1. Pertemanan

14 2 4
                                    

Sebenarnya ia manusia atau bukan sih?

Seseorang melewatiku dengan sangat cepat, hampir tidak bisa melihatnya karena terlalu cepat. Gerakan itu membuat angin tertiup kencang seiring ia berlari, bahkan fokusku hilang setelah melihatnya. Sosok itu kemudian berhenti kira-kira 4 langkah dari pedagang es kerim.

Kai, ia berakhir sampai ke pedagang es kerim itu duluan, lalu aku terkejut saat melihatnya sudah sampai. Gerakannya sangat cepat untuk anak seumurannya yang masih 9 tahun, sesuatu yang membingungkan awalnya. Tapi, itu tidak menghentikan langkahku untuk sampai ke pedagang itu, aku fokus berlari, lalu berakhir sampai ke pedagang itu walau kalah.

Aku menaruh tanganku ke lututku- membuat badanku memiring 90 derajat dengan tanganku yang lain yang menyeka keringat yang bercucuran di dahiku dengan tanganku, napasku tersengal-sengal membuatku susah untuk mengambil napas.

Kenapa aku tiba-tiba menjadi fokus hanya karena ini...

"Kau lumayan juga!" Kata kai sambil menyeka keringat yang ada di dahinya.

Aku menatap anak yang ada di hadapanku yang masih tersenyum seakan-akan ia tidak memiliki kesalahan sama sekali. Aku mendengus kesal dan mengalihkan pandanganku.

"Aku sudah tidak menginginkan es kerim-nya, simpan saja untuk dirimu sendiri," ucapku dengan rasa marah.

Aku akan berhenti jika ia meminta maaf, karena aku masih ingin es kerimnya:')

"Aku akan pulang." Aku berbalik dan hendak mulai berjalan.

"Uh tunggu! maafkan aku..," ucap kai sedikit malu-malu untuk mengucapkan permohonan maaf. Baru saja aku hendak pergi, tapi terhenti saat mendengar kalimat itu. aku seketika menoleh dan menatapnya bingung.

Apa yang baru saja aku dengar?

"Itu yang kau tunggu bukan?" lanjut kai.

"Huh, bagaimana kau bisa tahu- Lupakan, coba katakan sekali lagi," suruhku untuk mengulangi kata-katanya lagi.

"Uhuk, uhuk.. Aduh, cuacanya cerah sekali, ya?" Kai berpura-pura untuk tidak mendengar perintahku, bersiul dengan kaki yang menari ke atas ke bawah dan mata yang melirik ke atas langit.

"Jangan mengalihkan pembicaraan!" geramku sambil menyilangkan lenganku saat melihat tindakannya yang berpura-pura tidak mendengarkan aku.

"Oh iya, kitakan kemari untuk membeli es kerim, ayo lebih baik kita membelinya sekarang!" Kai berbalik lalu berjalan mendekat ke pedagang es kerim itu.

Aku menatapnya bingung sejenak, kemudian berjalan-mengikutinya dari belakang.

Pedagang es kerim yang mengenakan masker berwarna hitam dengan sarung tangan hitam yang tengah ia mencoba untuk memasangnya di kedua tangannya.

Dia menjual dengan menaiki sepeda. Rupanya seperti sepeda biru bernuansa merah dengan tempat pendingin berbentuk kotak yang diikat di tempat duduk.

"Berapa harga untuk satu es kerim?" tanya kai sambil melihat-lihat sepeda itu, dia bersikap seolah-olah baru pertama kali melihat sepeda dengan tempat pendingin yang diikat.

"satu rupiah," jawab penjual dengan singkat, penjual itu membuka tutup tempat pendingin berbentuk kotak itu. Kemudian, Penjual itu bertanya tentang varian rasa es kerim seperti cokelat, stroberi, dan vanilla.

"kalau begitu aku akan membeli dua. Apa varian rasa yang kau suka, rasi?" tanya kai padaku sambil melihat-lihat pedagang itu yang sedang membuka kotak. Setelah kotaknya telah dibuka, suhu dingin yang dari kotak tersebut terasa sampai kemari.

Sacred GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang