Winona sudah siap membanting meja makan di hadapannya seandainya saja lengan ringkihnya tidak ditahan oleh pelayan kafe yang entah sejak kapan sudah ada di sampingnya. Ditatapnya nyalang sosok menyebalkan yang terus saja tersenyum manis itu, "Lepas!?" teriaknya nyalak. Beberapa pengunjung serentak menoleh ke arahnya. Namun siapa peduli, kepala Winona nyaris pecah saat sosok kekasihnya tidak ada dalam pandangnya.
"Nyari dia, ya?" tanya si pelayan seraya menunjuk ke arah pintu.
Winona mengikuti arah jari pelayan itu yang jatuh pada sosok yang ia cari sedari tadi. "Sayang, aku di sini, lho. Pulang, yuk?"
Lantas tanpa mengindahkan sosok pelayan yang masih tersenyum ke arahnya, Winona lari menghampiri si kakak yang bersandar pada pintu kafe. Disambarnya uluran tangan semulus porselen itu, Winona tersenyum lebar sambil melangkah pergi dari kafe bersama yang lebih tua.
"Terima kasih. Sampai jumpa besok, Non," ucap si pelayan. Manik matanya memperhatikan sosok gadis yang punggungnya semakin jauh dari tempatnya berdiri. Lantas begitu pandangannya tak lagi mampu menangkap keberadaan gadis itu, si pelayan bergegas menghubungi seseorang yang sedari tadi sudah meneror gawainya.
"Bocahnya dah di jalan, bro. Gua liat dia naik bus tadi."
Winona mengorek telinga kirinya yang berdengung, mengundang lirikan gadis di sampingnya yang tadinya fokus memerhatikan derasnya hujan dari dalam bus.
"Kenapa sayang?" yang lebih tua khawatir, dielusnya punggung tangan kekasih kecilnya yang masih mengorek telinganya kasar.
"Telinga winona berisik, Kak. Ada yang ngomongin Winona, ih!" Gadis itu menggerutu.
Alis si Kakak menukik, dikepalnya tangan di depan wajah. "Siapa yang berani ngomongin pacar Kakak?! Biar Kakak pukul nanti!"
Winona tergelak, kepalanya disembunyikan di potongan leher si kakak. "Jangan lah, Kak! Kakak kan udah sabuk hitam, nanti orangnya bisa pingsan kena pukul Kakak."
"Iya, deh. Pacarku yang cantik ini tidur aja. Kalau sudah sampai nanti kakak bangunin."
Winona menggeleng, matanya yang sudah sayu karena usapan lembut di kepalanya itu dipaksa tetap terbuka. "Takut kakak pergi," gumamnya.
"Hah?"
"Takut kakak hilang."
Si kakak terkekeh, diciumnya gemas pucuk kepala kekasihnya itu. "Hilang kemana sih, Hun? Yang bener aja, Winona takut ditinggal di bus?" ledeknya.
"Ih, terserah Kakak, deh!"
Winona mendengus keras, senyum jahil di wajah si kakak semakin membuat Winona sebal saja. Disenderkannya kepala di pundak yang lebih tua. Suara hujan yang menghujam kaca bus terdengar seperti lullaby di telinga. Usapan lembut tangan di rambutnya mengalirkan getaran tenang dan gelitik lembut di dada. Tepat sebelum bus berhenti di halte terakhir, Winona menyerah pada rasa kantuknya.
Dalam lelapnya, Winona merasakan tubuhnya melayang, terayun-ayun sebentar di udara, lalu mendarat di punggung kekasihnya yang entah kenapa terasa lebih lebar dan tidak sekeras biasanya. Winona bisa mencium aroma tanah basah di sekelilingnya, mendengar suara hujan yang menghujam trotoar, serta kecipak air yang berasal dari langkah seseorang yang membawa tubuh Winona di punggungnya. Lantas gadis itu tersenyum lebar. Dirinya terlelap dalam gendongan kekasihnya di tengah hujan. Betapa romantis kekasihnya itu yang rela mengantarnya pulang sampai dalam kamar, merebahkan tubuhnya di ranjang, lalu mengusap rambutnya lembut.
"Winona, makan permen, yuk?"
Gadis yang mendapat tawaran aneh itu mendengus lagi, tak habis pikir dengan jalan berpikir si Kakak. Dirinya sudah setengah sadar begini malah ditawari permen? Yang benar saja!
"Mau tidur! Tidur! Tidur!" Winona meronta, ia menggeram dalam tidurnya.
"Iya, ok, ok... Nanti aja deh makan permennya."
Winona tersenyum mendengar permintaannya dituruti.
"Kakak tidur di sini, ya, malam ini?"
Lho, dituruti sekali malah melunjak.
Gadis itu tidak menyerah. Dipeluknya pinggang gadis di samping ranjang, "Please, Kakak?" Winona bisa mendengar helaan napas gadis di hadapannya, namun ia pilih pura-pura tidak sadar saja dan menyembunyikan wajahnya di perut kakak tersayangnya.
Sebenarnya Winona tidak berharap banyak, "Ya, boleh," tapi siapa sangka permintaannya ternyata dituruti sekali lagi, kan?!
Winona menahan jerit kegirangan saat gadis itu memposisikan tubuh bersebelahan dengannya. Tanpa perlu membuka mata, Winona memeluk erat gadis di sampingnya. Disimpannya hidung mancung miliknya di ceruk leher si kekasih, lalu dihirupnya lamat-lamat. Merasakan kupu-kupu terbang kegirangan memenuhi dadanya. Aroma kekasihnya yang khas hangat dan manis, entah mengapa tercium lebih smoky dan menggugah kali ini. Winona bisa merasakan napas si kakak berat dan panas menerpa wajahnya saat ia tanpa sadar mengecup lembut leher jenjang gadis itu.
Winona tanpa jeda mencumbu kekasihnya, pelan dan mengambang, dari perpotongan leher lalu naik ke belakang telinga. Winona total dimabuk kepayang.
Lantas saat kesadaran gadis itu sudah sepenuhnya terkumpul, dibawanya tubuh si kakak berbaring di antara kungkungan kedua tangannya. Si kakak cantik sekali dilihat dari atas sini.
"Win-..."
"I got u, Kak. I got u."
Tepat satu menit setelahnya, seluruh pakaian gadis itu dicampakkan di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck in the Middle [ winrina ]
Fiksi Penggemara winrina au Damai yang dirasa Winona ialah sesederhana mengistirahatkan tubuhnya dalam rengkuhan hangat kekasihnya dan terlelap di sana. Namun mengapa setiap kali maniknya terbuka, Winona selalu kehilangan sosok yang lagi-lagi absen mengisi kosong...