Saat mobil meluncur melewati jalan yang semakin sunyi dan terpencil, rasa cemas mulai ada dalam diriku seperti kabut tebal di pagi hari. Aku merasa jantungku berdebar lebih cepat dari biasanya, dan setiap tikungan di jalan terasa seperti menambah ketidakpastian yang mengganggu pikiranku. Di tengah keheningan hutan yang menyelimuti sekitarnya, hanya suara mesin mobil dan bunyi alam yang terdengar.
Untuk mencari pelarian dari kecemasan itu, aku memutuskan untuk memasang headset dan memutar lagu-lagu dari playlist favoritku. Aku merasa lebih tenang, meskipun hanya sejenak. Namun bahkan di bawah lapisan suara musik, rasa cemas tetap tak terelakkan. Tapi kalau dipikir pikir lagi buat apa aku cemas aku akan menghadiri pesta yang diadakan oleh temanku.
Aku melihat keluar jendela, melihat pepohonan tinggi yang menjulang di sepanjang jalan. Cahaya matahari terhalang oleh rimbunnya daun yang memayungi jalanan.
Ketika mobil akhirnya berhenti di depan gerbang besi besar, gerbang itu tertutup. Mobil diam sejenak dan tiba tiba gerbang besinya terbuka dengan sendirinya, Ethan memang sangat kaya, mengapa aku tidak menyadarinya? Dia terlalu pandai menjadi orang yang humble. Ketika mobil sudah memasuki gerbang besi, aku sudah bisa mendengar banyak orang disana.
Ketika mobil melaju melewati gerbang dan mengungkapkan pemandangan rumah besar di tengah hutan, ekspresi kekaguman tergambar jelas di wajahku. Aku terpana oleh kemegahan bangunan itu, dengan arsitektur yang megah dan detail-detail yang sangat indah. Aku hampir tidak percaya bahwa aku akan menghabiskan malam di tempat sepenuhnya berbeda dari apa yang biasa kukenal. Mobil berhenti di depan rumah Ethan, aku sudah bisa melihat Ethan lagi mengobrol dengan teman temannya di luar jendela mobil. Aku keluar dari mobil dengan hati-hati, berusaha menyingkirkan perasaan canggung yang mengendap di dalam diriku. Dengan langkah yang agak ragu, aku mendekati Ethan dan teman-temannya. Wajahku mencoba menunjukkan senyuman yang ramah, meskipun dalam hatiku, aku merasa sedikit gugup dengan situasi ini.
"Ethan, hei," sapaku dengan suara pelan saat aku bergabung dengan mereka di luar jendela mobil. Suara tawa dan obrolan yang riuh membuatku merasa sedikit terisolasi, tetapi aku berusaha untuk tidak memperlihatkannya. Aku ingin terlihat sebaik mungkin di depan Ethan dan teman-temannya.
"Heyy, kau akhirnya sampai juga" Ethan tersenyum melihatku
"Guys ini Jordan teman dekatku" Ethan mengenalkan ku ke teman temannya. Oh tidak ini sangat canggung mengapa ia harus melakukannya.
"Oh... hai?" respons teman temannya dengan nada memaksa. Yup aku pengen bunuh diri saja, pesta belum dimulai dan aku sudah mengacaukan semuanya.Sementara itu, pesta terus berlanjut di sekitarku. Lagu yang diputar sangat kencang. Orang-orang bergerak lincah, tertawa, dan berbincang satu sama lain, bermain games bola pingpong dilempar ke dalam gelas plastik dan minum-minum. Aku mencoba untuk menikmati suasana, tetapi perasaan canggung terus mengganggu pikiranku. Aku mencari-cari Ethan, berharap bisa bergabung dengannya, tetapi dia sibuk dengan teman-temannya yang lain. Sudah kuduga ini adalah keputusan yang salah.
Tanpa ada yang memperhatikan keberadaanku, aku merasa semakin terpinggirkan. Aku mencoba untuk mengobrol dengan beberapa orang di sekitarku, tetapi percakapan terasa kaku dan tidak berjalan lancar. Aku duduk di sofa sambil meminum minuman ku dengan tenang sembari melihat orang lain tiba tiba ada orang yang sedang pacaran duduk bermesra mesraan di sampingku. Melihat pasangan yang begitu mesra di sebelahku membuatku merasa agak canggung. Aku merasa seperti seorang penonton yang tidak diundang dalam momen mereka. Dengan rasa tidak nyaman, aku memutuskan untuk menghindari situasi tersebut dan bergerak perlahan dari tempat dudukku.
Setelah beberapa waktu berlalu, aku memutuskan untuk melihat-lihat rumah Ethan. Aku terpesona dengan kemewahan dan keindahan rumahnya. Lukisan-lukisan indah tergantung di dinding, dan perabotannya tampak begitu mewah. Aku merasa seperti berada di dunia yang sama sekali berbeda.
Namun, meskipun keindahan rumah ini menakjubkan, aku masih merasa kesepian dan terasing di tengah keramaian pesta. Aku merindukan perasaan nyaman dan akrab yang biasanya aku miliki bersama David dan Mia.
"Hey Jordan" ada yang memanggilku dari belakang, saat aku berbalik badan. Oh ternyata Ethan, sepertinya dia sudah selesai jadi seleb. Aku tatap mata dia menunggu apa yang dia ingin ucapkan.
"Jordan aku mencarimu dimana mana, aku minta maaf telah mengabaikan mu disini"
Aku membalas. "Ya gapapa, Ethan. Aku ngerti kalo kamu sibuk dengan teman-teman mu. Ini pestamu, kaulah boss nya."
Tapi Ethan tidak mengizinkan aku untuk merasa sepi. Dengan serius, dia melanjutkan, "Tidak, itu tidak boleh jadi alasan untuk mengabaikan teman. Aku ingin kamu merasa nyaman di sini. Mari, ikutlah denganku, aku akan memperkenalkanmu kepada beberapa orang."
Mendengarkan kata itu aku langsung menolaknya
"Tidak jangan kenalkan aku dengan teman-teman mu aku terlalu canggung"
"Baiklah aku ngerti, bagaimana jika kita tunggu sampai pesta berakhir? Kita bisa menghabiskan waktu bersama dan membuat sesuatu yang lebih menyenangkan setelahnya."
"Baiklah" aku merespon
Tiba tiba Ethan mengakhiri pestanya dengan memberi announcement kepada orang orang.
Hah!? Pesta nya berakhir sekarang?Aku merasa tidak enak karena pesta ini berakhir karena aku, untung saja Ethan menggunakan alasan lain mengapa ia mengakhiri pesta ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ptolemaea
Teen FictionDalam perjalanan Jordan untuk menjalin hubungan dengan anak populer, Ethan, sebuah badai tak terduga membawa mereka dan enam teman Ethan lainnya ke dalam situasi terjebak di rumah liburan Ethan yang terpencil di hutan. Namun, 'after party' yang seme...