Festival des lumières

17 3 5
                                    

Beberapa bulan kemudian, Quinn sudah bisa hidup dengan normal. Alat bantu jalan pun sudah ia tidak gunakan minggu lalu. Namun, selama beberapa bulan itu juga, Ruka sudah jarang menampakkan dirinya, bahkan menunjukkan eksitensinya pun sudah jarang. Jadi Quinn berpikir untuk memanggil Ruka dengan menyebut namanya.

"Kangen kah?" tanya Ruka saat Quinn memanggilnya. Gadis itu memutar matanya lalu berkata bahwa ia ingin menemui Callista, Arissa, Byanca dan Mahen yang asli, bukan puppet milik Ruka yang tiba-tiba saja menikamnya dengan belati. "Boleh, malem jum'at ini gue bawa"

"Malem ini dong" ujar Quinn. Ruka mengangguk lalu berkata ia akan kembali ke 'rumah'-nya dan berbincang dengan yang lain tentang perkara ini. "Yaudah, jam berapa?"

"Jam 10 keatas mungkin, gatau" kata Ruka dan langsung pergi. Quinn menghembuskan nafasnya berat dan langsung mengerjakan tugas kuliahnya. Disisi lain, Ruka datang ke kedai Amia dan mengobrol singkat dengannya, tidak lama, Mahen datang dan bergabung dengan mereka.

Setelah kedatangan mereka di tempat ini, Mahen dan byanca sudah mulai akrab dengan beberapa penghuni di Après La Vie, tetapi, tidak dengan Callista dan Arissa. Keduanya lebih sering mengurung didalam ruangan mereka jika tidak ada keadaan yang mendesak mereka untuk keluar. "Kak cal sama Isa masih jarang keluar kah?" tanya Amia pada Mahen. Lelaki itu mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Amia. "Anyway kak, malem ini kita bakal keluar lagi kan?" tanya Mahen. "Loh, iya.. aku kayaknya ngga keluar lagi deh, sekalian jagain Lynetta." ujar Amia. Mahen mengerutkan alisnya. "Loh? kenapa? kakak jarang banget ikut festival loh."

"Um.. gimana ya.. aku bingung apa yang harus aku cari. Kamu gak tau ya kalau aku itu hilang ingatan pas aku meninggal?" kekeh Amia. "Hah? kok bisa? cerita dong kak" ujar Mahen. Sebelum Amia menceritakannya, ia memberikan Mahen segelas dan langsung menceritakan hidupnya pada Mahen.

"Jadi.. sebelum aku mati itu.. aku korban bully hen. Aku gak punya temen, orang tua juga gak ada yang berpihak sama aku. Sebelum aku mati.. Kepala aku di benturin ke tembok karena masalah sepele" jelas Amia sambil menunduk. "Kak, kalau kakak cerita gini, gapapa emangnya? takutnya kakak ngerasa trauma lagi" Amia menggelengkan kepalanya lalu berkata bahwa ia sudah berdamai dengan keadaan ini, tetapi, ia masih tidak bisa memaafkan orang-orang yang menghabisi nyawanya beberapa tahun silam. "Long story short.. aku hilang kesadaran, aku gak inget apa apa pas itu, terus.. tiba-tiba ada laki-laki yang dateng dan bawa aku kesini. Aku juga waktu itu gak inget nama aku siapa, tapi untungnya aku pake seragam, jadi.. tau deh" jelas Amia sambil tertawa.

"Kak Mia berarti udah inget semua dong? " Amia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan dari Mahen. "Anyway.. kak Amia pernah gak sih keluar terus ikut festival? kayak ngunjungin keluarga atau orang-orang yang bunuh kakak? "

"Banyak bener pertanyaan lu, kek lagi sesi introgasi ini" kekeh Rey yang tiba-tiba datang. Amia tertawa lalu berkata, "gapapa lah, itung-itung kenalan lebih jauh. Ruka mana? tumben gak bareng kamu Rey?" tanya Amia. "Lah? sejak kapan gua nempel sama setan petakilan kayak Ruka?"

"Oi ngatain gua ya lu?!" seru Ruka yang tiba-tiba datang sama seperti Rey. "Kagak, geer lu" ketus Rey lalu duduk disebelah Mahen. "Eh ru, nanti malem kita pergi lagi kan?" Ruka mengangguk lalu membisikan sesuatu kepada Mahen. "Hah? yaudah ntar gue kasih tau" kata Mahen setelah Ruka selesai. "Napa?" tanya Rey. "Kepo" ujar Mahen dan Ruka bersamaan.

"Yeu pantek"

Mahen tertawa dan mengikuti Ruka yang berjalan menuju kamar Arissa. Disana Mahen melihat Arissa yang sedang berdiri menatap anak-anak yang sedang bermain dengan Byanca di taman belakang apartemen. "Sa" ujar Mahen. Arissa menoleh lalu menyapa kedua temannya dengan senyuman singkat dan kembali menatap anak-anak itu lagi. "Kenapa?" tanya Mahen.

see you thereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang