chapter 1

6 2 9
                                    


__________

Suara dentuman antara ujung gunting dengan meja kayu memenuhi kamar yang sedari tadi di huni oleh seorang anak perempuan, ia memegangi kepalanya sambil menabrakkan gunting itu pada meja berulang kali sehingga menimbulkan bekas pada meja kayu itu.

Ia tak tau sejak kapan tapi perlahan sakit kepalanya semakin parah, ia bahkan tak bisa membuka mata, dirinya memilih mengehentikan kegiatan yang bahkan tak dapat mengurangi sakit kepalanya itu, ia bergerak menuju kasur, lebih memilih tidur untuk meredam paksa sakit kepala berlebihnya.

5 menit, 10 menit, 30 menit, 1 jam, ia tidak bisa tidur, hari semakin gelap namun ia tetap terjaga, di raihnya remote control AC kamarnya, ia menekan tombol dengan lambang tambah berkali kali, suasana sekitarnya saat ini terasa sangat panas sehingga ia berpikir dirinya terbakar sesuatu.

Mata itu terbuka beberapa menit, menatap kosong langit langit, apakah ia sakit? Pikirnya, matanya entah mengapa mengering seolah angin kencang baru saja menerpa, maka di tutup lagi kedua mata itu, ia berusaha setengah mati untuk terlelap.

Mulai mengantuk, remote control di tangannya terjatuh ke lantai, suara tabrakan antara lantai dan remote itu terdengar amat berisik di telinga, dahinya mengerut tanda tak nyaman, meski begitu ia bisa terlelap akibat suara itu.

Tertidur, walau dengan tubuh yang terasa tertimpa gunung-berat, ia tetap dapat bermimpi, di dalam mimpinya ia melihat taman bunga mawar, lalu tumpukan salju, kobaran api, lautan yang luas dengan angin yang kencang juga petir menyambar, ratusan pedang menancap di tengah taman bunga dan dua telur emas dan hitam.

Dirinya berbalik setelah merasa seseorang memanggilnya, ia berlari berusaha menemukan sosok itu, tidak ada. Butiran salju mulai turun, menyentuh kulit wajahnya, ah dingin, lalu ia terbangun.

Di tatapnya AC putih di atas tembok, ia menuduh benda elektronik itu yang merusak tidurnya, maka segera ia mengambil remote control yang tadi terjatuh, di matikannya benda elektronik itu, lalu ia kembali berusaha terlelap.

5 menit, 10 menit, 30 menit, 1 jam ia masih membuka mata, dingin itu masih merambat di seluruh tubuh, ah, ia masuk angin pikirannya.

Ia meraih selimut biru tebal di bawah kakinya, menarik hingga ke atas ujung kepala, berusaha memblokir segala angin dan udara dingin yang ada, namun nihil, dirinya masih menggigil, bahkan jika ia membuka mulutnya sedikit saja akan terdengar suara tabrakan beruntun dari giginya.

Gadis itu mulai berguling di atas kasur, merubah dirinya menjadi telur gulung guna mencari kehangatan yang lebih lagi, bahkan mungkin ia tidak akan bisa bernapas sekarang, itulah titik awal kecerobohannya, napasnya mulai sesak, tapi ia tetap kedinginan, ingin mati aja rasanya.

Maka saat itu juga dirinya pasrah, entah ia akan bernapas sampai fajar tiba atau akan berpulang malam itu juga.








>

Nyatanya ia masih bernafas, dini hari itu walau suhu di sekitarnya masih terbilang sangat dingin dia tetap bernapas, jantungnya masih berdetak, bahkan sekarang sudah berdetak dengan normal, tangah malam tadi ia benar benar berpikir bahwa hidupnya hanya Sampai di sini saja.

Akibat suhu udara dingin yang ekstrim kantung kemihnya terasa full, maka dengan segera ia berjalan menuju toilet, dan menyelesaikan urusan alam.

Tak lama kemudian ia memandang wajahnya di depan pantulan kaca, sejak kapan ia putih? tidak, dirinya sangat pucat sekarang, jika orang menyebutnya mayat hidup mungkin ia akan mengiyakan.

Panik, di bukannya keran air, maka dengan otomatis ia menahan air itu dengan kedua tangan bermaksud membasuh mukanya, di dekat kan air itu ke wajahnya, tapi tunggu, air itu membeku.

Oh tidak, apakah tubuhnya sedingin itu sekarang sampai dapat membekukan air dengan mudah?

Air di tangannya semakin mengeras, kini sudah membentuk es sempurna, maka dengan cepat ia melemparkan es itu dari tangannya, es itu pecah, lalu ia mencoba lagi mengambil air yang baru, namun air itu tetap membeku, maka di buangnya lagi air setengah beku itu.

Menyerah, ia bermaksud berhenti, namun ketika jari tangannya baru menyentuh ujung keran air, setengah keran air itu membeku dengan cepat, secepat es itu menyebar debaran jantung semakin cepat, bukan hanya air kini dia membekukan kerannya sekaligus.

Sedetik kemudian keran air itu pecah berkeping-keping bersama es yang menyelimutinya, lalu menghilang.

Air yang kini tidak memiliki penghalang itu menerobos keluar dengan brutal, membasahi tubuh anak perempuan itu dari atas sampai bawah, maka dengan kesadaran penuh ia membekukan air yang menerobos keluar itu, namun tak cukup kuat air itu masih bisa mendorong esnya.

Ia mulai berpikir, entah ini mimpi atau nyata, ia harus menghentikan air ini atau air mereka di tangki akan habis, ia pun menutup lubang air itu dengan kedua tangannya dan mengerahkan kekuatannya, makan perlahan semua air dalam pipa itu membeku.

Berhasil, namun ia tak tau harus melakukan apa lagi, dirinya tak mungkin membiarkan ini tetap seperti itu saja.

Mungkin aku tidak bisa mengendalikan airnya, tapi setidaknya esnya bisa

Lalu dengan perlahan tapi pasti ia menarik es itu dan berusaha membentuk keran air yang tadi tak sengaja ia rusak, walau terlihat sangat palsu dan tidak seperti keran air tapi benda yang ia buat berfungsi selayaknya ketan air.

Minus airnya keliatan karena ini terbuat dari es, mungkin mereka bakal mengira ini kaca, oke, sekarang bagaimana mencairkan kembali air yang aku bekukan tanpa menghilangkan keran air ini?

Lalu beberapa saat kemudian setelah berpikir dan sedikit latihan kecil ia mulai menempelkan kedua telapak tangannya kembali pada keran air buatan dirinya itu.

Aku ingin mengembalikan airnya, airnya saja, airnya saja, airnya saja

Seolah seseorang mendengarkan teriakan hatinya itu, air dalam pipa itu kini kembali mengalir tanpa hambatan, dirinya bernapas lega, ia bahkan tidak sempat memikirkan alibi jika saja ini semua ketahuan.

Ah, dirinya teringat, bukan kah beberapa saat yang lalu tubuhnya menggigil kedinginan setengah mati?

Lamunan itu terhenti akibat suara notifikasi dari smartphone nya di kamar, tak mau ambil pusing -dia juga diam diam ketakutan- ia berjalan kembali menuju kamarnya yang hanya berjarak lorong dengan toilet itu.

Membuka smartphonenya, ia dapat melihat pesan singkat dari teman dekatnya, memulai percakapan dengan kata kata "aku ada mau cerita" oh bukan kamu saja, anak perempuan ini juga ingin menceritakan segalanya tapi takut di kira sudah stadium akhir halunnya.

Berbaring kembali karena kondisi tubuhnya sudah kembali pagi itu, ia membuka pesan dari temannya.

Keynaaaa

Lynㅠㅠ
Masa tadi aku mimpi masuk neraka
Eh sekarang juga deh rasanya panas banget
Kamu juga gitu nggak?

Yang bener aja, aku malah hampir mati kedinginan

Wkwkwk, masuk surga tuh

Neraka juga kayaknya cuman beda jalur
Eh tapi aamiin

Ia takut untuk memulai ceritanya lebih dulu, di seberang sana juga ada anak lain yang hampir membakar kakak kandungnya sendiri, sst jangan sampai ketahuan.













____________

TBC

Suka nggak suka nggak?
Btw yg kepo keyna kenapa tunggu di next next next chapter

Ehehehe><

THE ESPER: world of demonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang