06 - Surat Kutukan

3 1 0
                                    

ooOOoo

    Souta berjalan dengan lesu, kecewa dengan hasil pembicaraannya dengan Khai sebelumnya.

Flashback :

Setelah rencana tentang foto editan itu tidak berjalan sesuai dengan keinginannya, Souta segera berlari menghadang Khai yang sedang mengendarai mobilnya, berniat untuk menjemput Zol.

Khai sangat terkejut. Dengan cepat ia menginjak rem dan mobil berhenti mendadak. Khai membuka pintu mobilnya dengan kasar dan membantingnya keras. Dengan wajah kesal, dia menghampiri Souta.

"Apa kau ingin mati? Menyingkir dari sana," bentaknya.

Souta tetap berdiri tegak, menatap Khai dengan penuh tekad. "Aku tidak akan menyingkir sebelum bapak memberi jawaban."

Khai mendengus kesal. "Apa yang ingin kau katakan?"

"Guru harus membangun kembali tim baseball!!" teriak Souta, suaranya penuh semangat.

"Tidak. Tidak akan pernah," jawab Khai dingin.

Souta merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah koran, lalu menaruhnya di kaca mobil Khai. Khai memandang koran itu, dan bayangan masa lalunya muncul kembali. Dia pernah menjadi pemain baseball ternama, dengan mimpi besar yang kini terkubur dalam-dalam.

"Pak..." panggil Souta, suaranya lebih lembut. "Aku tahu siapa kau. Kenapa kau bisa menyerah pada baseball? Tapi kumohon jangan bawa pergi mimpiku!"

Khai menatap tajam Souta. "Tidak ada gunanya. Apa bagusnya baseball? Siapa yang akan memberi kau pandangan? Jika kau ingin menjadi pemain baseball sebagai pekerjaanmu, lebih baik kau fokus pada belajarmu! Bagaimanapun sebuah mimpi berada di atas kenyataan."

Souta menggeleng kuat. "Kau berbohong! Pak, pernahkah kau mengatakan tak menyukai baseball sama sekali?"

Khai mengeraskan rahangnya, mengepalkan tangannya erat-erat. "Benar, aku tak menyukainya. Mimpi ku sejak awal sudah dihapus oleh kehidupan. Aku sekarang hanya ingin hidup damai. Boleh tidak? Apa kau sudah puas?!"

Air mata mulai menggenang di mata Souta. Dia tidak menyangka orang yang ia idolakan bisa mengatakan hal itu. "Guru, apakah kau tahu kenapa aku bersekolah di sini? Itu karena aku ingin belajar baseball denganmu. Dan sekarang aku lebih bertekad dari sebelumnya. Aku sangat beruntung dan tidak rapuh seperti mu. Mungkin perkataanmu ada benarnya. Aku seorang diri. Aku tak bisa membangun kembali tim, tak bisa mendapatkan juara nasional, tapi ini adalah mimpiku. Aku tak peduli kau mendukungku atau tidak. Aku akan melakukan yang terbaik. Tak peduli sukses atau tidak, aku tak akan menyesal. Karena aku percaya setiap orang memiliki mimpi, termasuk kau. Guru, biarkanlah aku mencobanya lagi."

Dengan mata yang berembun, Souta berusaha untuk tidak menangis. "Aku mohon," lanjutnya sambil menundukkan tubuhnya.

Khai terkejut melihat keteguhan hati Souta. Ia menjauhkan pandangannya, berusaha mengendalikan emosinya. "Berhentilah, itu takkan berguna bagiku," katanya tanpa menatap Souta.

Souta menegakkan badannya, sangat kecewa dengan keputusan Khai, "Baiklah kalau begitu. Ini.. ini adalah terakhir kalinya aku meminta pada mu." Dengan hati yang hancur, Souta berbalik dan pergi.

The Twelve Maidens' Quest: Across TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang