Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan tubuh dan mental ku. Rasanya aku tidak memiliki tenaga dan keinginan untuk melakukan apapun.
Sudah beberapa menit aku terbangun dari tidur ku tapi aku hanya terbaring dan mengerjapkan mata. Biasanya aku akan segera mandi dan bersiap-siap untuk pergi mengajar. Tapi hari ini, aku berharap aku dapat kembali tidur.
"Kakashi-kun? Kau sudah bangun?"
Tangan Rin mengguncang pelan lengan ku.
"Hn iya." Aku berbalik memandang Rin. Aku menangkap mata coklat sewarna madu itu. Mata yang begitu indah. Ia perlahan tersenyum. Senyum manis itu berhasil melukai hati ku. Apa yang sudah ku lakukan? Aku memiliki wanita yang memiliki senyum yang begitu manis, tapi aku justru kehilangan semangat hidup karena wanita lain? Ah ya. Aku akui itu.
"Kau bisa telat jika tidak bergegas." Kata Rin pelan, suaranya khas baru bangun tidur. Rambut coklat panjangnya berantakan. Aku mengulurkan tangan ku dan merapikan rambutnya. Rin menutup matanya seolah menikmati jari ku di helaian rambutnya. Lagi lagi hati ku terasa sakit, seolah tersayat oleh rasa percaya yang diberikan wanita ini.
Apa aku masih bisa kembali?
Apa aku masih bisa menjadi pria yang dipercaya? Suami dan ayah yang setia?
Aku mendekati Rin. Wajah berisi itu menunjukkan rasa terkejutnya.
Aku tidak tahu sejak kapan aku mulai memikirkan anak itu. Pelacur kecil itu. Bagaimana ia bisa membuat ku mengkhianati keluarga ku. Tapi sekarang entah mengapa hatiku juga sakit jika mengingat tentang pengakuannya. Tapi apa yang aku harapkan? Ia bahkan menggoda gurunya, apa lagi jika ia bukan pelacur?
Sepertinya sudah saatnya aku menghentikan lelucon ini. Aku ingin menjadi suami dan ayah yang baik. Aku tidak ingin terlibat dengan wanita lain. Mungkin saja aku masih bisa kembali. Lagipula selain menyentuh tubuhnya, aku tidak melakukan yang lain. Mungkin saja aku bisa.
"Kaka-," Rin terbungkam. Aku mengecup bibirnya. Butuh beberapa saat untuknya membalas kecupan ku.
Sudah seharusnya hanya bibir ini yang ku kecup.
"Kakashi-kun. Kau bisa terlambat."
Biarkan saja. Aku tidak ingin ke sana. Aku tidak ingin bertemu dengan anak itu. Atau apa aku perlu cuti? Kehamilan istriku sudah hampir 8 bulan. Apakah aku cuti kerja? Aku perlu memantapkan hatiku untuk keluarga ku, baru setelah itu aku kembali mengajar. Atau mungkin aku perlu cuti hingga anak itu lulus. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Ah, andai saja aku tahu lebih awal.
"Dasar pelit." Aku mencubit hidung mancung istri ku. Lalu segera bangun, meninggalkan Rin yang berusaha mencubit lengan ku dengan mulutnya yang mengoceh tentang fakta fakta kenapa aku harus segera mandi.
Rin bukanlah orang yang cerewet. Ia juga tidak sering mengomel. Mulutnya lebih sering mengatakan hal hal positif dan manis. Karena itulah aku menyukainya. Rin adalah cinta pertama ku dan sudah 10 tahun kami saling mencintai. Tidak ada yang lebih berharga dari istri ku.
***
"Ohayou ❤
Sensei jangan marah lagi ya.
Enjoy the coffee."Aku mengambil cup kopi beserta memo yang tertempel di cup. Ini adalah kopi kedua yang ku terima selama 2 hari ini. Entah bagaimana anak itu menyelinap ke ruangan ku dan menaruh kopi panas di meja kerja.
Aku menarik memo itu dan membuangnya ke tempat sampah. Jika kemarin aku juga membuang kopinya ke tempat yang sama, maka sekarang aku memiliki ide yang lebih baik.
Aku mengambil buku dan beberapa peralatan untuk mengajar. Kebetulan sekali pagi ini aku akan mengajar di kelas anak itu. Aku sebenarnya tidak ingin melihat wajahnya. Aku tidak menyukai pembohong. Katanya menyukai ku, tapi berhubungan dengan pria lain? Cih!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Teacher
Fanfiction-KakaRin x KakaHina- Warning: 18+ !! Aku adalah Hatake Kakashi, seorang suami, seorang ayah, dan seorang guru yang sudah mengajar selama 15 tahun. Aku sudah menyaksikan banyak skandal yang terjadi si sekolah, dan tidak ada satupun yang menjerat na...