5. Kembalinya Bayangan Hitam

2.8K 24 0
                                    

Pagi itu, setelah kejadian menakutkan semalam, aku duduk di meja makan bersama bibi dan Mang Usep. Mereka berbincang-bincang seperti biasa, tapi pikiranku melayang, memikirkan apa yang telah terjadi.

Aku mengerti sedikit bahasa Sunda karena ibuku adalah orang Sunda. Namun, banyak kosakata yang tidak kumengerti karena aku lahir dan besar di Jakarta dan Depok. Dan aku mengerti apa yang dikatakan bayangan hitam itu semalam. Dalam bisikannya yang menakutkan, aku mendengar jelas kata-katanya: "Kau adalah milikku."

Apa maksudnya? Pikiran itu terus berputar di kepalaku. Aku takut menceritakan kejadian itu kepada siapapun karena aku sendiri tidak yakin apakah itu mimpi, ilusi, atau benar nyata. Bagaimana jika mereka menganggap aku berkhayal atau hanya mengalami mimpi buruk?

---

Sore itu, aku berjalan-jalan sore bersama Jamal dan motor nya. Udara di desa ini begitu segar, berbeda dengan suasana perkotaan yang selalu hiruk-pikuk. Namun, meski keindahan alam sekitar mencoba menenangkanku, pikiranku tetap gelisah.

 Namun, meski keindahan alam sekitar mencoba menenangkanku, pikiranku tetap gelisah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jamal tampaknya menyadari kegelisahanku. Dia menoleh padaku dengan pandangan penuh perhatian. "Lilis, kamu kenapa?"

Aku terdiam sejenak, tidak tahu harus mengatakan apa. Bagaimana aku bisa menceritakan sesuatu yang bahkan aku sendiri tidak yakin kebenarannya? "Ah, gak apa-apa. Cuma capek aja," jawabku sambil tersenyum tipis, mencoba menutupi kegelisahanku.

Namun, Jamal tidak mudah percaya. "Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita ke aku, Lis." katanya dengan lembut.

Aku mengangguk pelan, merasa sedikit lega dengan perhatiannya. Tapi, aku tetap tidak menceritakan kejadian semalam. Aku tidak ingin menambah kekhawatiran orang lain, terutama ketika aku sendiri masih bingung dengan apa yang terjadi.

Beberapa kali Jamal mencoba menggandeng tanganku. Tapi sepertinya aku sedang tak semangat menyambutnya. Akhirnya acara jalan-jalan sore bersama Jamal itu kami sudahi dengan meninggalkan sedikit saja kesan.

---

Malam itu, aku kembali berbaring di tempat tidur dengan perasaan was-was. Aku berdoa agar kejadian semalam tidak terulang lagi. Aku tak berani untuk memejamkan mata.

Apa sebenarnya yang dimaksud bayangan hitam itu? Mengapa ia mengatakan aku adalah miliknya? Dan mengapa ia menggunakan bahasa Sunda?

Jam demi jam berlalu. Aku semakin mengantuk tapi takut untuk tidur. Ketakutan akan bayangan hitam yang menindihku semalam membuatku terjaga. Suara jangkrik dari luar jendela dan hembusan angin malam yang dingin hanya menambah suasana mencekam di dalam kamar.

Aku tak tahu kapan aku tertidur, tapi tiba-tiba aku terbangun dengan jantung berdebar kencang. Seluruh ruangan jadi merah, seakan-akan ada cahaya merah menyala yang meresapi setiap sudut kamar. Rasanya seperti berada di dalam mimpi buruk yang nyata.

Di tengah kegelapan yang disinari cahaya merah itu, bayangan hitam besar muncul lagi!

Bayangan itu menindih tubuhku dengan kekuatan yang membuatku sulit bernapas. Aku mencoba berteriak, tapi suara tak keluar dari mulutku. Tubuhku kaku, tak bisa digerakkan, seolah-olah terkunci oleh sesuatu yang tak terlihat.

Nafas berat keluar dari bayangan itu, terdengar jelas di telingaku. Setiap tarikan nafasnya terasa menakutkan, membuat bulu kudukku berdiri. Suara berat terengah-engah itu semakin mendekat, seolah-olah bayangan itu bernafas tepat di telingaku.

Suasana menjadi semakin mencekam. Aku bisa merasakan beban yang menindih tubuhku semakin kuat, seakan-akan bayangan itu ingin menyerap seluruh kekuatanku.

Cahaya merah yang menyala di ruangan membuat bayangan hitam itu semakin terlihat menakutkan. Bentuknya samar, tapi kehadirannya sangat nyata.

Bayangan itu mengeluarkan suara berat lagi, kali ini lebih dekat, lebih mengancam.

"Anjeun milik abdi... Anjeun milik abdi!" katanya dengan suara yang lebih jelas dari sebelumnya.

Kata-kata itu menggema di kepalaku, menambah ketakutanku.

Aku mencoba melawan, berusaha menggerakkan tangan dan kakiku, tapi sia-sia. Tubuhku tetap kaku, tak bisa bergerak sedikit pun. Rasa takut dan putus asa menguasai pikiranku. Aku berteriak sekuat tenaga memanggil bibi atau Mang Usep.

Tapi mengingat kejadian kemarin malam, tampaknya hal itu akan sia-sia belaka.

Kulihat ke sampingku. Seperti yang sudah kuduga, Sari tak ada di sana.

Seperti aku sedang ditarik ke alam gaib bersama hantu ini.

Saat bayangan hitam itu semakin mendekat, aku bisa merasakan dinginnya menyelimuti tubuhku. Nafas berat yang keluar dari bayangan itu semakin terdengar jelas, membuatku semakin takut.

Kedua tangannya kini menggerayangi dadaku. Disingkapnya lagi gaun tidur yang kupakai. Saat itu sengaja aku mengenakan beha, dengan harapan ia tak mampu berbuat macam-macam.

Tapi apa mau dikata, beha ku pun disingkapnya sampai leherku. Dan dadaku lagi-lagi tak terlindungi dari remasan kasarnya.

"Aaah sakit... Sakit..." Teriakku.

Tak disangka. Hantu itu memperlambat gerakan remasannya di payudaraku. Rupanya dia bisa mendengar rintihanku.

Diremasnya lebih perlahan.

Enak.

Kurasakan nikmat remasannya.

Astaga! Apakah aku mulai menikmati diperlakukan seperti itu oleh sesosok roh halus??

Tak kupikir panjang. Toh, aku juga tak bisa bergerak mencegahnya.

"Anjeun milik abdi... Anjeun milik abdi!" Lagi-lagi ia mengatakan itu.

Tapi kali ini, ia berkata lain lagi, "Awewe parawan kedah milik abdi!"

Apa dia bilang? Aku gadis perawan? Dari mana setan ini tahu?

Walaupun aku hidup di kota besar sejak kecil, namun aku belum pernah berhubungan badan sama sekali. Bahkan bersama mantan pacarku saat SMA pun aku hanya pernah berciuman.

Yang kulihat selanjutnya adalah kepala bayangan hitam itu mendekat ke arah payudaraku. Kurasakan saat itu juga sebuah lidah dengan air liur yang berlimpah sedang menjilati putingku.

"Aaah aaahhh... Mmmmhh" tanpa sadar, aku terbawa arus kenikmatan dari perlakuan hantu mesum ini.

Dihisapnya juga kedua putingku secara bergantian sambil tangannya masih meremas-remas payudaraku perlahan. Hal itu malah membuatku semakin bergairah dan menikmatinya. Air liur yang berlimpah membuat segalanya semakin nikmat.

Dihisap. Dihisap. Dihisapnya lagi bergantian. Hantu ini makin lama bikin aku meleleh. Lenguhanku pun tak terbendung saking nikmatnya.

Tiba-tiba, hantu ini berkata lagi, "Henteu aya anu sanés kedah gaduh anjeun tapi kuring!"

Kata-katanya familiar. Tapi aku tak mengerti.

"Apa? Saya tidak mengerti" Tanyaku.

"Henteu aya anu sanés kedah gaduh anjeun tapi kuring!" Kali ini dengan nada marah.

Tiba-tiba, aku merasakan beban itu hilang. Bayangan hitam itu menghilang begitu saja, dan cahaya merah di ruangan pun meredup.

Kamar kembali normal, hanya ada kegelapan malam yang biasa. Tidak ada cahaya merah, tidak ada bayangan hitam, hanya aku yang terduduk di tempat tidur dengan hati yang masih berdebar kencang.

Namun dari sudut yang gelap, tiba-tiba Mang Usep muncul.

"Neng? Nanaonan eta? Kenapa bajunya kebuka begitu?"

Astaga!

Mang Usep melotot melihat payudaraku secara utuh!

Buru-buru aku membenarkan posisi pakaianku agar dadaku tak terlihat lagi olehnya.

Betapa malunya aku.

🔞Tumbal Untuk Kakek🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang