ִֶָ࣪☾. ii 𖹭

856 93 1
                                    

Eliel masuk ke dalam sebuah rumah tingkah satu, berbeda sekali dengan hunian tingkat tiga yang ia lihat tadi. Rumah sederhana itu berdiri di tengah rumah tetangga yang setara-seperti rumah tradisional Jepang. Lantai kayu yang sedikit rapuh dan melayang di atas tanah membuat penghuninya harus melangkah hati-hati ketika malam tiba. Eliel tersenyum ketika melihat suami dari kakek yang mengajaknya menjamu sang tamu dengan cookies dan air.

"Duduklah dulu, saya carikan pakaian dan alas kaki baru untukmu," ujar sang kakek sebelum pergi ke dalam kamarnya.

"Halo, nak," sapa lelaki yang nampak sedikit lebih muda dari kakek.

"Halo...kek."

Pria paruh baya itu tersenyum. Walaupun wajahnya sudah penuh dengan kerut sana sini, namun Eliel dapat membayangkan betapa cantik dan manisnya pria itu ketika usia produktif.

"Saya Willy, panggil saja Opa Will. Saya tidak terbiasa dipanggil kakek, begitu juga dengan Edgar," ujarnya sambil menjabat tangan yang lebih muda. Sekarang, Eliel jadi tahu nama kakek yang mengajaknya kemari

Eliel tersenyum canggung, "Ohh, maaf Opa, nama saya Eliel Flynn. Saya tersesat, baru saja malam ini, di planet asing yang bising dan padat ini."

Willy tersenyum, mengelus surai pirang Eliel, "Saya tau, saya bisa melihat wajah bingung dan gelisahmu, Eliel," ujarnya membuat Eliel merasa aman.

"Eliel Flynn...nama yang bagus," ujar Edgar, ikut menimbung dengan dua pria manis berbeda generasi itu.

Sang empu nama tersenyum senang, "Terima kasih, Opa Ed."

Edgar tertawa, "Sepertinya suami saya sudah beritahu nama saya ya?"

Eliel mengangguk, "Opa Will juga dari Plaria?"

Willy menggeleng, "Saya dari sini, bumi."

Eliel menggercapkan matanya, "Jadi, hanya Opa Ed?"

Edgar mengangguk, "Iya, saya seorang Beta. Setiap orang Plaria dapat mengenal masing-masing dengan aura tak kasat mata yang terpancar."

Eliel ber-oh ria, "Pantas saja Opa tau kalau aku tersesat...tadi Opa ada keperluan apa di kota bising itu?"

Edgar tersenyum kecut ke arah suaminya yang telah mengangkat sebelah alis, melipat tangannya di depan dada, "Sa-saya sebenarnya mau belanja mingguan hahaha," ujarnya dengan tawa canggung di akhir. Tangannya ia bawa untuk menggaruk tengkuknya yang gatal karena rasa bersalah.

"Ahh, maaf Opa. Besok Eliel temani belanja ya?"

Edgar tersenyum senang, mengangguk setuju, "Saya juga harus mengenalkan kamu tentang banyak hal di dunia baru ini, nak."

Eliel mengangguk semangat, seperti cucu kedua pasangan itu. Pria yang paling muda menegak dan memakan pemberian pasangan senja itu. Edgar tiba-tiba teringat sesuatu, "Kamu tahu kenapa kamu bisa di buang ke sini?" Tanya Edgar tiba-tiba.

Eliel menghentikan kunyahannya, lalu menggeleng polos, "Apakah aku sedang bermimpi?"

Edgar menggeleng, "Ini adalah konsekuensi kamu, Eliel. Menolak banyak orang yang mau mendekatimu, dan sekarang kamu sudah lebih dari 250 tahun, apakah benar?"

Eliel mengangguk ragu, seketika wajahnya murung, "Eliel tidak pernah menemukan Alpha yang dapat membuat Eliel nyaman dan tertarik. Makanya sampai sekarang, Eliel tidak pernah memiliki pasangan sekalipun."

"Berarti kasusnya sama seperti saya, saya juga di buang di sini untuk mencari pasangan. Dan saya bertemu Willy, kami menikah 47 tahun lalu waktu sini, ya sekitar 470 tahun di Plaria."

Eliel membulatkan mata, kilauan manik gelapnya menunjukkan rasa kagum, "Itu hampir dua kali umurku, Opa!"

Willy tertawa, mengelus punggung Eliel, "Kamu ini lucu sekali, kami berasa dikunjungi cucu."

Lacunae (JAEYONG) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang