Chapter 24 : Angel Kiss

483 46 17
                                    

Aku gagal lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku gagal lagi. Satu kalimat yang begitu misterius, membuat Jiae ingin terus menangkup kepala pria itu dan mendekap lebih erat lagi untuk menyalurkan kekuatan. Apa yang membuat Park Jimin merasa gagal? Pria itu tak pernah terlihat gagal dalam hal sekecil apa pun. Di matanya, Jimin selalu hebat, berhasil.

Masih menahan berat di bahunya, Jiae memerangkap sebagian kecil helai rambut Jimin di sela jemari. Kepala wanita itu bergerak pelan mencari kenyamanan hingga sisi wajah mereka bersinggungan, kulit dengan kulit. Tak sepatah kata pun keluar dari bibir Jiae, namun belaian tangannya terus berusaha menenangkan sementara Jimin mempererat peluk dari lengan yang melingkar di sekitar pinggang wanita itu.

Jiae anehnya tak merasa malu menghadapi tatapan orang-orang yang berlalu lalang. Baginya, saat ini hanya ada mereka berdua yang berbagi duka. Pengunjung lain hanya karakter tambahan yang tak terlalu penting sehingga ia tidak perlu memperhatikan mereka. "Aku di sini," bisik Jiae. Telapak tangannya menepuk lembut punggung pria itu seperti kepak sayap-sayap peri. "Tidak akan ada yang bisa menyakitimu," imbuh lirih wanita itu sambil menggesekkan bibirnya di cuping telinga Jimin. Jiae memberi kecupan di sana saat mendengar Jimin masih terisak.

Mungkin kini kelopak mata dan pipi pria itu memerah. Jiae ingin menyembunyikannya andai kata Jimin merasa tak nyaman diperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di sekitar mereka dan merasa begitu lemah. Jiae ingin melindungi pria ini dari serangan macam apa pun dan meyakinkan bahwa laki-laki juga boleh saja menangis. Jiae tidak akan menghakimi Jimin kendati pria itu menunjukkan kelemahan di hadapannya.

"Mau ke tempat yang lebih nyaman? Aku yang akan menyetir," tawar Jiae lantas merasakan gerakan mengangguk di bahunya. Jimin begitu patuh, membiarkan Jiae memberikan perlindungan.

Mengurai pelukan, Jiae kemudian memandangi Jimin lekat. Raut wajah pria itu kacau, merona di beberapa tempat lantas Jiae mengulurkan tangan untuk menyeka jejak air mata yang tertinggal. Kening Jiae mengerut tak senang, mengutuk siapa pun yang telah menyakiti hati pria itu. "Haruskah aku menghajarnya? Aku bisa memberikan beberapa tinjuan walau tidak cukup mematikan," tanya Jiae, lebih terdengar serius daripada bermaksud melucu. Si pria nyaris tertawa di tengah pilunya.

"Jangan. Aku akan lebih khawatir padamu. Dia punya semacam pasukan yang siap membela bahkan menyerang ganas." Seorang raja dan satu orang lainnya pangeran cilik, batin Jimin, menelan paksa senyum kecut yang hampir ia curahkan ke arah Jiae.

Jiae sekejap tercengang. "Kau berurusan dengan siapa? Apa mereka berbahaya?" Jimin bergegas merangkul pinggang wanita itu dan menyahut lembut selagi mengambil langkah pelan.

"Aku berurusan dengan masa lalu yang kini sudah menemukan bahagianya. Tidak berbahaya, hanya saja menyedihkan rasanya mendapati diri sendiri masih terpuruk."

Hanya dalam hitungan detik, Jiae langsung berhasil menangkap maksud pria itu. Matanya yang tadi terbuka lebar karena panik kini cenderung menatap redup sekaligus sendu. "Jadi kau bertemu dia? Si mantan kekasih terbaik?" sindir Jiae, menunjukkan dengan jelas kecemburuannya. Jimin menatap lekat wanita di hadapannya, menangkap rasa tak nyaman dalam suara yang ia dengar barusan.

Trapped by LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang