4. Sabu

12 9 7
                                    

Pagi sekali Zea sudah menangkring di sebuah warung terdekat. Gadis itu hanya memesan segelas susu cokelat hangat tapi berpuluh-puluh menit sudah ia duduk di warung itu.

Warung Ceu Entut, begitulah tulisan besar yang tertulis di spanduk depan warung.

"Sudah lama jualan, Bu?" Tanya Zea melihat ibu penjual yang baru saja dapat duduk setelah melayani pesanan yang lain.

"Baru sebulan, Neng. Saya sih jualan hanya selama proyek ada. Soalnya peluang dapat kostumer pasti lebih besar." Jawab ibu tersebut.

Zea mengernyitkan dahinya, mungkin maksud si ibu ini customer atau pelanggan kali, ya? Ngangguk aja deh.

Gadis itu mengangguk mengerti.

"Neng keliatannya baru, ya?" Ibu itu menelisik wajah baru yang ada dihadapannya itu.

"Iya Bu, saya baru aja sampai semalam. Gantiin senior yang ada cuti melahirkan."

"Eh Pak Batara dan Pak Harsa? Mau makan apa?" Belum sempat Ceu Entut mengeluarkan kata-kata yang ingin ia katakan lagi pada Zea sebagai basa-basi, perempuan berusia 40 tahunan itu berdiri mempersilahkan dua pria yang baru datang untuk duduk di kursi panjang di seberang Nazea.

Zea melotot saat mendengar sambutan selamat datang Ceu Entut itu. Tangannya tidak sengaja memukul mejanya, reflek ia berdiri, memutar badannya. Tepat dihadapannya Batara. Zea menyengir bodoh.

"Eh? Dokter...di sini juga?" Ucapnya basa-basi.

"Santai, saya bukan konsulen kamu lagi."

"Eh? Bukan gitu, Dok. Hehehe..."

"Terus kena-"

"Oh...si Neng juga dokter ternyata, ya?" Pertanyaan yang akan diajukan Dokter Batara terhenti karena pertanyaan Ceu Entut yang lebih dulu terdengar heboh.

"Iya Bu."

"Ceu, kayak biasa ya."

"Kayak biasa apa atuh, Pak Harsa?"

"Sabu atuh, Ceu. Hilap deui ih. Mentang-mentang banyak pelanggan baru, saya dilupakan." Sahut Harsa menirukan gaya bicara Ceu Entin.

"Oalahh, sabu? Oke, sekedap nya. Dokter Batara mau pesan apa?"

Batara yang melamun memikirkan perkataan Harsa tadi pun tersadar, "saya mau teh anget aja, Ceu."

"Oke!"

"Kita boleh duduk di sini kan, Ze?" Tanya Dokter Batara.

"Boleh lah, Dok. Lagian kalau gak boleh juga Dokter sama si mas nya mau duduk di mana lagi." Jawan Zea seadanya.

"Eh tenang. Kita bisa lesehan kok, ya gak, Pak?" Sahut Harsa hendak berjongkok di samping meja.

"Eh eh, mas? Ngapain? Udah duduk aja." Zea menyerocos heboh, tangannya reflek menarik lengan pria yang bahkan belum memperkenalkan diri padanya itu.

Pria itu tidak sedang mabuk, kan?

"Maafin ya Neng, Pak Harsa emang orangnya begini." Ceu Entut datang dengan nampan yang dibawanya.

"Sabu..." Gumam Batara.

"Iya, Dok. Ini sabu, sarapan bubur." Ucap Harsa.

Gak waras, pikir Batara.

"Dek, tolong sambel dong."

"Dek?"

"De-"

"Zea, itu Pak Harsa minta tolong ambilkan sambel yang di samping kamu." Batara angkat suara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Never EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang