2. Pondok Yang Tak Terawat

825 24 0
                                    

Perjalanan tertatih-tatih ditempuh mobil sport Andi dengan kokohnya. Kini keempat bannya telah berwarna coklat keseluruhan. Andi dan dan
Pak Ji sedikit terguncang-guncang di dalamnya. Ya, jalan non aspal berlumpur sehabis hujan. becek parah! Sejurus kemudian terlihat ada perkampungan di sisi jalan.

'Nah! Itu rumah saya, terlihat atapnya dari sini!' seru Pak Ji. 'Jika sudi, anak boleh mampir atau menginap,' lanjutnya.

'Ya, nanti saya coba ke sana, sekaligus mengantar bapak pulang!' Kata Andi.

Diam-diam Andi merasa menyukai keadaan desa tersebut. Rapi, asri dan bersih. 'Damai sekali ya rasanya?' Komentar Andi. Tapi Ia merasa heran, mengapa tak banyak warga sekitar yang tampak lalu lalang di sana.

'Ini siang hari, nak! Banyak warga yang kelelahan dari kebun. Mereka sedang istirahat. Sore, baru agak ramai. Tapi jumlah warga di sini memang semakin sedikit, banyak yang pindah ke kota sekarang. Mungkin hanya ada tiga puluh keluarga saja yang menetap di sini, itu pun sudah pada tua seperti saya' jelas Pak Ji.

'Jadi tak ada gadis cantik yang bisa dirayu di sini, Pak?' Canda Andi.

Pak Ji tak membalas candaan Andi dan malah tertawa terbahak-bahak. Sekarang dia paham bahwa Andi adalah seorang anak muda yang ramah dan cukup humoris. Dia menyukainya.

'Belok kiri...! Nah ... itu pondoknya!' Tunjuk Pak Ji. Ya salaaam, akhirnya mereka sampai juga.

Andi memarkir mobilnya di dekat rimbunan pohon bambu. Sambil memutar kemudi mobil, matanya lekat mengamati pondok kecil di
area itu. Ingatannya mendadak kembali ke masa lalu.

Dulu Ia dan kakeknya pernah
duduk bersama di terasnya. Ada
juga neneknya yang wara-wiri mengantar camilan.

PRAK! Ditutupnya pintu mobil, lalu berjalan ke arah pondok. Pak Ji sudah lebih dulu di sana, menyingkirkan dedaunan kering di tangga.

Amazing! Andi takjub memandang pondok mungil itu. Ini pertama kalinya Ia ke sini lagi setelah umurnya dewasa.

'Benar kata Mama, kayunya kuat sekali!' puji Andi. Pak Ji tersenyum kecil menanggapinya.

Semakin dekat, Andi menginjak tanjakan tangga lalu menjejak kaki
di teras. Pak Ji masih saja sibuk menyingkirkan daun-daun kering yang diterbangkan angin ke teras.

Andi mengeluarkan kunci dari
saku celananya, lalu membuka
pintu rumah. Ketika melangkah masuk, seketika serangkaian jaring laba-laba mencaplok wajahnya.

'ADUH...! Kaget saya!' Keluhnya
sambil menyingkirkan jejaring itu. Pemandangan debu bagaikan di area padang pasir pun tergelar di depannya. Spontan Ia mencari masker di saku kemeja dan lalu memasangnya.

'Hasyi! Rumah ini sungguh kotor!' Andi sampai bersin dibuatnya. Ia bersungut-sungut karena sebenarnya Ia punya alergi berat terhadap debu.

Anak muda itu lalu kembali ke teras.

'Tolong bapak bersihkan, ya nanti!' katanya pada Pak Ji.

'Saya mau kembali ke kota sebentar, mengambil beberapa perlengkapan yang tak ada di sini. Saya tertarik menginap di sini beberapa hari.'
ujar Andi.

Pak Ji terbelalak memandangnya. Andi bisa menangkap keresahannya, 'Loh..., kenapa!? Kenapa Pak Ji seperti tak suka, saya nginap...!?' sergapnya.

'Ah, tidak apa-apa, nak!' Saya hanya kaget, karena saya pikir tadi anak sekedar datang saja' jelas Pak Ji.

'Awalnya memang begitu, tapi saya melihat tempat ini cocok buat saya untuk menyepi sementara waktu. Hhhh, saya sedang punya masalah
di kota, Pak. Ada seseorang yang harus saya hindari' keluh Andi.

RAMPE - KISAH HORORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang