2. Ikan, Udang, Terumbu Karang

7 1 0
                                    

Rumah berwarna putih dengan ornamen biru laut dan pagar kayu berwarna putih yang khas, rumah dengan atap berbentuk segitiga dengan teras kecil di sana. Halaman yang cukup luas dengan rumput berwarna hijau yang sudah dipotong rapi, satu dan dua pohon memberikan suasana sejuk pada rumah itu. Pot-pot bunga dan tanaman lainnya yang berjejeran di samping rumah itu, meneteskan air dari daun dan kelopaknya dan terjatuh. Tampak sangat segar seperti baru saja disiram oleh seseorang.

Aku berjalan ke arah rumah itu sambil memikirkan sesuatu.

Aku pulang setelah kak risa akan masuk ke kelasnya kembali. Omong-omong tentang kai, ia tidak di marahi sama kakaknya, malahan kakaknya bersikap sangat ramah di depan kai dan kami.

Mungkin karena kakaknya ada di luar, jadi ia mencoba untuk terlihat ramah..

Walau begitu, aku senang melihat wajah kai yang tampak panik dan keringat yang bermunculan di dahinya.

Aku tidak tahu ia bisa seperti itu, mungkin karena aku terus melihatnya ke arah... seperti monye- anak nakal... dan ternyata kakaknya mirip dengannya! Kakaknya terlihat asik dan seperti kakak pada umumnya..

Aku menghela napas. Sial, pikiran randomku mulai muncul seiring mendekati rumahku..

Aku sekarang sudah di hadapan pintu pagar. Pagar itu tingginya hampir setinggi dengan dadaku, aku membuka pintu pagar kayu itu. Suara derik pintu kayu khas yang terbuka, aku masuk ke halaman lalu menutup pintu itu kembali. Aku berbalik lalu hendak berjalan ke rumah tersebut, kupu-kupu terbang ke sana dan ke mari di halaman. Terdengar suara jangkrik yang berbunyi 2 kali seiring, ia melompat dari rumput ke rumput yang lain.

Beberapa langkah berlanjut hingga aku sampai di teras rumah yang cukup kecil, lantai keramik porselen berwarna coklat terang dengan atap dan pagar beton di sana. Pot bunga diletakkan di atas pagar beton berwarna putih itu, mentari masih bisa menyinari bunga-bunga itu walau terdapat atap di teras.

Aku duduk di ujung lantai keramik porselen itu-di depan teras, kemudian melepaskan sepatu sebelum berjalan masuk ke dalam. Aku sudah melepaskan sepatu serta kaos kaki putih yang ku kenakan tadi, lalu mengangkat kedua sepatu milikku dengan jari-jemariku, berdiri kembali, berjalan di teras tersebut, kemudian membuka pintu perlahan.

Suara derik pintu terdengar seiring aku membukanya, aku melihat ke dalam dari sela-sela pintu, lorong dengan beberapa ruangan yang tidak memiliki pintu. Di dalam sangat sunyi, hanya ada suara seseorang yang sedang memasak sambil bersenandung. Lalu masuk ke dalam rumah. "Aku pulang!" Setelah mengucapkan kalimat itu, aku menutup pintu kembali perlahan.

Terdengar agak horror, namun aku mencoba untuk terbiasa dengan hal itu.

aku penasaran jika hantu tiba-tiba muncul di belakangku, lalu aku ingin menanyai mereka tentang bagaimana rupanya, dulu ia tinggal di mana, kemudian apa yang membuatnya seperti ini, siapa ia dulu, waktu terjadinya paska kematian, mengapa ia bisa seperti itu, dan bagaimana ia akan melanjutkan bergentayangan di alam kematian? Itu yang akan kutanyakan kalau aku bertemu hantu dan itupun jika aku berani.

Tunggu kenapa aku jadi memikirkan hal tidak berguna seperti ini, ya??

"Wah, cepat sekali kamu pulang!"

Suara seseorang dari belakangku dan dilanjutkan dengan suara bantingan pintu dengan cepat. Aku agak kaget karena suara yang sangat tiba-tiba itu dan secara tidak sengaja membanting pintu, aku menoleh dengan patah-patah untuk melihat gerangan itu walau keringat mulai bermunculan di dahiku.

Orang yang berada di belakangku tersenyum tipis setelah melihat reaksiku walau agak bingung sesaat tadi, tampak wanita rambut hitam panjang yang di kuncir dan mata khas biru navy tengah memakai celemek berwarna birunya, ternyata di ia adalah ibuku. Setelah melihat itu aku menjadi agak tenang, walau sempat berpikiran kalau yang di hadapanku ini adalah hantu yang menyamar menjadi ibuku.

Sacred GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang