ִֶָ࣪☾. iii 𖹭

935 93 7
                                    

Mobil yang mereka tumpangi melaju memasuki mansion megah dengan tembok pembatas yang berjejer mengotaki bangunan super besar itu. Eliel mengerutkan keningnya heran ketika merasa tidak asing dengan bangunan putih berlampu emas itu. Ia semakin yakin setelah melihat gerbang dan penjaga yang sama saat ia tersesat sebelum bertemu dengan Edgar dan suaminya.

Mobil Kala berhenti di depan tangga menuju pintu besar yang merupakan pintu utama mansion tersebut. Kala menggandeng tangan Eliel untuk keluar dari mobil. Si Omega yang masih tertegun dengan arsitektur bangunan megah tersebut terpaksa mengikuti langkah cepat Kala. Tak lupa, mereka menunjukkan undangan mereka, mengisi buku undangan dan memberi hadiah yang sudah Kala beli.

Atensi Eliel tertuju pada chandelier besar yang menggantung kuat di atas ruangan luas yang cukup untuk membangun satu rumah orang kelas menengah. Banyak orang bercengkrama, membentuk lingkaran masing-masing sambil menunggu acara di mulai dengan gelas wine merah di tangan masing-masing. Bau alkohol itu sedikit membuat Eliel tidak nyaman.

"Hai guys! Kenalan nih sama Eliel," sapa Kala. Namun mata Eliel masih sibuk menoleh kesana kemari.

"Wisss cakep bener, buat gue malem ini boleh ngga?" Tanya salah satu dari mereka.

"Yeuhh, gue bawa kesini bukan buat jadi mainan!" Ujar Kala membuat pria itu tertawa.

Eliel merasa tubuhnya tiba-tiba tidak enak, kepalanya pusing dan tubuhnya mulai terasa terbakar, "Kala, aku boleh ke toilet sebentar?"

Kala mengangguk, "Hm, toiletnya ada di lorong itu. Nanti ada tulisan toilet kok."

"Oke, sebentar ya," Eliel pergi meninggalkan Kala dengan teman-teman pria itu. Berlari cepat mencari tempat aman untuk ia menyembunyikan feromonnya yang kemungkinan sudah semerbak kemana-mana. Ya, walaupun tidak akan ada manusia yang dapat menciumnya.

Eliel akhirnya menemukan sebuah ruangan yang tidak terkunci setelah mencoba beberapa gagang pintu untuk ia buka. Tubuh kecil itu ambruk, bersamaan dengan suara wanita yang terkejut dengan kehadiran pria tak berkepentingan itu. Pandangan Eliel mulai kabur karena air mata saat ia berusaha untuk bangkit. Jemari lentiknya mulai melucuti kancing blazer yang ia kenakan.

"Kalian semua keluar!" perintah seorang pria gagah yang semula duduk tenang di kursi rias.

Wanita-wanita perias itu segera berlari keluar, dan pria jangkung tadi segera menopang tubuh lemah Eliel. Keduanya saling berkontak mata, sama-sama dengan tatapan sayu. Tangan lancang si manis mulai meraba rahang tegas pria dengan wajah kesal itu.

"Tolong sentuh saya, tuan...," ujar Eliel secara sensual, menggeletakkan blazer-nya hingga tidak berbentuk di atas lantai. Pria kurus itu telanjang dada, memamerkan puting merah mudanya yang menggiyurkan.

Pria jangkung itu menyeringai, mengendus ceruk leher Eliel yang beraroma stroberi di indra penciumannya, "Stroberi...hmm manis sekali."

Kepala Eliel beristirahat di pundak si jangkung, mencium aroma parfum maskulin yang menempel di leher dan jas rapi pria itu. Kepalanya pening dan ia semakin tidak waras, seharusnya Eliel perlu segera meminum obat penghenti heat yang selalu tersimpan di nakas kamarnya. Tapi di dunia ini, mana ada obat penghenti heat. Mau cari sampai ke ujung dunia pun tidak akan dapat.

"Tuan, panas. Saya kepanasan..," Eliel semakin mendusel, meraba-raba bagian selangkangan pria itu untuk merasakan kegagahan tonjolan keras mirip dildo yang sering ia pakai.

"Fuck! Kalau mau ngentot nanti saja!" Bentak pria itu membuat Eliel menangis.

"Saya mohon tuan tampan, saya tidak bisa menahannya lagi..," mohon Eliel di sela tangisannya.

Lacunae (JAEYONG) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang