"Terkadang takdir tak selalu berjalan sesuai keinginanmu."
***
***
Seorang gadis merangkak ke arah jendela, ia meraba-raba untuk membuka jendela itu. Keluar dari kamar kemudian duduk di bawah kemerlap-kemerlip Bintang. Ia menyalakan pematik untuk membakar sebatang permen dari tembakau, menyemburkan asap dengan hikmat.
Pikiran bising itu seakan mereda kala asap keluar dari mulutnya, kulitnya diterpa angin Malam yang begitu dingin. Namun, bukan merasa kedinginan malah menikmati terpaan angin itu, melihat ke arah ribuan Bintang yang menyinari Malam. Malam begitu menenangkan untuk pikiran yang seperti pasar, katanya.
Ia tersenyum miris kala melihat banyaknya bekas coretan yang ia gambar, sebegitu menyedihkan dirinya sampai ia rela menyakiti tubuh yang tak bersalah itu? Manusia memang sangat jahat dan tak berperasaan...
Memori itu bak Radio rusak yang terus-menerus terngiang di kepalanya, ia memukul kepalanya agar suara-suara itu hilang. Terdapat air menggenang di mata seakan menggambarkan isi hati yang terluka, air mata itu luruh dengan sesak dada yang tiba-tiba menyerang. Tak sanggup ia pun menggoreskan benda kesayangannya itu, air berwarna merah pun mengalir deras.
Seperti pohon yang telah banyak coretan manusia. Meski banyak goresan, pohon itu digores lagi hingga getahnya keluar kembali. Begitulah gambaran yang terjadi malam ini. Tak ada yang peduli karena mereka tak tau perkara sebab getah itu mengalir.
Percuma juga jika banyak orang tau, untuk apa mereka tau? Jika mereka sibuk menuduh dan menyalahkan si pelaku, mereka lebih baik tidak tau. Karena yang pohon itu butuhkan hanyalah obat dan rasa peduli masyarakat, bukan menghakimi si pelaku.
"Kenapa lo? Mau sok tersakiti lagi? Pftt, lawak lo." Sakya kaget melihat Kakaknya tiba-tiba ada di depannya, ia pun menyembunyikan tangan dan 2 benda yang ia pegang tadi. Memasang muka datar seolah tak peduli terhadap kehadiran sang Kakak.
"Lo benar-benar udah gak waras ya? Ngapain si lo nyangat-nyangat tangan begitu? Lo pikir keren? Keren kagak, norak iya." Melihat tak ada respon dari sang Adek, Aarav pun memilih meninggalkannya seorang diri di balkon.
Sakya diam tak bergeming, air mata luruh tanpa suara. Menahan segala rasa yang ingin ia ledakkan. Namun, semua itu hanyalah kemustahilan. Ia pernah mendengar bahwa nama Sakya berarti kebahagiaan, tapi mengapa hidupnya tak bisa mendapatkan kebahagiaan? Apakah ia tak berhak mendapatkan kebahagiaan? Mengapa hidupnya hanya untuk pelampiasan orang-orang?
Masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang hinggap di kepalanya. Bayang-bayang masa lalunya itu terus menghantui dirinya, Malam semakin larut dan angin Malam semakin dingin, ia pun beranjak dari tempat duduknya. Ia harus bangun lebih awal karena besok upacara, ia tak mau dihukum karena terlambat.
***
"Awss," ringis Sakya saat Chelsi tak sengaja menyenggol tangan kirinya. Wajah Chelsi panik seketika, ia pun meminta maaf kepada Sakya. Namun, ia menyerngitkan dahi bingung saat sahabatnya meringis, sangat mencurigakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY
Short Story"Tolong, aku capek dengan semuanya, mengapa aku tak bisa mendapatkan keadilan di dunia ini?" "Aku hanya ingin didengar dan dihargai, kenapa begitu sulit untuk mendapatkan 2 hal itu? Aku juga tak mau hidup dengan takdir seperti ini..." Dunia itu adil...