𓆦12.𓆦

28 20 0
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

"Gina dan Rahma, Ibu bisa minta waktu kalian sebentar?" tanya Bu Sri.

Mereka menghampiri Bu Sri yang sedang berdiri di depan ruang guru.

"Ada apa, Bu?"

"Kalian, eh." Rahma dan Gina bingung. Mengapa Bu Sri mengatakan selalu setengah-setengah?

"Lebih baik kita bicarakan di dalam saja, nak. Ayo masuk," ajak Bu Sri. Mereka hanya mengangguk patuh dan berjalan mengikuti Bu Sri.

Setelah itu, Bu Sri mengunci pintu ruangannya.

"Duduk." mereka dengan senang hati langsung duduk di sebelah Bu Sri.

Mereka bisa melihat bahwa Bu Sri sedang membuka-buka buku yang terlihat usang.

Gina dan Rahma saling melirik satu sama lain. Semenjak kepulangan mereka dari Rhylan, mereka jadi bisa berkomunikasi dari tatapan mata.

"Hayoo, kalian lagi bicarain apa?" mereka terkejut.

"Santai aja dong, mukanya. Ibu tahu, kalian sedang berbicara lewat jalur batin, kan?" bola mata mereka membesar. Mereka sangat terkejut.

"Ibu tahu dari mana??"

"Nanti ada waktunya kalian tahu," ucapnya lembut.

Gina dan Rahma kembali bertatapan.

Bu Sri juga kembali membuka buku usang itu.

'Kaya buku jaman dulu, deh' batin Rahma.

Keadaan hening. Bu Sri membuka suara, "Jika dia ada, diam saja di tempat. Jika dia tak ada, cepat melarikan diri."

"Hah?" tanya Rahma bingung.

"Jika dia ada, diam saja di tempat. Jika dia tak ada, cepat melarikan diri," ulang Bu Sri.

"HAH??" kali ini yang berteriak adalah Gina.

Bu Sri menepuk jidatnya. "Ya ampun, kalian bisa mendengarkan kalimat yang Ibu ucapkan barusan, kan?" tanya Bu Sri memastikan.

Mereka mengangguk.

Bu Sri tersenyum. "Ingat kalimat itu baik-baik."





***




"Ra, Gin ..." cicit Dewi.

Rahma dan Gina sontak menoleh ke sumber suara itu.

"Ada apa?"

"Maafin kita, ya. Kita udah jarang berkomunikasi semenjak Riska dirawat," ucap Dewi dengan kepala yang menunduk.

Gina tersenyum lebar. "Iya, gak apa. Gue ngerti kalau kalian masih terpukul atas kejadian Riska yang lalu."

Dewi mengangguk dan lari berhambur-hamburan memeluk Gina. "Makasihh."

Rahma mendekati Zahra yang diam dengan mata sembabnya. Mungkin karna terlalu banyak menangisi Riska.

"Zar, are you okay?" tanya Rahma memegang pundak Zahra.

"I'm ok, Ra."

"Sorry, gue udah nyalahin lo karna kecelakaan Riska. Padahal seharusnya gue tahu bahwa ini musibah. Maaf, karna udah gak mikirin perasaan lu ..." lirih Zahra.

Rahma memeluk Zahra. "Iya, gue maafin. Yang penting sekarang kita udah gak asing lagi."

Zahra menangis dalam pelukan Rahma. "Makasih, Ra. I love you."

"Love you too, Zar."

Gina dan Dewi yang melihat itu tersenyum gemas.

"So sweet banget."

Keesokan harinya. Gina--Rahma--Dewi--Zahra terpisah akibat asrama mereka akan direnovasi.

"Woy! Gawat!! Darurat!!!" teriak Veli. Teman asrama baru kamar mereka.

"Kenapa, Vel? Kenapa panik??" tanya Rahma panik.

"Dewi sama Zahra ..."

Mendengar nama sahabat mereka, Rahma dan Gina langsung berteriak bersamaan, "KENAPAA?! MEREKA KENAPA!??" mereka ikut panik.

Veli menggigit bibir bawahnya cemas. Rahma dan Gina tak sabaran menunggu jawaban Veli.

"APA? KENAPA, VELL???"

"Mereka ..."

"APA?!?!"

"Mereka ..."

"CEPET JAWAB, ANJING!?" Gina mengumpat akibat ia geram dengan jawaban Veli yang seperti itu.

"Gin, sabar. Gak usah ngumpat juga." Gina mengelus dadanya dan beristighfar.

"Jadi, mereka kenapa?" tanya Rahma.

"Mereka ..."

"Apa?"

"Mereka ..."

"GUE BUNUH YA, LU!!" habis sudah kesabaran Gina.

"E-eh?! Sorry, mereka ..."

"MEREKA APAAAA?!?!?!? GAK USAH NGOMONG SETENGAH KAYA GITU!!!" Gina ingin memukuk Veli. Namun, masih sempat ditahan oleh Rahma.

"M-mereka ..."





























































"Mereka hilang."






















[530 words]

TEMPAT KERAMAT [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang