2. Misteri Sang Penunggu

4.2K 27 0
                                    

Pagi harinya, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menceritakan kejadian semalam kepada bibi dan Mang Usep. Saat sarapan, dengan wajah masih pucat dan mata yang sedikit bengkak karena kurang tidur, aku mulai berbicara.

"Bibi, Mang Usep, aku mau cerita. Tadi malam, ada yang aneh di kamarku," kataku sambil menatap mereka berdua.

"Aya naon, Neng?" tanya bibi dengan suara lembut.

Aku menghela napas dan mulai menceritakan semuanya. "Tadi malam, waktu aku mau tidur, ada yang aneh. Ruangan tiba-tiba dingin banget, dan aku dengar bisikan-bisikan. Aku lihat bayangan hitam di pojok kamar. Aku... takut banget!" ceritaku dengan suara gemetar.

Tapi bibi malah cuma tersenyum kecil mendengar ceritaku.

"Oh, eta mah udah biasa di sini," kata Mang Usep tenang, seolah yang kualami adalah hal yang lumrah.

"Oh, eta mah udah biasa di sini," kata Mang Usep tenang, seolah yang kualami adalah hal yang lumrah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menatap Mang Usep dengan mata terbelalak. "Biasa? Maksud Mang Usep, yang kayak begitu udah sering terjadi?"

Mang Usep mengangguk sambil menyeruput kopi hitamnya. "Iya, rumah ini emang ada penunggunya. Tapi tenang aja, dia nggak jahat. Udah dari dulu penunggu ini ada di sini, jaga rumah ini."

Bibi mengangguk setuju. "Bener, Neng. Dia cuma muncul sekali-sekali kok"

Aku masih merasa tidak percaya dengan apa yang kudengar. "Jadi, penunggu itu gak berbahaya?"

Mang Usep tersenyum lagi. "Nggak, dia nggak bahaya. Dia cuma pingin mastikan semua baik-baik aja di sini. Lilis gak perlu takut. Semakin Lilis takut, semakin kuat dia muncul. Tetap tenang."

Aku menghela napas panjang, mencoba mencerna semua informasi ini. Meskipun masih merasa takut, penjelasan Mang Usep sedikit mengurangi kecemasanku. Mungkin, dengan memahami bahwa penunggu itu bukan ancaman, aku bisa merasa lebih tenang.

"Iya Mang, Lilis akan coba," kataku pelan.

Bibi menepuk bahuku dengan lembut. "Jangan khawatir, Neng. Kalo ada apa-apa, kasi tau bibi yah."

Rasa penasaran menguasai pikiranku. Aku tidak bisa berhenti memikirkan penunggu rumah ini.

"Aku masih penasaran tentang penunggu rumah ini. Kayak apa dia?" tanyaku hati-hati.

Bibi dan Mang Usep saling pandang sejenak sebelum bibi menjawab. "Penunggu rumah ini sebenarnya cuma kakek-kakek yang dulu pernah tinggal di sini sebelum kami beli rumah ini."

Aku mengerutkan kening. "Kakek-kakek? Semalam aku cuma lihat bayangan hitam"

Bibi menarik napas dalam sebelum melanjutkan ceritanya. "Kakek itu tinggal di sini sendirian selama bertahun-tahun. Dia suka sekali tempat ini dan sangat ngejaga rumah ini. Dia meninggal tanpa ada keluarga yang ngurus. Itu sebabnya, rohnya tetap di sini, jagain rumah ini."

Mang Usep menambahkan, "Dia gak ganggu siapa pun. Kita udah tahu sejak pertama kali pindah, dan dia gak pernah nyakitin siapa pun."

Rasa takut yang sempat menghantuiku mulai menghilang.

Bibi tersenyum. "Teu nanaon, Neng. Semoga Neng betah yah di sini."

Hari itu, dengan rasa penasaran yang telah terjawab, aku menjalani rutinitas ku dengan lebih ringan. Membantu bibi mengurus rumah dan bermain dengan anak-anaknya. Meskipun masih ada sedikit rasa was-was, pengetahuan tentang kakek penjaga rumah ini membuatku merasa sedikit lebih lega.

Di malam hari, saat kembali ke kamar, aku membaca doa dengan khusyuk dan mencoba untuk tidur dengan tenang.

Malam itu, meskipun masih ada rasa takut yang tersisa, aku berhasil tidur lebih nyenyak.

🔞Tumbal Untuk Kakek🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang