2

285 33 2
                                    

.
.
.
🍁
.
.
.

Jungkook mempersiapkan dirinya untuk pergi. Pagi ini, dijam delapan. Ia sengaja berangkat lebih awal karena harus membereskan kekacauan di perusahaannya.

Saat tangannya masih sibuk mengenakan kemeja, kedua matanya tetap sigap memperhatikan Seokjin yang tengah tidur di atas ranjang. Ia tahu Seokjin tidak benar-benar tidur, walaupun Jungkook tidak melihatnya secara langsung.

Pemuda itu tahu Seokjin sedang menangis. Posisi tubuhnya membelakanginya, namun bahunya tidak berhenti bergetar.

“Mau sampai kapan kau akan menangis?”

Dasi salur hitam adalah setelan terakhir yang ia kenakan. Setelah itu, Jungkook beranjak menghampiri Seokjin yang masih berbaring di atas ranjang. Tanpa sepatah katapun, tanpa respon sedikitpun. Hanya ada suara isakan yang terdengar sangat samar.

Tanpa basa-basi, Jungkook duduk di pinggir ranjang, sembari mengelus kepala Seokjin. “Berulang kali aku katakan padamu, jangan pernah menyebut namanya di depanku. Dan satu lagi, jauhi dia. Apa kau lupa itu?”

Tangannya yang kokoh dan dingin menggapai wajah itu, mengusap air mata yang membasahi wajah Seokjin.

Seokjin tidak membalas ucapan Jungkook, tetapi ia mencoba untuk duduk. Ia memastikan, jika selimutnya tetap menutupi rapat-rapat tubuh telanjangnya. “Apa itu yang menyebabkanmu sangat marah padaku?”

Jungkook menatap dalam-dalam kedua mata Seokjin. “Ya, salah satunya.”

“Kenapa kau menghancurkan semua barang, apa kau semarah itu padaku?” Seokjin berusaha menstabilkan suaranya supaya tak terdengar bergetar.

Pemuda itu mencoba mencari jawaban dan Seokjin menunggu. Namun, Jungkook tak kunjung menjawabnya. Lantas Seokjin berujar kembali. “Apa kau punya masalah lain, Jungkook? Katakan padaku.”

“Itu bukan urusanmu.”

“Kau tidak pernah berbagi cerita apapun padaku, lalu untuk apa kau menikahiku? Aku yakin sejak awal, ini pasti bukan hanya sekedar masalah perusahaan ayahku. Jika alasanmu hanya ingin menjadikanku sebagai mainan seksmu, untuk apa kau harus mengikatku dengan pernikahan?”

“JIN?!!” Ucapan Seokjin membuat Jungkook sangat marah, ia menyibakkan selimut itu dan melemparnya asal. Lantas dirinya yang sudah mengenakan sepatu, tidak peduli lagi ketika akan menaiki ranjang.

Jungkook menyergap Seokjin yang berada dibawahnya. “Kau masih saja menyinggung soal itu. Kenapa mulutmu ini begitu lancang, kau menanyakan sesuatu yang enggan aku jawab!!” Sebelah tangan Jungkook menangkup kedua pipi Seokjin dengan kasar. “Moodku sedang berantakan sejak kemarin, kenapa kau membuatnya semakin parah?!—”


“—apa kau mau berakhir tak berdaya lagi dibawahku. Apa tidak cukup aku menghukummu semalaman, huh?”

“Maafkan aku.” Seokjin menyerah, karena ia tahu ini akan semakin memburuk jika terus mendebat Jungkook. Ia pemuda yang keras kepala dengan tempramen yang buruk.

Sorot mata Jungkook berubah menjadi teduh. “Pastikan kau tidak keluar hari ini. Aku sudah meminta izin pada pihak Maple Arrow.” Jungkook mengecup bibir Seokjin. “Dalam waktu seminggu, kau cukup istirahat di rumah dan tidak perlu pergi bekerja.”

Denial [KookJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang