04/?

469 40 1
                                    

Renjun melangkahkan kakinya melewati seluruh lorong sekolah, rasanya begitu malas. Karena hari ini, jam pertama adalah olahraga. Renjun tidak menyukai pelajaran ini tentunya, lebih baik ia bermalas-malasan di UKS.

Bukan tanpa alasan, namun Renjun begitu muak memandang wajah guru olahraga nya. Ia menyukai olahraga, namun tidak dengan pengajar nya.

Dilorong cukup ramai, karena Renjun dengan sengaja berangkat sedikit siang. Selama menuju kelas, ia teringat sebatang permen lolipop berbentuk lingkaran diberikan oleh sang Baba kepadanya saat sarapan pagi. Segera, tangannya bergerak mengambil itu lalu membuka nya. Menikmati permen seraya terus melangkah dengan damai menuju kelas.

Sebentar lagi, ia akan tiba dikelasnya. Namun, di terkejut ketika ada yang menarik lengannya dan membawanya berlari. Sampai Renjun menyadari, bahwa jarak menuju kelasnya semakin jauh. Kepalanya mendongak, memandang pelaku yang menarik nya.

"YA! JENO!"

Yang disebut hanya tertawa lalu terus berlari seraya membawa Renjun. Sedangkan Renjun, memandang penuh kekesalan kepada sahabat populer nya yang tampan itu.

Tidak lama, kedua remaja itu tiba disalah satu mading sekolah. Melihat ini, Renjun mengerut bingung tanpa memandang kepada Jeno "Mengapa kau membawa ku kesini?"

Mendengar ini, sahabatnya itu tersenyum. Hanya untuk menambah kan pesona kepada Jeno, yang semakin menjadi tampan.

"Tentu untuk menunjukkan kepadamu, sebuah berita yang begitu panas! Mading utama sudah penuh para murid, jadi aku membawa mu kesini--"

"Menarik. Kamu menarik ku, bukan membawa ku!" Renjun berucap dengan penuh kekesalan yang berlimpah kepada Jeno. Memandang tajam untuk sahabat nya.

Jeno tersenyum canggung "Oh, maaf soal itu. Aku terlalu bersemangat begitu melihat mu." Reaksi yang diberikan adalah bola mata penuh bintang itu memutar malas.

"Jadi, apa yang membuat pangeran sekolah kita begitu penuh semangat?" Renjun mengajukan bertanya dengan wajah yang penuh dengan kemalasan. Sungguh sangat berbanding dengan ekspresi yang Jeno tunjukkan. Begitu penuh semangat!

"Lihat ini!" Mata bintang itu melirik, mengikuti arah dimana sahabat tampannya menunjuk. Berikut nya, pandangan kebingungan tercipta "Pendaftaran vokal?" Renjun membeo.

Mendengar ini, membuat Jeno kembali melihat kepada mading sekolah dengan ekspresi aneh. Tersadar, bahwa dia salah menunjuk poster "oh? Hehe, maaf aku kurang fokus." Renjun hanya mampu menghela nafas.

Tolong, hari ini ia benar-benar berniat bermalas-malasan.

Mata penuh binar disana memutar, sudah terlalu malas melihat kekonyolan sahabat nya yang sial— begitu tampan dan populer.

"Cepat beritahu apa yang ingin kamu tunjukkan, sebentar lagi jam masuk."
Renjun menurunkan perintah kepada Jeno yang segera bergerak dengan antusias. Menunjukkan kepada salah satu poster di mading.

Pandangan itu jatuh kepada poster berlatar belakang lapangan basket, dan terdapat sosok pemuda dalam posisi meloncat dengan bola yang dilemparkan kepada ring.

Melirik kepada sahabat nya, yang memperhatikan dengan penuh binar kesenangan disana.

Renjun tertawa kecil, kemudian lengkungan itu muncul dengan begitu indah.

Membuat Jeno kehilangan ribuan kata untuk memuji lengkungan yang sahabat manis nya berikan, begitu indah. Wajah tampan disana panas, mengetahui bahwa sedetik lalu mengagumi senyum lembut sosok kecil dihadapan nya.

"Jadi, Jeno kita akan bertanding lusa nanti hum?" Renjun bertanya dengan nada menggoda, mampu membuat Jeno mendengus kasar dan memalingkan wajahnya.

Melihat ini, mengundang tawa merdu disana mengalun dengan indah. Mata yang lain melirik, memperhatikan bagaimana sosok pemilik rupa sempurna disana tertawa dengan riang.

Semakin membuat rona itu terlihat, dan kembali menarik pandangan nya dari objek utama.

Tangan itu terulur, menyentuh daun telinga sahabat populernya yang begitu dikagumi dan memiliki rumor dengan dirinya yang dikatakan sebagai pasangan.

Menarik pelan, kemudian suara lembut itu mengalun dengan manis "Astaga, Jeno kita menjadi begitu pemalu!"

Tangan yang lebih besar dari ukuran nya bergerak, meraih tangan ramping yang begitu indah disana lalu menggenggam nya. Dengusan halus diberikan, lalu memandang begitu penuh kepada Renjun yang tidak menyadari hal ini.

"Cukup," dan perlahan tawa manis disana mereda— Jeno tersenyum kepada nya dan mengangguk "Iya, aku akan bertanding. Ingin menonton?"

"Menonton mu?"

Pemuda disana bersenandung, melihat ini Renjun kembali tersenyum. Lalu mengangguk tanda bahwa dia setuju.

Entah atas hal apa, namun melihat tanda persetujuan darinya. Sahabat tampan nya itu berbinar penuh kebahagian.

Dan, Renjun menyadari ini. Memilih untuk berpura-pura tidak mengetahui perubahan dari sang lawan bicaranya.

"Kalian?"

Jeno mengangkat kepalanya, memandang kepada sumber suara yang memanggil. Pandangan pemuda pemilik eyes smile disana berubah, Renjun meyakinkan hal ini. Dimana binar kebahagiaan disana-- menghilang.

"...apa yang kalian lakukan? Bukankah bel sudah berbunyi?" Kembali, suara yang dikenali nya mengalun mempertanyakan kehadiran keduanya di sini.

Ia mendengar, bagaimana Jeno mendengus dengan kasar. Mampu membuat nya bergerak, menoleh kepada sang sumber suara dan kekesalan sahabat nya.

Pandangan penuh binar bintang disana terbuka-- terkejut mengetahui bahwa sang pemilik suara sebelumnya. Benar - benar yang begitu dikenalinya.

Suara berat lain nya terdengar, membalas kalimat yang diberikan "Melihat pengumuman, mading utama begitu ramai. Jadi kami memutuskan untuk kesini." Jawab Jeno dengan acuh, tidak memperdulikan kehadiran sosok tersebut.

Mark tertawa, kemudian tersenyum "Begitu," lalu pandangan pemilik umur lebih tua dari mereka jatuh kepada sosok lain yang masih terkejut mengetahui kehadiran nya.

Kedua netra disana saling menyelam, tanpa memiliki keputusan untuk mengakhiri kegiatan memperhatikan pandangan masing-masing. Bulu mata disana bergetar, merasakan bagaimana jantung nya berdetak dalam kecepatan tidak biasa.

"Hallo, Renjunnie."

Sapaan sederhana dan panggilan baru disana, mampu membuat sesuatu melilit perutnya.

Rasanya penuh dengan kegembiraan mendengar ini. Kepala disana sedikit menunduk, dengan pandangan yang mampu memikat disana beralih memandang kepada lantai lorong sekolah.

Renjun begitu malu.

Bahkan, tanpa sahabatnya sadari rona samar terlihat diantara wajah nya yang begitu indah. Semakin menambah kesan yang sudah begitu memikat.

Tangan itu menyentuh sisi kiri tubuh atasnya, merasakan bagaimana detakan yang begitu cepat dan panas diwajah.

Bertemu dengan kakak sang sahabat. Yang kini bahkan sedang berbicara kepada Jeno.

Kak Mark...

....Begitu tampan.




















To be continue.

The Secret ╹Markren╹Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang