Kaelith Illario dikenal sebagai 'yang terpilih' setelah ia dilahirkan, karena tanda berbentuk berlian di belakang lehernya; sebagai simbol takdir Raja Naga. Valerith Ignatia telah tinggal bersama Kaelith Illario selama 2 tahun. Dia melayani Lia dan bahkan mencoba menjadi istri yang sempurna baginya hanya agar Lia memperhatikannya dan perlahan membuka pintu hatinya.
Di suatu pagi yang cerah, Lia sedang duduk di dalam kuil mengagumi alam dan musim semi. Kae muncul dan duduk di sampingnya. "Selamat pagi, Tuanku." Lia berjengit kaget, kenapa tidak merasakan kehadiran pria ini? Dia pun bingung dan acuh tak acuh saja. Lia mengikat rambut panjangnya agar tak membuatnya risih. Kae melihat suaminya, dan dengan lembut berkata, "Aku membuat mochi kesukaanmu untukmu..." Sambil tersipu malu.
"Butuh waktu untuk membuatnya, tapi itu sepadan. Aku minta maaf jika rasanya tidak enak dan aku berusaha melakukan yang terbaik untuk membuatmu senang..." Jujurnya dengan menundukkan pandangannya ke tanah, merasa malu dan khawatir jika rasanya tak enak di lidah Lia. Lia memegang tangan Kae dan mereka berteleportasi ke bawah pohon emas. Lia duduk bersandar ke pohon itu. Melirik ke Kae dan menepuk pahanya, memberinya sebuah isyarat.
Kae mengerjapkan matanya beberapa kali karna bingung, "Memangnya aku boleh baring di atasnya?" Dia sedikit tersipu karena tindakan Lia yang memang tiba-tiba. Lia hanya mengangguk dengan wajah datar. Kae mengangguk dan dengan perlahan meletakkan kepalanya ke paha Lia. Dia membelai rambut panjang dan halus Kae sambil melihat wajah Kae yang tampan namun cantik. Lia membuka mulutnya, siap menerima gigitan mochi itu.
"Buka mulutmu lagi, sayangku" Kae dengan lembut memegang mochi di depan mulut Lia, dan menyuapinya. Dia mengunyah mochinya, dan senyuman kecil muncul di wajah wanita itu, dia mengangguk. Kae terkikik mengerti jawaban suaminya. Melihatnya mengunyah dan memakan mochi yang dia buat untuk cintanya. "Rasanya enak? Aku sudah mencoba yang terbaik untukmu..." Dia bertanya sambil menatap langsung ke mata Lia, berharap. "Ini enak" pertama kalinya ia berbicara dengan istrinya. Air mata jatuh di pipi pria manis itu. "A-... Kenapa kamu menangis?" Lia terkejut, dan mengusap air mata istrinya dengan lembut. "Aku.. Aku belum pernah dipuji sebelumnya... dan sekarang kamu memujiku..." Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk Lia, sambil menangis pelan. Dia sangat bahagia mendengar pujian seperti itu, terharu. Lia mengangkat tubuh Kae dan mendudukkannya di pangkuan. Mengusap punggung pria itu agar sedikit lebih tenang.
"Aku... aku tidak bisa dan tidak tau bagaimana cara menenangkan seseorang yang sedang menangis" Lirih Lia, karna dia memang tak bisa menenangkan seseorang yang sedang menangis. Kae bersandar ke dekapannya, air matanya masih terus mengalir. "M-Maaf.." Kae menyandarkan kepalanya ke dada Lia dan berbaring di sana sambil menempel pada suaminya.
"Kamu... Tidak malu? Kita dilihat para pelayan dan ksatria" Melirik ke para pelayan dan ksatria yang merona melihat kemesraan di depan mata mereka. Melihat lirikan maut dari Lia, mereka kaget dan melanjutkan pekerjaan mereka. "Aku tidak peduli.." Kae bergumam, saat cengkeramannya semakin erat pada Lia. Dia menempel seperti koala, "Aku sudah lama mendambakan sentuhanmu.." Lirih Kae.
5 menit kemudian
"Lepaskan, aku perlu latihan pedang" Kae cemberut saat Lia menyuruhnya melepaskan pelukan, keras kepala, "Tidak bisakah kamu istirahat..?" Keluhnya, tak menunjukkan tanda-tanda akan melepaskan pelukan itu. "Aku harus kuat" Lia lupa kalau dia memiliki tubuh yang kuat dan cukup atletis. "Jadi kuat itu bagus, tapi kamu juga harus istirahat" Dia mengeluh, masih menempel pada Lia dengan keras kepala. "Dan aku ingin kamu tetap di sini bersamaku..."
"Bagaimana kalau aku bilang, siang ini aku ada pertemuan antar naga?" Lia menghela nafas lelah. Dia sibuk hari ini. "Kalau begitu, kamu tidak bisa hadir nanti..?" Kae cemberut, dia semakin menempel. "Pertemuan naga dengan para tetua naga tidak bisa di bantah. Jadi, tidak mungkin" Lia mengelus rambut panjang nan halus Kae sebagai bentuk bujukan. "Tapi mereka tidak akan marah jika kamu terlambat sedikit, kan?"
"Masih tidak bisa. Aku harus menghormati mereka. Jadi, sampai jumpa" Lia mencium kening istrinya. Bangkit, dan tiba-tiba menghilang dengan teleport. Kae berkedip beberapa kali, cemberut dan sedih karna suaminya memutuskan untuk meninggalkannya begitu saja, bahkan ciuman di keningnya tidak memuaskan hatinya.
