15.

5 0 0
                                    

Pukul dua belas kurang Jovie sudah tiba di tempat kerjanya dengan di antar sang Ibu.

"udah ya bu, hati-hati pulangnya,"ucap Jovie sambil mencium tangan Ibu.

"yang sabar jo, nanti kalo dia bilang apapun kamu jangan emosi ya. Biarin aja udah, kamu tinggal sholat atau makan diluar,"

Nasehat sang Ibu ia dengar dengan baik meskipun dalam hati Jovie juga meragukan dirinya sendiri.

Jovie sangat bersyukur memiliki ibu sebaik ibunya yang bisa menghiburnya dan memberi solusi ketika mendapat suatu masalah.

Sambil berjalan ke tenant tempatnya bekerja dalam hatinya berucap untuk tidak emosi dan harus lebih sabar lagi menghadapi temannya.

Hingga tiba di tenant, Jovie sibuk melepas tas dan jaket tak lupa merapikan rambutnya.

"gimana bu udah bisa belum,"tanya Jovie sambil menarik kursi untuknya duduk.

"ini gimana jo kok tunai nya nggak ketemu terus, udah tak itung nggak ada yang salah tapi tunainya kok kurang terus,"

"bu ini tunai berapa aku tanya,"

"delapan ratus harusnya, tapi di laci uang nggak ada segitu,"

Jovie pun mulai mengutak-atik kalkulator dan sesuai dugaannya akar masalah ada di nota dengan jumlah enam puluh ribu.

"bu ini total tunai dikurangi aja enam puluh ribu udah gitu aja,"

"loh dikurangin gimana orang di list stock udah bener kok cuma uang tunai nya aja yang salah,"

Sungguh Jovie sudah kesal dan sangat ingin marah.

"bu ini tinggal kurangi aja enam puluh soalnya nota ini nggak ada duitnya, duitnya kan udah di setoran kemarin. Nanti ditulis keterangan untuk keperluan voucher,"ucap Jovie sambil menunjukkan nota yang dimaksud.

"nah kalo tak kurangin nanti kesalahan, kan itu urusanmu sama admin pusat,"

"loh justru ya kesalahanmu bu kenapa hari sabtu notanya kamu balikin. Udah tau tablet sama printer masih dipinjem ke solo dan belum balik harusnya nota biar disini aja. Orang pusat minjemin nota ya buat keperluan disini selama tablet belum balik, sekarang kamu malah mau nyalahin orang,"ucap Jovie dengan rasa marah yang sudah tidak bisa dipendam lagi.

"kalo bukan shift nya tuh nggak usah ngutak-atik shift orang,"ucap temannya sambil menulis.

Jovie tak menjawab ia hanya diam sambil melirik ke arah temannya.

"NGGAK USAH MELIRIK MATANYA, sama orang tua nggak sopan,"

Satu bentakan membuat Jovie terkejut hingga tubunya bergetar. Matanya melihat ke arah sekitar, beberapa orang melihat ke arah tenantnya. Pengunjung dan security menatapnya sekilas.

Jovie memilih untuk duduk karena tubuhnya lemas.

"kemarin dijelasin nggak denger sekarang aku jelasin lagi masih nggak paham, akar masalah juga ada di kamu,"

"kamu itu anak muda harusnya sopan sama orang tua, bocah kemarin sore kalo dibilangin bantah,"ucap temannya yang mulai mengalihkan topik.

"bantahnya dimana aku tanya, kamu juga salah kenapa nggak ngaku, aku kemarin berusaha jelasin biar closingannya nggak bingung mal-"

"alah memang kamu itu orangnya pengen menang sendiri nggak bisa menerima pendapat orang lain,"

Sudah cukup bagi Jovie, ia sudah muak dengan pembicaraan ini. Langsung saja Jovie mengambil ponselnya dan berjalan menuju lift untuk ke lantai sebelas.

Setelah sampai di lantai paling atas, Jovie pun menangis sejadi-jadinya hingga dadanya terasa sesak.

Hingga dirasa cukup, Jovie pun menelepon seseorang untuk menjemputnya.

Jovie pun menekan tombol lift menuju lantai dasar dan segera berjalan menuju tenantnya kembali.

Dengan cepat ia mengambil tas, jaket dan helmnya lalu berjalan keluar. Jovie berjalan sambil mengenakan jaket dan memakai tas nya. Sampai diluar orang yang ditunggu pun sampai, langsung saja Jovie naik ke boncengan itu.

Disinilah Jovie sekarang, duduk sambil menatap kosong ke arah laut. Matanya merah dan pipinya basah bekas air mata yang menetes.

"minum dulu nih,"ucap Dimas sambil memberikan minuman kaleng.

"makasih ya dim,"ucap Jovie yang dibalas anggukan oleh Dimas.

Benar orang yang menjemput Jovie adalah Dimas. Sebenarnya ia berniat menghubungi Arwan, namun Arwan meminta bantuan Dimas untuk menjemputnya karena Arwan sendiri ada tugas kelompok.

"maaf ya dim jadi ngerepotin kamu, padahal aku tadi minta bantuannya ke arwan,"

"nggak apa-apa mbak toh semua murid juga pada pulang awal gara-gara gurunya rapat,"ucap Dimas setelah meneguk minumannya.

Perkataan Dimas memang benar jika seluruh siswa di sekolahnya pulang awal bahkan Dimas menjemput Jovie dengan berseragam putih abu-abu.

Dimas menatap Jovie yang masih diam dan menatap laut dengan sesekali meneguk minumannya.

"aku seneng mbak liat kamu nangis,"

Ucapan Dimas membuat Jovie langsung menoleh dan terheran.

"maksudnya kamu seneng kalo aku lagi sedih,"

"aah nggak, bukan gitu maksudku. Aku seneng aja kamu bisa nangis setiap ada masalah, itu tandanya kamu nggak nahan perasaan yang bikin kamu sedih,"

Jovie tersenyum mendengar penjelasan Dimas. Jovie akui Dimas ini memang anaknya pintar bicara. Tapi dari apa yang Dimas katakan memang ada benarnya. Setidaknya ia lega bisa mengeluarkan rasa sakitnya melalui air mata.

Jovie jadi teringat dulu ia dengan berani menggoreskan benda tajam pada lengannya guna pelampiasan emosi dan rasa sakitnya. Bahkan sekarang jika ia melihat lengan kirinya, yang diingat selalu luka goresan akibat benda tajam yang sengaja ia lakukan.

"makasih ya dim karna bisa kasih kata-kata penenang buat aku,"

"sama-sama mbak, pokoknya kalau ada masalah atau perasaan yang ganjal di hati kamu mending kamu nangis aja. Nggak ada salahnya kok nangis dan nggak perlu malu,"

Jovie mengangguk dan tersenyum setelah mendengar ucapan Dimas yang membuat hatinya lebih tenang.

Waktu masih berlanjut di hari yang sama, setelah dari pantai Jovie memutuskan untuk pergi ke cafe dengan di antar Dimas. Meskipun masih siang, mau tidak mau Jovie harus ke cafe karena tidak ada tujuan lagi. Ia tidak mungkin pulang ke rumah di siang hari bahkan dalam keadaan matanya yang masih sembab.

"loh baru jam segini kok udah masuk jo,"ucap Yuda yang berjaga di meja menu.

"iya, aku tutup shift langsung minta pulang soalnya agak pusing,"

"loh kalo sakit ijin dulu nggak apa-apa jo, dari pada nambah pusing kepalamu,"

"nggak yud, ini aku mau ke atas dulu istirahat bentar. Nanti kalo udah jam nya aku turun kok,"

"oh yaudah, gih istirahat dulu,"

Jovie pun naik ke atas dan memilih rebahan di ruang staff guna mengembalikan energinya.

Sebelum ia memejamkan matanya, terlebih dahulu ia mengecek ponselnya jika saja ada pesan penting yang perlu dibalas.

Bu Harti
Loh jo kamu kok pulang tuh gimana
13.00

Satu pesan itu membuat Jovie mematikan ponselnya kembali dan mulai memejamkan matanya.

~♥~

Btw harti itu nama temen kerjanya Jovie ya

Bener-bener ya bagian ini adalah bagian yang bikin kepalaku pusing karna nulisnya sambil nangis.

Vote and comment jangan lupa, terima kasih♡

My Jo-Jo (Aku dan Mimpi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang