"Noe! Linn!" Linn dan Noe menoleh ke belakang mereka dan melihat sepasang kekasih yang mendekat ke arah mereka.
"Hai," sapa Noe, sedangkan Linn hanya melambaikan tangannya sambil tersenyum.
"Eh mau naik bianglala gak?" tawar Ola pada Linn dan Noe, sambil memengang erat tangan pacarnya itu.
Ola mengedipkan satu matanya seolah memberi tahu sebuah rencana pada Noe. Noe tersenyum melihat gerak gerik Ola itu.
"Ayo Linn, sekali-kali," ajak Noe pada Linn. Linn hanya menganggukkan kepalanya beberapa kali dengan pelan.
Lumayan ramai karena hari libur, dengan penuh kesabaran mereka mengantre untuk menaiki bianglala itu.
"Kami berdua duluan ya," ucap Ola seraya menaiki bianglala bersama pacarnya itu.
Giliran mereka berdua, Linn dan Noe menaiki bianglala itu. Angin malam cukup dingin membuat Linn menggosok-gosokkan kedua tangannya. Langit malam terlihat indah dengan bintang-bintang yang bersinar menemani sang rembulan.
"Tadi pacar Ola yang ke berapa?" tanya Linn dengan penasaran karena tak pernah bertemu dengan lelaki itu.
"Theon namanya, kalau gak salah sih pacar ke lima, tapi dia udah putus sama Eron, jadi dia pacar ke 4 sekarang," jelas Noe pada Linn. Linn ber-oh ria setelah mendengar jawaban itu.
Setelah perbincangan mereka tentang Ola, tak ada lagi yang membuka pembicaraan. Mereka menatap ke arah luar untuk melihat memandangan langit malam.
"Sebenarnya aku ngerasa pernah ngelihat gelang punyamu itu, gak asing." Noe mengalihkan pandangannya dari pemandangan luar ke arah gelang yang Linn pakai.
"Eh, tapi ini gelang punya ibuku, dari sahabatnya sih," jelas Linn sambil mengikuti arah pandangan Noe ke gelang miliknya.
Setelah mengingat-ingat, Noe sadar jika gelang itu mirip dengan gelang milik Ibunya yang cukup jarang di pakai.
"Mirip punya ibuku," ucap Noe sambil tersenyum tipis.
"Kebetulan banget," jawab Linn sambil tersenyum hingga matanya membentuk seperti bulan sabit.
Noe mengalihkan pandangannya kembali ke arah luar melihat indahnya kota Hally di malam hari dengan kerlap-kerlip cahaya lampu di pasar malam.
Noe tidak menyadari jika wajahnya terlihat memerah sekarang, Linn menatap Noe dengan bingung. Linn sepertinya tahu mengapa Noe mengalihkan pandangannya. Linn tertawa kecil, lelaki di depannya itu menatap ke arahnya.
"Hari ini dingin ya? Wajahmu merah," ucap Linn sambil tersenyum jail.
"Hah, iya eh nggak," jawab lelaki itu dengan berbelit-belit.
Jawaban dari lelaki di depannya itu membuat Linn tertawa kecil sekali lagi. Linn kembali mengingat pertemuan pertamanya dengan Noe yang cukup tidak terduga.
"Jangan ketawa! Ga ada yang lucu!" Noe merasa dipermalukan oleh Linn sekarang.
Linn menggelengkan kepalanya pelan setelah mendengarkan ucapan Noe. Tatapan Noe menatap ke arah luar, namun dia selalu memperhatikan gerak-gerik Linn dari sudut matanya.
●
"Kayaknya aku bakal nyari Ralu dulu deh," ucap Linn setelah melihat jam menunjukkan pukul 21.13.
"Gausah pulang sama aku aja," ajak Noe.
Linn sedikit merasa tidak enak kepada Ralu karena tadi dia berangkat bersamanya. Di sisi lain dia tidak melihat keberadaan Ralu.
"Tapi arah rumah kita beda." Linn mencari berbagai alasan untuk menolaknya.
"Sekali-kali gapapa lah, udah ayo," Noe segera menarik tangan Linn dengan pelan menuju tempat motornya terparkir.
Noe memberikan sebuah jaket yang berada di bawah jok motornya pada Linn. Linn menatap bingung kearah Noe.
"Ambil, angin malem dingin loh," jelas Noe pada Linn.
"Bukannya tadi kamu yang kedinginan ya?" tanya Linn dengan wajah pura-pura bingung.
"Apaan, udah pake aja," tolak Noe dengan cepat, dengan terpaksa gadis itu mau mengambil jaket itu.
Jarak Kota Lulorim dan Kota Hally tidak terlalu jauh karena dua kota itu saling berdekatan. Suasana terdengar ramai disepanjang perjalanan karena dua kota itu adalah kota yang cukup ramai dikunjungi.
Angin malam menerpa wajah gadis berambut biru itu. Di tengah keramaian jalan, mereka tetap diam dan berada di dunia masing-masing.
"Emang kak Noe tau rumahku?" Linn harus sedikit membesarkan suaranya untuk bertanya kepada Noe, karena jalan yang ramai akibat suara kendaraan.
"Ha?" Seperti yang Linn perkirakan, mana mungkin Noe akan mendengar suaranya di tengah keramaian jalan yang mereka lewati itu.
"Kak Noe tau rumahku?!" Sekali lagi, Linn bertanya dengan suara yang cukup keras.
"Oh! Tau kok, aman!" jawab Noe dengan keras. Linn menatap curiga pada lelaki itu, darimana Noe tau rumah Linn.
"Penguntit," ucap Linn secara tidak sengaja, dia dengan cepat menutup mulutnya yang tak sengaja keceplosan itu.
"Apa Linn?" Noe hanya mendengar ucapan Linn dengan samar dan tidak terlalu jelas.
"Gapapa!" jawab Linn dengan cepat dan keras.
Tidak ada pembicaraan mereka sibuk di pikiran mereka masing-masing. Menit demi menit berlalu, akhirnya mereka berdua sampai di rumah Linn. Noe menghentikan motornya, Linn turun dari motor itu dengan hati-hati.
"Mimpi indah, jaketnya kembaliin kapan-kapan gapapa." Belum sempat Linn menjawab, Noe sudah pergi dari sana.
Noe menambah kecepatan motornya untuk segera sampai ke rumahnya. Butuh waktu sekitar lima belas menit untuk sampai di depan rumahnya.
"Lah kok dikunci." Noe mencoba membuka pintu rumahnya beberapa kali, namun tidak ada hasilnya, pintu itu tetap terkunci.
Selang beberapa menit, terdengar suara pintu terbuka dan terlihat seseorang wanita yang tengah menatap Noe dari bawah hingga atas.
"Baru pulang? Bagus, besok-besok gausah pulang!"
Noe hanya tersenyum sambil menunjukkan gigi-giginya itu.
●
"Pulang sama aku?"
"Suka ya sama aku? Maaf nih sopir aku udah di depan sana," jawab Ralu sambil menutar kedua bola matanya.
"Mentang-mentang orang kaya," gumam Zev yang melihat Ralu berjalan menjauh dari tempat itu.
Zev segera menuju tempat parkir motornya itu dan menuju rumahnya secepat mungkin.
●
●
●
Sebenernya mau up tadi pagi, tapi ternyata part ini salah dan harus direvisi. VOTE GAK!!
KAMU SEDANG MEMBACA
EDELSTENEN
FantasyMenggunakan sihir hitam dan melakukan perjanjian dengan iblis adalah hal yang salah. Seorang penyihir berhasil melakukan perjanjian terkutuk dan membuat masalah di masa depan. Linn dan teman-temannya bertugas menggagalkan rencara penyihir itu *** Ma...