merasa lega, maksudnya dengan adanya perempuan itu Kawaki mungkin saja akan lebih aktif dan dapat mengenali emosinya lebih baik lagi."

"Aku tidak ingin menyerahkan putraku ke sembarang perempuan."

"Kita bisa mencari informasi tentang wanita itu sebelum mempekerjakannya."

"Ibu, bisa tidak jangan berpikir yang tidak-tidak."

"Proyek itu," sela Kushina dengan kesal. "Kamu punya banyak proyek yang harus diselesaikan sebelum akhir tahun. Banyak denai dan desain ruang terbuka yang harus kamu kerjakan. Tata letak kota yang belum kelar sejak empat bulan lalu. Proyek sebesar itu mau sampai kapan kamu undur?"

"Aku tidak mengundur proyek itu, aku hanya tidak menemukan sesuatu yang bagus."

"Itu karena kamu lelah. Kamu butuh seseorang yang dapat membantumu merawat Kawaki. Dia juga pasti akan senang kalau ada perempuan itu di sana untuk menjaganya. Apa salahnya?"

"Ibu!"

"Dan mungkin saja perempuan itu mau menjadi ibu Kawaki," Naruto memutar bola matanya, percakapan bersama ibunya semakin tidak punya arah. "Ups, maksudnya bukan menyuruhmu menikah. Aku hanya memberi kesempatan Kawaki untuk bisa mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu, tentu saja tanpa sebuah pernikahan. Kamu hanya perlu membayar biaya untuk mengasuh Kawaki. Itu saja."

Bodoh kalau sampai dia menuruti saran ibunya. Dia harus memikirkan matang-matang untuk mempekerjakan wanita yang tak dikenal, apalagi berkaitan dengan merawat Kawaki. Itu hal yang tidak boleh sembarangan dilakukan tanpa memikirkan bahwa semuanya amat sangat layak bagi anak itu.

Namun tidak dengan responsnya. Saat bertemu kembali dengan perempuan asing itu yang bernama Hinata Hyuuga, tinggal di apartemen yang tidak jauh dari tempat tinggalnya, Naruto dapat merasakan emosi yang aneh, seperti ketika dia melihat Kawaki tersenyum dan berseru lirih. Suara yang merdu dan menggemaskan itu menggerakkan hatinya yang awalnya tidak setuju, menjadi setuju dengan saran ibunya.

"Apa kita bisa bicara sebentar? Atau, maukah kamu minum teh bersama di rumahku?"

"Apakah Anda masih tidak suka saya menyapa putra Anda?"

Naruto segera membasahi bibirnya, dia memikirkan apa pun alasan di dalam kepalanya—meskipun dia tidak harus melakukan hal itu. Dia hanya perlu berkata jujur. "Aku membutuhkan seorang pengasuh."

"Pengasuh?"

"Ada proyek besar yang sedang aku kerjakan. Aku mungkin akan pergi ke luar kota dalam beberapa hari," Hinata menyimak dengan serius. "Aku tidak pernah mempekerjakan orang lain untuk menjaga Kawaki, karena kebanyakan dari mereka tidak cocok dan setidaknya harus seseorang yang ahli menjaga anak berkebutuhan khusus seperti Kawaki. Ibuku tidak bisa diganggu, masalahnya dia masih berada di luar negeri."

"Jadi begitu."

"Apakah kamu sedang bebas?"

"Ya, saya sedang beristirahat untuk beberapa bulan ke depan," Naruto menggaruk pipinya, berpikir sejenak bahwa dia mungkin saja akan ditolak. Perempuan itu tidak harus menerima pekerjaan darinya. Ada saatnya seseorang harus beristirahat dalam waktu lama demi kesehatan mental mereka. "Tapi saya bisa melakukannya untuk Anda."

"Apa? Ya? Maksudnya kamu mau menjaganya?"

"Lagi pula tempat tinggal saya dekat. Saya bisa membawa Kawaki pergi ke tempat saya kalau Anda mengizinkannya, dengan begitu Anda bisa bekerja dengan nyaman. Saya juga bisa mengajaknya berjalan-jalan di sekitar sini, tugas ini jauh lebih ringan daripada saya harus tinggal di rumah sakit."

"Rumah sakit?"

"Sebelumnya saya bekerja di Osaka Women's and Children's Hospital."

"Kamu seorang perawat?"

"Saya perawat khusus anak-anak yang melakukan rehabilitasi."

"Jadi begitu. Aku yakin itulah sebabnya mengapa Kawaki sangat merespons baik dirimu."

Hinata tiba-tiba berlutut di hadapan Kawaki. "Mulai sekarang kita akan sering bertemu," dia membelai pipi Kawaki yang memerah, dan anak itu tersenyum. "Apakah kamu tahu apa itu artinya? Bibi akan menemani kamu bermain dan menceritakan banyak hal ke depannya."

Kawaki menganggukkan kepala, seakan-akan anak itu paham betul apa yang dikatakan pengasuh barunya tersebut. 


BERSAMBUNG

Forgotten Dream [PDF ON KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang