45

17 7 4
                                    

"Kena!" Kae berhasil menyentuh dahi Shie. Kekuatannya siap mengacaukan ingatan-ingatan milik Shie. Shie terdiam, portal-portal miliknya menghilang.

"Melindungi!" Gerakan bagus Siel. Ralu berhasil mendapatkan pelindung dari Siel. Pisau-pisau itu tidak melukai dirinya.

Ruangan gelap sudah terganti dengan bangunan tua. Mereka keluar dari portal aneh itu. Menyisakan mereka berempat bersama Hima dan juga Shie yang pingsan.

"Ayo kembali, seharusnya ini sudah waktunya Linn dan yang lainnya bertemu dengan Mara." Ucapan Kae membuat mereka harus bergerak cepat.

"Ola!" Noe bergerak melindungi Ola yang hampir menabrak pohon. Terdengar rintihan dari mulut Ola.

Sebuah ledakan terjadi, gubuk tua itu hancur. Ola dan Noe terpental cukup jauh dari yang lain. Linn segera berdiri, kakinya terasa sedikit sakit karena tergores oleh ranting-ranting yang berserakan di tanah.

"Tahan, tunggu yang lain datang membawa Hima!" teriak Zev, mereka mengangguk bersamaan.

Ola segera mengeluarkan beberapa boneka manekinnya untuk menyerang Mara. Noe mulai berlari ke arah Mara sambil mengayunkan pedangnya.

Mara dengan lihai menghindari serangan-seangan yang dia terima. Tawanya terdengar nyaring di tengah kesunyian malam ini. Matanya yang merah menatap tajam mereka.

"Kenapa kalian tidak berada dipihakku saja? Dengan aku yang mengulang waktu, kalian tidak akan melewati nasib yang sial lagi," tawar Mara dengan senyum seringainya itu.

"Itu merusak takdir dunia loh, penyihir tua sepertimu tidak paham hal itu ya?" jawab Ola dilanjutkan dengan pertanyaan mengejek.

"Lupakan tentang itu, memangnya kau tidak mau melihat kedua adikmu lagi?" Tawa kecil terdengar dari mulut Mara, setelah melihat ekspresi Ola yang terlihat kesal.

"Bersenang-senanglah dengan para tulang belulang ini." Seringai Mara terlihat menghiasi wajahnya, kedua tangannya yang berada di samping tubuhnya bergerak ke atas secara perlahan hingga setinggi bahunya.

Tanah sedikit bergetar, perlahan muncul mayat-mayat yang hanya tersisa tulang belulangnya dari dalam tanah yang mereka pijak, mayat itu mulai berjalan mendekati mereka seolah mereka masih hidup. Di atas sana, di bawah rembulan indah malam ini, Mara tertawa seolah melihat pertunjukan yang indah.

Noe mengarahkan pedangnya ke arah salah satu mayat itu. Perlahan, pedangnya itu mulai menebas satu per satu leher mereka di sana. Namun, rasanya semua itu adalah hal yang sia-sia. Setiap bagian tulang mayat itu jatuh ke tanah, bagian itu akan kembali dan menyerang lagi.

"Kalau gini, gak bakal ada habisnya," celetuk Ola menatap banyaknya mayat yang terus bangkit itu.

"Ledakkan aja." Zev memberi saran sambil terus berusaha menahan para mayat itu.

Linn sedikit tidak yakin dengan saran itu, tetapi sepertinya hanya itu yang dapat mereka lakukan. Tidak ada yang akan tahu hasilnya. Linn maju sedikit, mendekat ke arah mayat-mayat itu. Tangan kanannya berada di depan dadanya, dengan telapak tangan lurus menghadap ke kumpulan mayat itu.

Dia memejamkan matanya, berusaha fokus untuk membayangkan sebuah ledakan di antara mayat itu. Semoga saja hal ini berhasil membantu mereka mengurus kumpulan mayat itu.

Noe dan Zev yang melihat itu mulai sedikit menjauh dari kumpulan tengkorak. Ola memperhatikan mereka dari jarak sedikit jauh, dia tetap berusaha fokus mengendalikan manekin-manekin miliknya itu.

"Meledak," lirih Linn. Tepat setelah itu ledakan besar terjadi di antara puluhan mayat tulang belulang itu.

Di tengah kegelapan malam ini, cahaya kemerahan dari ledakan itu berhasil membuat malam ini terlihat meriah. Sebagian mayat itu berhasil hancur.

Tapi itu tidak bertahan lama. Mata Linn perlahan bergetar, melihat satu per satu bagian tulang belulang yang hancur itu kembali menjadi satu bagian yang utuh. Semua bagaikan mimpi buruk terakhirnya yang sangat panjang.

"Gila," ucap Noe sambil menggelengkan kepalanya tak percaya.

"Kak Ola!" teriak Linn yang menatap Ola tercekik oleh Mara. Noe dan Zev mengalihkan pandangan mereka ke Ola beberapa saat dan kembali fokus ke sekumpulan mayat itu karena mayat itu terus menyerang.

Beberapa waktu mereka tidak memperhatikan Mara, dengan kesempatan itu Mara membawa Ola terbang di atas jurang. Dengan tangan kanan mencekik Ola dan tangan kiri membuat sebuah lingkaran sihir.

"TAHAN PARA MAYAT ANEH ITU!" teriak Zev, dia berlari menuju jurang itu dengan menggunakan kekuatannya. Sebuah sayap khas burung elang menghiasi punggungnya.

Di sisi Linn dan Noe, mereka menahan makhluk itu. Berkali-kali Linn meledakkan mereka, dan berkali-kali makhluk tulang belulang itu bangkit. Linn sadar, sebagian makhluk itu yang benar-benar hancur oleh ledakan, tidak bangkit kembali. Mereka memiliki kesempatan.

"Aku benar-benar benci para keturunan Merriell, dan bisa-bisanya kau secara kebetulan mendapatkan permata itu," kesal Mara sambil terus mencekik Ola dengan tangan kanannya.

Ola tidak dapat mengatakan apapun, untuk menarik napas saja dia terasa susah. Jika dia berhasil melepaskan dirinya dari Mara, belum tentu dia selamat dari jurang dalam di bawahnya itu.

"Aku tidak akan membunuhmu, jurang itu yang akan membunuhmu." Seringai Mara terlihat merekah. Tangan kirinya bergerak membentuk sebuah lingkaran sihir.

Mara tidak mengincar nyawa Ola, tetapi permata yang berada di dalam tubuh Ola. Perlahan permata itu berhasil keluar dari tubuh Ola. Ola bisa merasakan rasa sakit yang menyebar di seluruh tubuhnya akibat permata itu ke luar dari dalam tubuhnya.

"Percayalah kau tidak akan mati, aku akan mengurus perempuan lemah berambut biru itu dulu." Dengan mudahnya, Mara melepas tangan kanannya dari leher Ola. Sudah dipastikan jika Ola terjatuh ke dalam jurang itu.

"AHH!!" jerit Ola setelah merasakan tubuhnya tidak lagi melayang. Rasanya jantungnya seolah berhenti berdetak sekian saat.

Beberapa detik sebelum tubuh Ola benar-benar terjatuh ke tanah, Zev berhasil menangkapnya. Dia memegang erat tubuh Ola dan membawanya kembali ke atas. Yang ada dipikiran Zev kali ini hanyalah, keselamatan temannya ini.

"Yang lain sudah datang," jelas Zev, sambil menatap ke sekelilingnya. Dia mencari tempat aman untuk mendarat.

"Aku hampir mati." Ola bernapas lega dia masih bisa menghirup oksigen di hutan ini.

"Tapi, aku tidak akan berguna lagi di pertarungan ini, Mara–" Belum sempat Ola berbicara hingga selesai, Zev menyelanya.

"Aku tahu itu, kamu akan berguna nanti. Hanya kamu yang bisa merapalkan hal itu." Tatapan Zev masih saja tajam, dia menghilangkan sayap di punggungnya itu. Sayang sekali baju yang ia kenakan sedikit rusak karena sayap itu muncul.

"Jangan sampai celaka, kamu adalah kuncinya, Ola." Ola mengangguk mendengar ucapan Zev itu.

Kenapa aku jarang up? Tambah dekat ending, aku tambah bingung. Targernya tahun ini harus selesai sih ya. Semoga aja beneran selesai.

Vote-nya teman!

EDELSTENEN [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang