Winona tersentak kaget ketika dirasakannya usapan lembut menyusuri sela-sela helaian rambutnya. Begitu ditilik ke belakang, dilihatnya senyum cantik kekasihnya terpatri di sana. Lantas Winona bergegas duduk, tanpa pikir panjang ia menerjang gadis di belakangnya sampai jatuh tertindih di ranjang. Dirabanya setiap inci lekuk wajah gadis yang lebih tua dengan tergesa, matanya berbinar dan bibirnya bergetar. Winona senang bukan kepalang setiap kali menyadari kekasihnya datang.
Berbeda dengan Winona yang kikuk dan rusuh, kekasihnya itu tergelak menatap gerak-gerik gelisah Winona dari bawah tubuhnya yang kecil, "Senang liat aku, hun?" kekehnya geli. Winona mengangguk berkali-kali.
"Senang sekali, Kakak! Kapan pulang? Kok baru mampir ke sini?" tanya Winona bertubi-tubi, hidungnya kembang kempis saking bersemangatnya ia memanfaatkan waktu untuk menginterogasi kekasihnya yang semakin tergelak dibuatnya.
"Syukur deh, pacarku selalu senang kalau aku datang. Takutnya aku cuma kebagian ngambek dan muka cemberutnya aja," canda si akak. Winona spontan menggeleng keras.
"Yang benar aja," Winona menyembunyikan hidungnya di perpotongan leher si kakak, "Rugi, dong! Masa pacarku datang sepagi ini cuma buat ku kasih muka masam?"
"Pintarnya pacarku."
Ah, itu dia.
Winona tiba-tiba merasa kepalanya seringan kapas. Pujian yang terlempar manis dari bibir kekasihnya selalu membuatnya meringis. Winona selalu berdoa agar waktu berhenti setiap kali kekasihnya datang memanjakannya. Namun sialnya waktu selalu berjalan cepat untuk dihabiskan dengan bercumbu mesra bersama kekasihnya. Semesta tidak adil.
"Honey, badanmu seringan kapas. Sudah sarapan?"
Winona tanpa sadar mengerucutkan bibir. Kepalanya menengadah, menyamakan posisi kedua bola matanya dengan milik kekasihnya. "Berat badanku turun ke angka 37, kak. Maaf, ya?" gumamnya lirih, sedikit takut jikalau pernyataannya mengusik suasana romansa yang sudah sukses dibangun.
Namun selanjutnya Winona menyesali rasa takutnya yang sia-sia, karena alih-alih memarahinya, kekasihnya itu malah memberi kecupan lembut di kening. Rasa menggelitik di dadanya menjalar turun ke perut, banyak kupu-kupu berlalu-lalang di sana.
"Kakak, banyak kupu-kupu di perut Winona," adunya lirih. Pipinya merah padam lantaran kupu-kupu di bawah sana kian ramai memenuhi perut dan dadanya.
"Sarapan di luar, yuk, Hun. Kasian kupu-kupunya minta makan, ya?" kekeh si kakak lagi. Rahangnya sampai pegal dirasa lantaran tak sanggup menahan gemas si adik pacar.
"Mau, kak! Mau!"
Winona semangat sekali dengar ajakan si cantik. Dirinya beranjak dari atas tubuh kekasihnya dan lompat turun dari ranjang. Dibukanya lemari pakaian, Winona mencomot asal kemeja putih di antara tumpukan pakaiannya yang tidak rapih. Dipakainya kemeja tadi untuk melindungi tubuhnya dari terik matahari. Gadis itu tidak terlalu memerdulikan penampilannya yang berantakan. Toh, dirinya selalu cantik di mata kekasihnya.
Winona terkekeh sendiri, merasa dirinya luar biasa narsis perkara begitu percaya diri akan penampilan belum mandinya. Lantas ia memutar tubuh untuk mencari validasi dari si kakak, "Winona cantik, kan, Kak?"
Dan menyadari bahwa dirinya berdiri seorang diri di dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck in the Middle [ winrina ]
Fanfica winrina au Damai yang dirasa Winona ialah sesederhana mengistirahatkan tubuhnya dalam rengkuhan hangat kekasihnya dan terlelap di sana. Namun mengapa setiap kali maniknya terbuka, Winona selalu kehilangan sosok yang lagi-lagi absen mengisi kosong...