Satu minggu berlalu, dan entah bagaimana, Zeandra mulai terbiasa melihat Wildan setiap pagi di lobi apartemen. Kadang mereka hanya bertukar sapaan singkat, kadang Wildan berusaha mengajaknya mengobrol, meski akhirnya obrolan mereka berakhir di parkiran sebelum masing-masing pergi ke kantor.
Hari ini, mereka akhirnya punya alasan untuk bertemu di luar. Makan siang bersama di restoran dekat kantor Zeandra—sebuah kesempatan bagi Zeandra untuk membayar traktiran yang pernah ia janjikan.
Saat Wildan tiba, Zeandra sudah menunggu di depan restoran dengan tangan terlipat di dada. Begitu melihat pria itu mendekat dengan sedikit terburu-buru, Zeandra mengangkat satu alis.
"Hai, maaf aku telat lima menit," ucap Wildan dengan napas sedikit tersengal.
Zeandra pura-pura berpikir. "Hmm… aku pertimbangkan dulu mau maafin atau enggak."
Wildan tertawa kecil. "Gimana kalau aku traktir dessert buat menebus kesalahan?"
Zeandra pura-pura memasang ekspresi berpikir lebih lama sebelum akhirnya tersenyum. "Oke, deal!"
Mereka masuk ke dalam restoran dan memilih tempat duduk di sudut yang cukup nyaman. Begitu pelayan datang, Wildan langsung bertanya, "Kamu mau pesan apa?"
"Steak chicken cheesy dan orange juice," jawab Zeandra santai.
Wildan meliriknya sekilas. "Kenapa ayam?"
"Karena aku gak suka daging sapi," jawab Zeandra ringan.
Wildan menatapnya seolah baru menemukan fakta paling mengejutkan di dunia. "Serius? Kenapa?"
Zeandra mengangkat bahu. "Bau."
Wildan tertawa kecil, tampak benar-benar tertarik dengan jawabannya. "Tapi bakso suka?"
"Suka."
"Loh, aneh banget," Wildan mengernyit heran.
Zeandra terkekeh. "Sebenernya, aku gak pernah makan steak sapi, tau."
Wildan menatapnya dengan ekspresi tidak percaya. "Terus kenapa bisa bilang bau?"
Zeandra menahan tawa. "Karena aku pernah cobain rendang, sate sapi, semur daging, bahkan beef teriyaki, dan aku gak suka baunya. Tapi beef burger suka, daging sapi di pizza juga suka. Dan kesukaanku, tentu saja, bakso."
Wildan menggeleng-gelengkan kepala, senyumnya melebar. "Logikamu agak nyeleneh, tapi menarik juga."
Mereka terus mengobrol ringan sambil menikmati makan siang, dengan sesekali Wildan melemparkan candaan yang membuat Zeandra tertawa.
Di tengah obrolan, Wildan bersandar di kursinya dan menatap Zeandra dengan ekspresi serius yang jarang terlihat. "Kamu di Bandung sampai kapan?"
Zeandra menghela napas. "Gak tahu, sih. Sampai tugas aku selesai atau… mungkin selamanya."
Wildan menatapnya lekat. "Kalau selamanya, berarti harus cari suami orang Bandung juga dong?"
Zeandra terkekeh. "Gak tahu juga. Aku gak dekat sama siapa-siapa di sini."
Wildan tersenyum kecil, lalu menunjuk dirinya sendiri. "Lah, aku?"

KAMU SEDANG MEMBACA
A Journey Of Love (REVISI)
Chick-LitSemuanya berawal ketika Zeandra dipindah tugaskan ke Bandung, yang mengubah kehidupannya secara drastis. Hidupnya menjadi sangat epik ketika ia harus berurusan dengan atasannya yang menurutnya annoying. Adu mulut seringkali memecah ketenangan, membu...