Chapter 2| Bandara

176 30 2
                                    

Seorang remaja dengan rambut yang ia cat blonde kini tampak sibuk menunggu barang yang sebelumnya ia masukan di bagasi bukan cabin penumpang.

Omong - omong pesawat yang ia tumpangi telah mendarat 10 menit yang lalu, dan hingga detik ini remaja tanggung tersebut melupakan untuk mengaktifkan handphone nya kembali dalam mode menyala setelah sebelumnya ia ubah dalam mode pesawat.

Beberapa kali ia tampak merengut, lantaran koper yang ia bawa tak kunjung kelihatan wujud nya.

"Mengapa lama sekali, biasanya tak lama," keluh Nat yang mulai bosan menunggu.

.

.

Dua puluh menit waktu berlalu, dan Nat yang sudah berada di puncak kebosanan nya refleks menepuk keningnya pelan.

"Astaga! Apakah Papa sibuk menghubungiku? Bagaimana jika Papa khawatir," lirih Nat berdesis pelan jika mengingat wajah ayah nya yang bisa di katakan cukup protektif itu.

Dengan cepat Nat merogoh sakunya untuk mengambil handphone nya guna mengubah setting menjadi dalam mode menyala.

Belum ada satu menit telefon tersebut di nyalakan, sebuah panggilan telefon yang sudah ia sadari siapa pemanggil telefon tersebut, langsung di angkat oleh Nat.

"Kau dimana? Apakah kau baik baik saja? Mengapa mengangkat telefon Papa lama sekali?"

Bingo!

Segala kekhawatiran Nat terbukti!

"I'm okay Papa, tadi aku lupa mengubah mode handphone ku, dan sekarang aku masih menunggu koperku."

Helaan nafas ringan terdengar dari seberang telefon.

"Kau masih lama di dalam?"

"Entah."

Sejenak tak ada jawaban dari Zee yang berada di seberang telefon tersebut, seakan telefon Zee kehilangan sinyal secara mendadak.

"Pa? Kau masih disana?" tanya Nat memastikan.

"Hng, Ah Nat ... Papa sudah berada di bandara dari setengah jam yang lalu, tetapi seperti nya klien Papa tak dapat menunggu lebih lama. Bagaimana jika kau menyusul ke tempat pertemuan Papa saja nanti, biar Max yang tetap akan menunggu mu disini, sedangkan Papa ke restaurant tempat di mana pertemuan Papa dan klien lebih dahulu?"

Nat mengerucutkan bibir nya sejenak, dan tak lama mengangguk - anggukan kepala nya pelan seperti anak kecil yang terpaksa mengikuti keinginan orang tuanya.

"Nat? Kau tak sedang merajuk pada Papa kan?" tanya Zee ketika tak mendapat sebuah jawaban dari putranya itu.

"Ah, tidak Pa. Baiklah, Aku ikut saja rencana Papa. Oh iya siapa tadi yang akan menunggu ku Pa?"

"Max, sekretaris Papa."

Lagi dan lagi Nat sibuk mengangguk - anggukan kepala nya pelan. Sungguh Nat tak sadar selama ia menelfon dengan sang ayah banyak pasang mata yang menatap nya, lantaran menurut beberapa orang yang berada di sekitar Nat-remaja tanggung itu terlihat lucu dan menggemaskan.

***

Tepat di saat Zee memutus telefon dari Nat, pria itu segera menaiki mobil yang sudah di tunggu oleh Poppy yang berada di kursi pengemudi.

"Max, jangan lupa kau harus menunggu nya. Aku akan mengirimkan nomer putraku padamu, dan ingat kau harus membawa mobil dengan hati hati, dan tak mengemudi dengan laju yang terlalu cepat."

"Baik Tuan," balas Max yang seakan mendapatkan sebuah nasihat dari atasannya itu.

Tak terlalu lama setelah mobil yang di tumpangi Zee melaju, sebuah kontak Nat telah sampai di terima oleh Max.

My Little ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang